Part 4-Rumor And Broken Heart

5.7K 231 4
                                    

Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit yang berwarna putih. Dia mengerang pelan ketika merasakan kepalanya seperti dihantam sebuah batu besar. Tangannya terangkat ke atas kepala dan meremas rambutnya pelan. Dia juga merasa suhu tubuhnya masih tinggi karena untuk menghembuskan napas saja, dia bisa merasakan hawa panas keluar dari hidungnya. Ketika dia menolehkan kepalanya ke samping, dia mendapati satu sosok dengan wajah yang sedikit lega dan juga cemas sedang melihat ke arahnya. Victor.

            “Vic....”

            Victor langsung menahan tubuh Shabrina ketika gadis itu hendak bangun dari posisi berbaringnya. Direbahkannya lagi kepala Shabrina dengan hati-hati ke arah bantal.

            “Jangan bangun dulu, Shab... lo harus istirahat. Demam lo cukup tinggi.” Victor menyelimuti tubuh Shabrina dengan selimut kemudian menggenggam tangan gadis itu dengan erat.

            Shabrina membasahi mulutnya yang terasa kering dan memejamkan kedua matanya sejenak. Ketika gadis itu kembali membuka kedua matanya, Shabrina mengerutkan kening dan menatap Victor dengan tatapan penuh tanya.

            “Gue kenapa bisa ada di rumah sakit, Vic?” tanya Shabrina lemah. Gadis itu bisa merasakan tubuhnya yang sangat tidak berdaya. Rasanya seperti tidak ada kekuatan yang tersisa disana. Namun, genggaman tangan Victor yang hangat membuatnya sedikit merasa terlindungi dan sedikit merasa bersemangat.

            “Lo pingsan, setelah hampir tenggelam di kolam renang tadi. Lupa?”

            Shabrina berusaha mengingat-ingat dan beberapa detik kemudian gadis itu mengangguk pelan. Dia ingat sedang berada di kolam renang dan menunggu kedatangan Victor. Dia juga ingat Raeshard datang dan dia sempat sedikit berdebat dengan laki-laki itu di depan teman-temannya. Kemudian, dia merasa tubuhnya benar-benar lemas sebelum akhirnya jatuh ke kolam renang karena terpeleset.

            “Gue ingat...,” jawab Shabrina pelan. Matanya kini memandang ruangan disekitarnya. Bau alkohol dan obat-obatan menggelitik indera penciumannya. Shabrina tidak pernah suka berada di rumah sakit. Dia  benci dengan keadaan rumah sakit dan segala bau-bauan yang ada di rumah sakit, sejak dia harus menghabiskan sebagian waktunya di tempat tersebut, ketika dia menderita kanker otak beberapa tahun silam. “Yang lain dimana, Vic?”

            “Arsyad sama Suchi pulang dulu sebentar. Suchi mau ngabarin orangtua lo, kalau lo lagi ada di rumah sakit. Kalau Keizo sama Anna lagi makan di kafetaria. Si Anna maag-nya kumat. Tadi dia juga hampir pingsan di tangga rumah sakit. Kalau Keizo nggak cepat-cepat nangkap tubuh Anna yang limbung, mungkin Anna udah ciuman sama lantai.” Victor terkekeh geli dan menatap Shabrina yang tersenyum ke arahnya dengan tatapan hangat.

            “Tapi, Anna nggak apa-apa, kan?”

            “Nggak, kok. She’s fine. Cuma hampir pingsan. Tadi aja si Keizo marah-marah sama Anna, soalnya Anna nggak bilang kalau belum makan. Anna sampai cemberut terus mogok ngomong sama Keizo. Nggak tau, deh, sekarang, tuh anak masih ngelanjutin aksi mogoknya atau nggak.”

            Shabrina mengangguk pelan dan menghela napas panjang.

            “Vic....”

            “Hmm?”

            “Mmm... Raeshard, nggak ikut kesini?”

            Mendengar nama Raeshard disebut, Victor kontan mengerutkan keningnya. Raut wajahnya berubah datar. Senyumnya pudar. Shabrina juga bisa merasakan genggaman tangan Victor pada tangannya sedikit menegang.

YOU AND I (SEQUEL BESTFRIEND AND ENEMY)Where stories live. Discover now