2 -- Malaikat

52.2K 2.3K 25
                                    

Eza POV

Aku tertawa tanpa henti sejak kakak ku, Mbak Eva, menjalankan aksi ngambek nya dengan Mama.

Mama dan Mbak Eva memang seperti pinang di belah dua. Mereka sangat mirip, wajah cantik mereka kadang membuat ku iri. Cantiknya Mama sebelas dua belas dengan artis dan model ibukota, Wulan Guritno, kata orang - orang sih begitu, tapi aku juga mengakuinya sih. Memang sedikit mirip.

Sedangkan Mbak Eva berkulit putih bersih bercahaya, pipi nya chubby, rambut nya lurus sepunggung tetapi bergelombang di ujung nya, poni nya dipotong lurus didepan hingga terkesan terlihat lebih anak-anak padahal umurnya sudah 21 tahun, tubuh nya mungil tapi standard untuk ukuran wanita Indonesia.

Berbeda dengan ku, kata orang aku ini mirip Papa, malah seperti jiplakan Papa. Aku memiliki wajah manis khas Papa, dengan lesung pipi di pipi kanan dan kiri ku. Gigi ku tak serapih Mbak Eva, aku memiliki gingsul disebelah kanan. Kulit ku juga berwarna sawo, dan aku lebih tinggi dibanding Mbak Eva. Kalau rambut ku memang persis seperti Mbak Eva, kami menurun gen rambut Mama, hanya saja aku tak di poni seperti Mbak Eva. Wajah ku yang oval dan tirus seperti nya tidak pantas jika di poni seperti itu.

Namun aku tidak pernah membanding - bandingkan fisikku dengan Mbak Eva. Orangtua ku juga begitu. Hanya saja Mbak Eva sering sekali kesal dengan tubuh ku yang semampai ini, katanya seperti model. Dan itu membuat nya iri. Haha ada-ada saja memang Mbak Eva itu.

Mama dan Mbak Eva juga sering sekali bertengakar, hal apapun selalu mereka perbedebatkan, tak jarang aku yang menjadi penengah mereka. Kata Mbak Eva aku itu seperti malaikat bagi nya, selalu menolong dari cerca dan cacian Mama. Haha memang ajaib sekali kelakuan Mama dan Mbak Eva.

Kata Papa dan Mama aku bahkan lebih terlihat seperti kakak bagi Mbak Eva. Padahal umur ku terpaut empat tahun dari Mbak Eva. Tetapi aku yang terlihat lebih dewasa dibanding Mbak Eva, disamping faktor tinggi tubuh ku. Jadi tak heran kalau banyak orang yang salah menebak mana kakak mana adik diantara aku dan Mbak Eva.

"Woy...ngelamun apa, sih?" Nah, itu dia Mbak Eva. Dia mengguncang keras bahu ku dari samping. Seperti nya dia sudah tidak merajuk lagi, buktinya sudah mau bicara kembali.

"Udah nggak ngambek, Mbak?" Aku sengaja tak menjawab pertanyaan nya, hanya ingin menggoda nya. Karena lucu sekali kalau melihat Mbak Eva merajuk seperti balita.

"Kamu kok jahat sih, dek?" Katanya merajuk. Nah, bibir nya sudah dimajukan beberapa centi, lucu. Hihi

"Mbak lucu, sih," jawabku jujur.

"Udah dari lahir aku emang lucu, kamu kemana aja baru sadar?" Mbak Eva malah membanggakan diri dengan tangan menepuk-nepuk dada kiri nya.

"Huahahaha yaiyalah lucu, biasa nya kan emang kerja jadi badut ancol." Mama mulai ikut menyahut, Mama memang suka sekali menggoda Mbak Eva. Dasar. Apa aku bilang, mereka itu suka sekali menggoda satu sama lain, yang ujung - ujungnya malah jadi bertengkar.

"Za, kamu denger ada yang ngomong nggak? Kok aku merinding, ya?" tanya Mbak Eva padaku sambil bergidik ngeri. Pura - pura tak menganggap Mama ada.

Haha, seperti nya perang segera dimulai lagi nih.

"Nggak denger Mbak, setan kali ya?" timpalku mengikuti permainannya. Aku juga ingin ah sekali-kali ikut menggoda Mama. Hihi

"Wah, wah. Eza kok kamu sekarang jadi sekutu nya Eva, sih? Pengkhianat!!" Mama mulai teriak-teriak di kursi depan. Iyaa, kami memang masih dalam perjalanan menuju Jogja. Mudik, hehe...

"Drama dimulai pemirsaaaa, tet teret tereeet." Papa mulai berkomentar seperti biasa bila peperangan ini sudah dimulai, sambil menirukan suara terompet.

Our HopeWhere stories live. Discover now