Kembali Kecewa

6 2 1
                                    

Nur menyerah. Takdir sepertinya memang tidak berpihak pada orang miskin. Setelah pasrah pada sahabatnya pun, Nur tetap harus menelan pil kekecewaan.
Ke dua kalinya, Nur membuka pesan dari Sisil. Meyakinkan diri kalau berita yang diterimanya benar-benar nyata.
“Assalamualaikum, Nur. Maaf hari ini aku tadak kerje. Aku demam. Nur, sekali lagi Sisil minta maaf. Abes ngantar kawu balek, aku pun ikot balek gak, Nur. Aku maok berhenti dari kerje haram itu. Aku maok hijrah, Nur. Maok berubah kayak kawu. Untuk masalah Mak kawu, aku akan ngomong ke Bapak same Emak aku. Mereke banyak duet, Nur. Jadi kawu tenang jak.”
Nur menggeleng beberapa kali. Tidak. Dia tidak boleh lagi berharap pada janji siapa pun. Dia harus pasrah pada ketetapan Tuhan. Dengan lemas, tangannya mengirimkan balasan kepada sahabatnya. Mendoakan agar Sisil segera sembuh dan bersyukur atas keputusan terbaik yang diambilnya.
Pelanggan sepi, Nur memutuskan duduk di emperan toko. Membayangkan kalau ada #seseorang pangeran yang datang menawarkan bantuan. Ah, itu hanya ada di dunia dongeng, celetuk Nur dalam hati. Namun, entah mengapa, dia ingin sekali berada di dunia dongeng itu.
Saat Nur hendak beranjak masuk ke dalam, bersamaan dengan bunyi ponsel berdering. Nama Mami tertera di sana. Nur menimbang-nimbang keputusan yang tepat jika diajak Mami kembali bergabung.
Aku harus komitmen pada janjiku sendiri, tegas Nur dalam hati. 
“Iya, Mami,” jawab Nur.
“Nur, ada seorang klien ....”
“Tidak, Mami. Saya sudah memutuskan untuk tidak lagi kembali ke tempat Mami,” potong Nur cepat.
“Dengarkan Mami dulu, Nur. Kemarin ada seorang klien yang minta dicarikan istri. Bukan istri benaran si, dia hanya minta perempuan yang siap diikat dalam sebuah perjanjian dan dibawa ke tempat asalnya. Laki-laki ini sebenarnya belum ingin menikah, tapi ada kepentingan yang membuat dia harus punya kartu nikah. Sebagai imbalannya, perempuan yang siap dinikahi boleh minta mahar apa pun. Saat Mami tawarkan ke anak-anak, tidak ada yang mau. Eh, Mami langsung teringat sama kamu. Makanya Mami langsung telepon kamu. Bagaimana?”
Nur belum menjawab.
“Kamu boleh pikirkan dulu, tapi jangan lama-lama. Soalnya klien minta keputusannya hari ini juga. Kalau tidak ada, dia bakalan cari di tempat lain.”
Nur bimbang. Di satu sisi dia merasa ini bukan pernikahan yang diinginkannya. Namun, di sisi lain, ini peluang emas baginya. Mimpi Emaknya ke tanah suci akan segara terealisasikan. Dia tidak perlu bekerja atau berpikir keras lagi. Cukup meminta umroh sebagai maharnya.
Nur mencoba berpikir lebih keras. Mencerna mudarat dan manfaat atas keputusan yang akan diambilnya. Meminta Mami mengirimkan surat perjanjian yang dimaksud. Nur juga berencana meminta pendapat ibunya. Dia tidak boleh gegabah. Semuanya harus dipersiapkan dengan benar.
Sesampainya di rumah, Nur tidak lagi menunda. Dia langsung masuk ke kamar ibunya. Menyalami dan duduk dengan wajah yang serius.
“Mak, Nur mau kawen.”
Bu Romlah yang sedang menjahit, menghentikan pekerjaannya. Membenarkan letak duduknya yang sama sekali tidak berubah.
“Ade laki-laki yang maok cari istri. Die  maok berikan mahar berape pon, tapi syaratnye Nur harus ikut kemane pun die pegi.”
“Kawu kenal dekat laki-laki itu, Nur?” Perempuan tua itu bertanya dengan serius.
Nur menggeleng. “Tapi dulu Emak same Uwak pon tadak pacaran dan saling cinta gak, 'kan?”
“Dulu bede, Nur,” sanggah Bu Romlah.
