71

2.1K 269 55
                                    

"Bib, lo nggak ada pacar kah?" Tanya Vanessa yang tengah mengemil buah kesukaannya.

"Tiba tiba banget nanya?" Tanya Habib yang kini tengah menonton sepak bola di ruang tengah Hambalang.

Kini, mendekati waktu kelahiran Vanessa yang tinggal menghitung hari disaat yang bersamaan Mas juga semakin sibuk dengan jadwal Kakeknya yang memantau program makan siang di beberapa pelosok daerah. Kadang suaminya itu bisa pulang tengah malam.

Karena Vanessa sudah cuti kerja, Mas tidak bisa membiarkan Vanessa sendirian di rumah. Takut terjadi apa apa jika ia meninggalkan istrinya yang sebentar lagi akan melahirkan sendirian di rumah. Sehingga Mas memutuskan untuk ikut membawa Vanessa ke Hambalang atau ke Kertanegara bersama ketiga sepupunya untuk menemaninya ketika Mas kerja.

Setidaknya banyak yang menjaga Vanessa. Ada trio kembar dan beberapa adc Kakeknya yang tidak sedang di shift kerja. Mas cukup tenang meninggalkan Vanessa di Hambalang atau di Kertanegara karena banyak yang memperhatikannya.

Vanessa juga bisa meminta tolong ke siapapun disini, apalagi di kehamilannya yang semakin mendekati waktu kelahiran, semua orang sangat memprioritaskan dan melakukan apa pun yang dibutuhkan dan diinginkan sosok yang sebentar lagi akan tergeser tahtanya di keluarga besar oleh anaknya sendiri.

"Ya aneh aja lo nggak ada cerita ke gue semenjak gue nikah. Apalagi Bintang bulan depan nikah juga sama Gia." Sahut Vanessa.

"Gue udah diposisi dimana saudara dan sepupu gue punya keluarga barunya. Sedih nggak sih? Kita yang dulu berempat selalu bareng dari kecil, selalu nempel, selalu ada dikondisi apapun, bakal punya kehidupannya masing masing." Ujar Ati yang mulai membawa pembicaraan kearah yang sedih.

"Sedih, gue sedih karena kalian saudara yang gue punya bakal punya kehidupan baru tanpa adanya gue." Kata Vanessa yang sudah menyetok tisu disampingnya.

"Bentar lagi tinggal gue doang yang di rumah. Mas Habib yang lebih banyak di Papua, kadang kadang cuma bisa ke Jakarta kalau ada waktu luang. Sedih aja, makin sepi hidup gue. Kakek juga makin kesepian walaupun sebenarnya isi rumahnya pasti ramai terus sama staff beliau atau Paspampres." Ucap Ati dengan sendu.

"Gue ya kadang setiap mau masuk ke kamar, gue selalu lewat kamar lo, Nes. Gue buka kamar lo, biasanya gue lihat lo yang lagi drakoran histeris, ngehalu nggak jelas, ngeliat cowok cowok korea lo dengan dramatis, ngeliat lo yang nangis histeris karena sibuk dengan nonton drakor. Gue selalu kesal dan marah sama lo karena suara melengking lo itu nyampe ke kamar gue. Sekarang, ketika gue liat kamar lo, kok lo nggak ada ya? Kok gue kehilangan lo banget ya? Padahal lo masih ada, tapi rasanya gue sesak ngeliat kamar lo yang kosong dan ngeliat tinggal barang barang lo doang." Ucap Bintang.

"Gue aja nggak nyangka, Nes. Lo bentar lagi jadi seorang ibu. Gue yang bentar lagi juga jadi seorang suami. Gue nggak nyangka waktu kehidupan kita untuk bisa bersama sama semakin habis dan nggak bisa kembali lagi." Kata Bintang lagi dengan raut wajah sedihnya.

"Gue yang sedihnya itu, kenapa waktu secepat itu berjalan ya? Kenapa gue bisa sesayang itu sama kalian bertiga? Jujur, Nes. Ketika lo nikah, gue rasanya nggak terima Pak Teddy ngerebut lo dari kita. Rasanya gue mau ngambil dan ngerampas lo balik dari beliau karena gue seenggak mau itu kehilangan lo. Rasanya separuh hidup gue ikutan hilang. Jiwa dan raga yang selalu sama gue dari umur empat tahun sampai kita di umur 23 tahun harus melangkah ke tujuannya yang lain, tanpa ada gue dicerita itu." Kata kata Habib sungguh membuat siapapun yang mendengarnya akan menjatuhkan air matanya.

"Gue sakit banget dengan fakta kalau people come and go but memories always stay. Gue sakit banget sama kenangan yang udah kita ukir itu cuma bisa dikenang selintas dan tersimpan abadi di hati masing masing." Bintang ikut menjatuhkan air matanya.

He Fell First and She Never Fell?Where stories live. Discover now