BAB 1

43 5 0
                                    

Bab ininditulis oleh PatriciaDianIndriaci happy reading semoga bisa menghibur teman-teman, ya.

Langit tampak cerah setelah hujan usai. Aroma petrikor menyusup melalui udara menciptakan kehangatan meski bias gerimis masih saja turun. Hampir empat puluh lima menit Elang dan Sally terdiam. Dalam desau suara hujan, Elang menatap Sally yang tengah menangis tersedu. Jemari mungil Sally mengetuk-ngetuk meja. Dahi mengendut, mata menyipit, mencoba melihat dengan jelas ekspresi Elang yang nampak biasa-biasa saja.

“Sall....?"

Sally menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya, pikirannya masih buyar setelah beberapa detik lalu Elang memutuskan hubungan keduanya yang tahun ini memasuki tahun ketiga.

"Lang, aku tahu kamu marah. Aku tahu kalau aku salah. Maafin aku, Lang."

Sambil terbata-bata Sally berusaha mengatakan kalimat itu pada Elang. Mata Elang tertuju pada Sally yang tengah merengek bak anak kecil tengah kedapatan berbuat salah dan berusaha untuk meminta maaf pada orang tuanya. Pikiran Elang seolah ditarik ke suasana malam itu. Malam di mana Elang menangkap basah Sally yang sedang selingkuh.

"Aku janji nggak bakal terulang lagi, Lang."

Cukup lama bungkam dan berusaha mendengar rentetan penjelasan dari Sally, sudut bibir Elang terangkat, senyumnya masam.

"Lakukan semaumu, Sall. Aku hanya ingin kita akhiri ini baik-baik. Apa artinya pacaran jika untuk terlihat tidak sendiri? Untuk apa menjadi palsu dan pura-pura bahagia?"

Sally menggeleng dan berusaha membendung cairan yang keluar dari kelopak matanya. Tak disangka kalimat Elang menjadi tamparan untuknya. Mungkin ini balasan Elang atas sikap Sally yang tak setia.

Ya, beberapa hari lalu Elang akhirnya menangkap basah Sally yang berselingkuh dengan lelaki lain.

"Bahagiaku cuma kamu, Lang." Ucapan Sally justru membuat Elang tak percaya.

Bagaimana bisa Sally selingkuh jika bersama Elang sudah membuatnya bahagia. Selama tiga tahun berpacaran, ini bukan kali pertama?

Ribuan maaf dan sesal sudah pernah Sally ucapkan. Namun kali ini Elang sudah tak tahan. Butuh waktu cukup lama bagi Elang akhirnya menyadari jika yang dicintai sepenuh jiwa belum tentu membalasnya sepenuh hati. Dan hari ini Elang mengambil pilihan untuk mengakhiri hubungannya dengan Sally.

"Hujannya sudah reda, aku harus pulang. Mulai sekarang kamu bebas, Sall."

"Lang....?" Sally menahan Elang agar tidak beranjak dari duduknya, namun dengan lembut Elang menepisnya.

Sally menatap Elang dengan iba, lalu tersenyum tipis melihat Elang pergi meninggalkannya.

******

Dalam sore yang tenang, Elang menikmati jalanan dari balik kemudinya. Setelah yang sudah terjadi Elang merasa lega. Tiga tahun bersama Sally, Elang sekuat tenaga menyangkal apa yang dikatakan hati hingga sekuat itu juga kata hatinya mendesak.

Dan hari ini adalah puncaknya.

Kring...kring..kring...

Dering ponsel yang berbunyi membuyarkan lamunan Elang, segera ia memasangkan earphone ke telinganya.

"Halo."

"Assalamualaikum.”

"Waalaikumsalam, Ma."

"Lang, kalau pulang bisa mampir swalayan? Ada beberapa yang habis, mama lagi nggak bisa keluar, Sayang."

"Ini Elang dah jalan, Ma. Mama kirim wa aja, apa yang harus dibeli."

"Mama wa ya, makasih sayang, Assalamualaikum."

Elang menghentikan mobilnya tepat di swalayan yang searah dengan rumahnya. Sebelum turun, ia mengecek apa saja yang harus ia beli. Belanja adalah pekerjaan yang tidak menyenangkan bagi Elang. Tak seperti kebanyakan orang yang suka berlama-lama. Saat sedang berbelanja, Elang memilih untuk langsung ke tujuan yang ia cari lalu membayarnya di kasir dan pulang.