“Tadak ade yang bede, Mak. Nur cuma pengen kayak Emak same Uwak, Ndak pacaran. Tapi saling cinte sampai mati. Makenye Nur ndak pernah ade cowok, Mak.”
Bu Romlah membelai kepala anak gadisnya sambil berkata, “Nur, kawen itu bukan perkara maen-maen, Nak. Kalau boleh, seumor idup sekali, jak.”
“Mak, laki-laki ini laki-laki yang baek,” ujar Nur lembut. “Die maok belikan Emak tiket umroh sebagai kado pernikahan Nur, Mak.”
“Kawu yaken, Nur?” Perempuan tua itu mencoba meyakinkan anak dan dirinya sendiri.
Nur mengangguk. Meskipun, jauh di lubuk hatinya ada sesuatu yang bikin dia tidak bisa menerima pernyataan yang dikeluarkannya.
Setelah percakapan dengan ibunya dan membacanya sekilas isi perjanjian. Nur mengirimkan pesan ke pada Mami atas kesediaannya menerima tawaran.
Waktu seolah-olah berputar lebih cepat. Nur bahkan tidak percaya, kalau saat ini dia sedang duduk di salon, menjalankan proses perawatan diri untuk menjadi pengantin. Di ruang perawatan ternama di kota Pontianak, Nur sedang berbaring. Menikmati pijitan lembut di bagian kepala. Hair mask dan SPA, bikin rambut Nur berkilau dan kulit kepalanya terasa adem.
Perawatan wajah adalah langkah selanjutnya. Muka Nur dibersihkan terlebih dahulu sambil dipijat lembut. Kemudian, wajah yang tampak sedikit lebih cerah itu diuap. Penguapan ini berfungsi untuk membuka pori-pori dan melembutkan kulit wajah. Dengan demikian, sel kulit mati seperti komedo dan berbagai kotoran yang menempel di muka akan mudah terangkat.
Pengelupasan adalah proses perawatan selanjutnya. Penanganan prosedur pengelupasan ini tidak boleh dilakukan sembarangan. Harus ditangani oleh ahlinya. Di salon yang Nur gunakan, mereka melakukan proses pengelupasan wajah Nur dengan micropeel. Fungsi pengelupasan ini sendiri untuk mengangkat sel kulit yang tadi sudah di permukaan, agar kulit lebih siap beregenerasi.
Saat dokter mengaplikasikan cairan bening itu, Nur merasa ada yang aneh.
“Maaf, Dok. Kok, rasanya tidak enak banget, ya? Panas sekali,” keluh Nur beberapa saat setelah cairan bening itu mendarat di wajahnya.
“Memang seperti itu, Mbak. Meskipun efek yang dirasakan setiap orang berbeda-beda. Namun, pada umumnya, orang yang pertama kali menggunakan perawatan pengelupasan wajah akan merasakan wajahnya seperti terbakar.”
“Oh,” sambung Nur dengan gelisah.
“Namun, Mbak tenang saja, semuanya akan baik-baik saja. Rasa panas yang Mbak rasakan itu karena begitu banyak sel kulit mati di wajah, Mbak. Jadi proses pengangkatan ini membuat rasa sakit di wajah.”
Nur mengangguk kecil.
“Setelah perawatan ini, sebaiknya Mbak jangan terlalu sering terpapar sinar matahari. Kadang proses pengelupasan ini membuat kulit agak sensitif.”
“Iya, Dok,” jawab Nur sambil sedikit menggerakkan kepalanya.
“Nanti kalau Mbak melakukan perawatan pengelupasan yang ke dua, kemungkinan tidak akan sesakit ini.”
Nur mengangguk dengan sedikit tersenyum. Meskipun hati berkata, mungkin ini yang pertama dan terakhir kalinya.
Selang beberapa jam, wajah Nur diberikan pijatan ringan. Tindakan ini berfungsi untuk melenturkan kulit yang menegang. Barulah langkah selanjutnya, wajah Nur diolesi masker yang terbuat dari bahan alami. Masker ini buat kulit Nur menjadi lebih sempurna. Perawatan terakhir, tabir surya. Wajah Nur diberi krim agar tetap lembap dan terjaga.
Di depan cermin, Nur memandang takjub wajahnya. Meskipun masih tetap gelap, tapi kulit itu kini tampak bersinar cerah.

Ide GilaWhere stories live. Discover now