Lima Belas

10.7K 280 8
                                    

Happy Reading!
Jangan lupa vote dan komennya ;)




Budi memasuki sebuah rumah megah di kawasan elit Jakarta. Rumah milik Mika yang mereka tinggali bersama setelah menikah.

Pria itu membawa langkahnya menuju ruang kerja Mika. Saat memasukinya, Budi tidak menemukan keberadaan Mika. Kemudian dia memanggil salah seorang pelayan.

"Ibu dimana?" Budi mendudukkan bokongnya di sofa ruang kerja.

"Izin pak, ibu berada di kamar utama. Tadi pesan ibu agar bapak menyusulnya di kamar." Pelayan itu menundukkan kepala.

Budi beranjak dari duduknya. Dia pergi menghampiri Mika. Saat sampai di kamar, dirinya menemukan Mika yang sedang duduk bersantai di balkon.

Wanita itu menggunakan dress pendek dengan kimono tidur berwarna biru langit. Dia tengah menikmati red wine di bawah sinar rembulan.

Mika menengok saat mendengar derap langkah Budi mendekat. Dia menepuk sebelah sofa nya yang kosong untuk duduk pria itu.

"Sudah lama kita tidak berbincang berdua." Mika menyesap wine dalam gelasnya.

Budi menuangkan wine pada gelas kosong di meja depannya. Pria itu ikut menikmati seperti yang dilakukan oleh Mika.

"Perbincangan kita tidak pernah jauh dari politik. Bahkan kita bersama juga karena politik balas budi." Budi meletakkan gelasnya.

"Tetapi saya masih tidak habis pikir ternyata kinerja politik balas budi dan politik balas dendam itu berjalan bersama." Budi melanjutkan.

Mika mengikuti gerakan Budi. Dia meletakkan gelasnya dan mengambil 1 batang rokok parliament. Budi membantunya menyalakan rokok tersebut.

"Sejak kapan kamu mengetahuinya?" Mika mengepulkan asap dari mulutnya.

"Semalam. Betapa bodohnya saya tidak menyadari ada seseorang yang berusaha menghancurkan saya." Budi menghisap rokok di tangannya.

Dirinya dan Mika memang berjarak umur tidak terlalu jauh. Meskipun Mika lebih muda tetapi wanita itu sudah sejak lama mengenal politik. Tidak seperti dirinya yang baru masuk politik untuk meneruskan jejak sang ayah.

"Setiap hal yang kita tanam di masa ini akan kita tuai di masa depan. Balas budi dan balas dendam tidak akan pernah ada akhirnya. Saya melakukan semua ini juga sudah memperhitungkan segalanya. Dan sepertinya saya lihat kamu semakin mesra dengan Kaila?" Mika menatap Budi.

"Jika bukan karena kamu saya tidak akan pernah mengenal Kaila. Jika saya tidak mengenal Kaila saya tidak akan pernah merusaknya. Dan jika saya tidak merusak Kaila maka saya tidak perlu malu untuk mengunjungi makam pak Hasan seperti biasanya. Begitu juga dengan ayah saya sendiri. Sebenarnya apa maumu Mika? Bukankah masalahmu itu dengan pak Hasan? Kenapa kamu melibatkan Kaila?" Budi berbicara panjang lebar.

Mika membenarkan posisi duduknya. Dia mencari posisi paling nyaman untuk bisa memandang visual Budi lebih jelas. Jujur dia juga menyukai visual pria itu.

"Sepertinya pertanyaanmu sedikit salah. Seharusnya kamu bertanya kenapa kamu melibatkan saya dalam permusuhanmu dengan pak Hasan? Disini yang paling dirugikan adalah kamu Budi. Kenapa kamu malah peduli dengan Kaila?" Mika mengepulkan asap lagi dari mulutnya.

Budi membuang rokoknya yang telah pendek. Pria itu mengambil air putih dan menenggaknya habis. Dia tidak menjawab pertanyaan Mika.

"Sampai saat ini kamu belum tau kalau Kaila sendiri yang melibatkan diri?" Mika melanjutkan.

Budi diam saja. Semalam dia membaca laporan tentang hal itu. Dan memang wajar Kaila mendekat padanya. Wanita itu memiliki motif yang masuk akal.

