4

4.4K 279 12
                                    

Selamat membaca
*

*

Jangan lupa taburan bintang dan komennya, Bestie!!

***


ABE DAN RONALD kompak berlari menghindari serangan matahari setelah turun dari mobil. Mereka menuju teras dari rumah hook berdesain sederhana tidak bertingkat di salah satu sektor Gading Serpong.

Tidak jelas siapa yang menjadikan kunjungan ke tempat ini sebagai kewajiban. Namun, setiap kali mereka menemukan waktu kosong yang sama di tengah padatnya pekerjaan, Abe dan Ronald pasti datang. Membawa berbagai jenis makanan yang jarang dirasakan 12 penghuni rumah tersebut, kadang memboyong semua yang tinggal main ke Summarecon Mal Serpong.

"Mami Riri," panggil Abe, ketika melihat pintu dibiarkan terbuka tanpa adanya tanda-tanda manusia. "Yuhuu. Abe datang!"

Ronald memutar bola mata jijik mendengar teriakan manja Abe, seperti anak kecil berusaha menemukan keberadaan sang ibu. Biasanya Ibu Riri segera keluar, tetapi hari ini dia dan Ronald dibiarkan menunggu nyaris dua puluh menit.

"Papi Yas!" Abe mencoba memanggil tetua lainnya, serta mengetuk jendela kaca di samping pintu, sedangkan Ronald memeriksa area kebun mini kesayangan Pak Yas.

Ketika Ronald kembali dan berniat menciptakan teriakan lainnya, wanita paruh baya berisi dengan cepolan sederhana tergopoh menuju pintu. Beliau menggantung kacamata di kerah kaus oblong salem, lalu mengusap-usap kedua tangan ke sisi celana pendek pantai. Menggeleng, sambil menciptakan suara bagaikan cicak, yang mengundang tawa Abe dan Ronald.

"Halah, kenapa teriak-teriak, toh? Tinggal masuk," protes si ibu. "Kayak belum pernah ke sini aja."

Dengan tawa jenaka, Abe dan Ronald bergantian menyalami sang togak utama sekaligus sosok paling disayang para penghuni rumah.

"Emang Mami lagi ngapain?" tanya Ronald, sambil mengikuti Ibu Riri menuju ruang tengah. "Nggak masak 'kan? Aku udah ngabarin lho, siang ini jangan masak, kami mau datang. Mau makan enak-enak bareng Mami, Papi, dan adik-adik."

Abe dan Ronald duduk di kursi panjang berbahan jati, sementara Ibu Riri di seberang mereka. Sejenak Abe memperhatikan sang ibu yang dikenalnya ketika Ronald meminta bantuan membawakan bingkisan natal sekaligus sumbangan dana untuk kegiatan natal anak-anak Rumah Matahari. Usia Ibu Riri lebih tua dari mama Abe, tetapi lebih muda sekitar sepuluh tahun dari eyangnya.

Awal datang, Abe berpikir rumah ini akan sama saja seperti tempat-tempat serupa, ternyata tidak. Rumah Matahari bukan panti asuhan, tidak ada anak yang diadopsi di sini. Ibu Riri dan sang suami mengasuh anak-anak dari keluarga kurang mampu, yang kesulitan bila harus menyambung hidup sambil mengurus anak. Rumah ini semacam solusi bagi orang-orang yang tidak mau sang anak dikasih ke orang lain dan diurus pengadilan, tetapi sadar pula tidak bakal sanggup mengurus jika dipaksa hidup bersama.

Karena mengagumi sekaligus tersentuh menyaksikan langsung kasih sayang suami istri tersebut ke anak-anak asuh, membuat Abe bertekad memenuhi apa saja kebutuhan Rumah Matahari—sebutan dari warga sekitar berdasarkan warna rumah dan barisan bunga matahari kesayangan Pak Yas.

Dengan adanya bantuan Abe, uang kiriman para orangtua bisa difokuskan ke tabungan masing-masing anak. Tadinya Abe ingin mengurus biaya pendidikan juga, tetapi urusan itu sudah ada yang memenuhi, dua jemaat dari gereja Pak Yas dan Bu Riri pelayanan.

"Tenang, Ron." Ibu Riri menenangkan Ronald, dengan logat Jawa halus. "Mami tuh dengar Abe manggil, tapi masih baca Alkitab. Sisa sedikit lagi, masa ditinggalin gitu aja."

Someone To Love (ver revisi Possessive Pilot)Where stories live. Discover now