Begitu juga kali ini. Setelah memastikan tidak ada yang terlewat, Elang membawa troli belanjanya ke meja kasir. Karena bertepatan dengan jam pulang kantor, swalayan terlihat ramai. Meski ada beberapa meja kasir tetap saja antriannya mengekor. Hampir lima menit menunggu, akhirnya tiba giliran Elang sampai depan meja kasir.

"Selamat datang di Hepi Swalayan," ucap seorang kasir dengan ramahnya menyambut setiap pembeli.

Suaranya nyaring mengambil alih perhatian Elang. Keduanya saling pandang lalu sebuah simpul simetris membentuk bulan sabit menghias wajah salah satu kasir yang berdiri menyambutnya. Sesaat Elang menikmati keindahan yang ada di hadapannya.
Elang segera mengeluarkan satu persatu barang belanjaannya dari troli.

Dengan cekatan, si kasir menghitung dan memasukkan satu persatu ke dalam kantong belanja. Untuk sesaat Elang ingin menghentikan waktu, ia ingin lebih lama menatap kasir swalayan itu. Gadis dengan tatapan yang menenangkan, bola mata hitam, serta alis yang rapi itu tengah sibuk melakukan pekerjaannya.

"Totalnya tiga ratus delapan ribu rupiah," ucapnya lembut.

Elang mengeluarkan dompet dan membayarkan uang sejumlah belanjaannya.

"Terima kasih, selamat datang kembali." Tanpa menghiraukan Elang, si kasir mempersilakan kembali antrian berikutnya untuk maju.

Elang berniat untuk menghampiri kembali kasir itu, namun ia mengurungkan niatnya. Ia sengaja tak ingin menggangu gadis yang sedang serius melakukan pekerjaannya itu.

******
Elang memarkirkan mobilnya di garasi rumah setelah mengeluarkan kantong belanjaan dari bagasi. Dengan langkah gontai Elang memasuki rumah.

Samar-samar terdengar suara seseorang yang cukup familiar baginya, Sally. Dugaannya benar. Mantan kekasihnya itu sedang mengobrol bersama mamanya di meja makan.

"Sudah pulang, Nak?"

“Assalamualaikum.”

"Waalaikumsalam. Dapat belanjaannya? Elang hanya mengangguk meletakkan kantong belanjaannya di atas meja. Sementara Sally hanya tertunduk.

Jemarinya memainkan gelas berisi orange juice. Tanpa menghiraukan Sally, Elang meninggalkan keduanya dan masuk ke kamar.
Elang membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil mengutak-atik ponsel. Ada beberapa pesan masuk yang tak belum sempat terbaca, termasuk dari Sally.

Dari luar, pintu kamar Elang ada yang mengetuk, lalu perlahan-lahan pintu terbuka dan memunculkan wajah sang mama.

"Sally sudah menunggu dari tadi. Kamu temui dulu, Lang."

"Ma, Elang...."

"Elang, dengar Mama, Sayang. Dalam hubungan wajarlah kalau ada berantem-berantemnya. Selesaikan baik-baik, Nak."

Elang memijit keningnya lalu bangkit sambil mengatakan,

"Ma, Elang sama Sally sudah berakhir. Semuanya sudah jelas dan nggak ada lagi yang harus dijelaskan."

"Mama tunggu di luar, ya?" Mama menepuk pundak Elang lalu meninggalkan kamar.

Kepala Elang menggeleng, lalu direbahkannya kembali tubuhnya. Sekilas gambaran tentang kasir yang ia temui tadi di swalayan muncul begitu saja. Elang mencoba menggali ingatannya, ia mencoba mengabadikan senyuman yang mengganggu pikirannya itu.

Namun, senyumnya mendadak hilang begitu saja bersamaan dengan suara mama yang kembali mengetuk pintu kamarnya.

"Kamu ngapain jam segini masih di sini, Sall? Ini sudah malam."

Sally tercengang mendengar kalimat Elang. Jika biasanya lelaki itu akan luluh usai drama putus nyambung seperti yang sudah-sudah, tapi ini berbeda. Kali ini Elang tak main-main, ia sungguh menyudahi hubungannya dengan Sally.

"Kamu pasti butuh waktu, Lang. Aku tau kal ...." Ucapan Sally menggantung.

"Sall, kita sudah selesai. Kamu harus terima semuanya seperti aku dulu yang selalu menerima apapun alasan yang kamu buat untuk alasan perselingkuhan kamu. Cukup, Sall. sudahi semua ini dan kamu bebas melakukan semaumu." Setelah mengatakannya pada Sally, Elang meninggalkan mantan kekasihnya itu terpaku menatapnya.

RANIAWhere stories live. Discover now