17 -- Jonathan

39.7K 1.7K 179
                                    

Eva POV

Dalam lelap ku, kurasakan ada suatu benda hangat yang menempel di kening ku dengan begitu lembut. Seperti mimpi namun ini terasa begitu nyata.

“Eva, maafkan aku…”

Suara itu, suara Rayhan. Terdengar begitu lirih.

Perlahan kubuka kedua mata ku. Dan benar, kini wajah tampan suamiku sudah berada sangat dekat dengan wajah ku, tangan nya terulur ke bagian samping rambutku. Ternyata, tadi bukanlah sebuah mimpi.

Kami bertatapan sejenak. Kulihat ada sedikit gurat letih bercampur kebimbangan di raut wajahnya.

“Hai. Baru pulang, ya?” tanya ku seraya tersenyum.

Ia berdehem lalu menjauhkan diri dari tubuhku.

“Maaf ya aku ketiduran lagi,” ujar ku seraya menegakkan tubuhku.

Rayhan tak menjawab apapun. Ia duduk di kursi bersebrangan denganku. Mau ngapain dia duduk di kursi meja makan? Biasanya kalau pulang dia langsung masuk kedalam ruang kerja nya.

Dasi abu-abu nya Ia regangkan, dua kancing kemeja paling atas Ia buka dan kemeja panjang nya Ia gulung hingga siku. Aku menatap nya bingung sambil mengerutkan kening.

“Aku lapar,” katanya.

Lapar?

Kok agak ambigu, ya?

Kenapa yang ada di pikiran ku sekarang justru yang aneh-aneh, ya? Astaga, kenapa aku jadi mesum begini, sih?

Aku masih menatap nya bingung.

Ia menghela napas kasar.

“Kamu masih mau melamun seperti itu atau mengambilkan makan untukku?”

Seketika aku tersadar, “Kamu mau makan makanan ini?!” tanya ku seraya menunjuk semua masakan ku yang berada diatas meja makan.

Rayhan mengangguk sekali.

“Serius?! Beneran?!” pekik ku.

Rayhan mengangguk lagi.

“Yakin?! Aku nggak lagi mimpi kan, nih?!”

“Cepatlah, aku lapar,” katanya tak sabaran.

Segera ku ambilkan nasi dan lauk dengan hati senang. Tak ku sangka akhirnya Rayhan mau menyentuh dan mencicipi rasa masakan ku, setelah sekian lama Ia biarkan dingin begitu saja.

Ia mulai menyendokkan nasi kedalam mulutnya. Aku menopang dagu sambil memperhatikan nya memakan masakan ku pertama kali nya, senyum di bibirku pun tak memudar sejak tadi.

Ketika Ia selesai mengunyah suapan pertama nya, tak sabar mulutku ingin bertanya pendapat nya tentang rasa masakanku.

“Enak?” tanya ku antusias.

Rayhan tak menggubris, Ia kembali menyendok suapan kedua kedalam mulutnya.

Aku tersenyum bahagia, tak perlu kata-kata manis ataupun pujian-pujian indah yang ku butuhkan dari bibirnya, karena ku tahu Rayhan bukanlah tipe yang dengan mudah nya mengutarakan apa yang Ia rasa.

Dengan mengunyah suapan kedua begitu lahap sudah memberikan jawaban untukku kalau Rayhan menyukai rasa masakanku. Kalau pun Ia tak menyukai rasa masakan ku, tentu Ia tak akan mau melanjutkan memakan nya.

“Jangan lupa besok hari pertama mu bekerja,” ujar nya di sela-sela kunyahan nya.

“Nggak akan lupa, bos!” jawabku semangat.

“Jangan membuat onar di hari pertama mu.”

“Nggak akan, bos!”

“Berhenti memanggilku ‘bos’!”

Our HopeWhere stories live. Discover now