"Sepertinya informasi mu belum lengkap. Biar saya lengkapi. Kaila memang sengaja mendekat padamu. Dia ingin meminta perlindungan pada serigala berbulu domba." Mika tersenyum miring.

Dia puas melihat sekelebat emosi di mata Budi. Sepertinya pria itu telah mencintai Kaila.

"Saya sudah mengetahuinya. Kedatangan saya disini untuk meminta kamu tidak ikut campur urusan kami lagi. Hubungan ini akan segera berakhir." Budi menghela napas kasar.

"Hubungan kalian tidak akan pernah berakhir kecuali aku yang mengakhirinya. Karena kalian saling menginginkan." Mika menyesap rokok untuk terakhir kali.

Budi mengetatkan rahang. Dia tidak suka dikendalikan seperti itu. Tetapi untuk lepas dari jeratan Mika juga tidak semudah itu.

"Kita ke topik utama saja. Saya sudah urus masalah bar. Tetapi kamu akan tetap mendapatkan sanksi baik dari partai maupun dari DPR. Dan untuk hal itu saya tidak bisa membantu. Kecuali papa kamu sendiri." Mika mengambil wine nya kembali.

Budi mengusap wajahnya kasar. Apa yang dikatakan Mika benar. Memang hanya ayahnya yang bisa mengurangi hukuman. Karena saat ini yang memegang kekuasaan tertinggi partai adalah ayah nya.

Tetapi tidak mungkin dia memberitahu kebenarannya pada pak Wiyono Sudjatmiko. Dia sedang bunuh diri namanya, jika memberitahu ayahnya bahwa dia memukul orang demi melindungi selingkuhan.

Permainan Mika memang sangat hebat. Dia berada di posisi terjepit dengan hanya Mika yang bisa menyelamatkan. Dan untuk meminta bantuan keselamatan itu tentu tidak gratis.

Budi yakin Mika pasti menginginkan Kaila. Jika dia nekat meminta bantuan wanita itu maka Kaila yang akan menjadi korban. Dan Budi tidak menginginkan hal itu terjadi.

"Saya akan melaksanakan sanksi. Jika sudah tidak ada hal lain lagi, saya pamit undur diri. Selamat malam." Budi beranjak dari tempat duduknya.

Pria itu pergi kembali ke apartement Kaila. Sehari ini dia sama sekali belum bertemu wanitanya.

Saat masuk ke apartement, Budi berhenti di samping pantry. Dia menyaksikan pemandangan yang menjadi favoritnya.

Kaila dengan hotpants dan baju ketat sedang memasak dan bersenandung merupakan pemandangan paling indah untuk Budi. Wanita itu sudah seperti madu yang beracun. Tetapi Budi menyukainya.

"Bapak?!" Kaila berteriak.

"Sejak kapan bapak disana? Kenapa nggak bel pintu dulu?" Kaila mencecar Budi.

Budi mendekati wanita itu. Dia langsung menariknya dan memeluk erat Kaila.

Kaila yang diperlakukan seperti itu merasa bingung. Budi memang sering memeluknya tetapi kenapa saat ini dia merasakan adanya kegelisahan dalam sentuhan pria itu.

"Bapak kenapa?" Suara Kaila teredam dalam dada Budi.

Budi diam saja. Dia semakin mempererat pelukannya. Hingga Kaila menepuk dadanya karena merasa sesak untuk bernapas.

Pria itu melepas pelukannya. Dia beralih mencium bibir Kaila. Ciumannya dalam dengan perasaan sedih.

Kaila menitikkan air mata. Dia tau pria itu sedang tidak baik-baik saja. Tetapi Kaila juga tidak mau jika harus bertanya.

Walhasil dia menuruti setiap sentuhan pria itu. Sentuhannya sangat lembut seakan Kaila akan hancur jika diberi tekanan lebih.

Mereka berciuman cukup lama. Hingga akhirnya terhenti karena bau gosong.

Baik Kaila maupun Budi tertawa bersamaan. Seketika mereka melupakan masalah yang tidak berujung. Dan berakhir makan malam bersama dalam suasana sendu.





Oiya, aku ada cerita baru nih.
Judulnya "The World Where You Exist.".
Boleh dibaca sembari menunggu update an IWB.

Thank you :)

Internship with BenefitWhere stories live. Discover now