BAB 10

8 1 0
                                    

Pukul satu saing, matahari menyengat tanpa ampun. Sembari mengusap peluh di dahi, Rania berjalan menuju caffe setelah menyelesaikan transaksi dengan ojek daring.

Rania langsung mendapatkan sambutan ramah dari seorang pelayan ketika Rania baru memasuki pintu.

Tanpa harus berepot-repot mencari tempat, pelayan caffe dengan percaya diri menunjukkan meja yang sudah dipesan seseorang untuk Rania setelah memastikan identitas gadis itu.

"Kak, Rania?"

"Iya, benar." Rania yang tidak mengetahui tentang meja reservasinya terlihat sedikit kebingungan.

"Meja Kakak ada di sebelah sana," ucap sang pelayan sembari menunjuk meja yang berada tepat di dekat jendela.

Rania melihat ke arah yang ditunjukkan pelayan caffe.

"Mari, saya antar ke meja Kakak."

"Eh, tidak usah, Mbak. Saya bisa sendiri. Terimakasih sudah dibantu." Rania yang selalu hidup sederhana, merasa aneh dengan perlakuan khusus seperti ini.

"Baik, kalau begitu saya permisi," pamit sang pelayan lalu pergi meninggalkan Rania yang tersenyum seraya kembali mengucap terimakasih.

Rania menghela napas sebelum menuju meja. Ada rasa gugup yang ia rasakan. Selama hidupnya, Rania selalu melakukan segalanya sendiri. Saat masih SMA pun, Rania harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Tumbuh sebagai gadis mandiri, Rania tidak mau menjadi beban Tantenya. Gadis itu selalu berusaha untuk bertahan hidup tanpa harus merepotkan orang lain.

Mendapat perlakuan khusus seperti ini membuat Rania merasa aneh dan asing. Sekilas, sesuatu mengusik pikirannya.

Rania muali bertanya-tanya. Kenapa dia bisa menerima Elang? Seperti apa sosok laki-laki yang dengan perbuatan konyolnya, tiba-tiba mengatakan ingin mengkhitbahnya?

Bagaimana jika dia tahu latar belakang Rania dan menyesal?

Rania mengerjap sadar dari pikiran kalutnya. Gadis itu menggeleng cepat lalu berjalan menuju meja yang sudah dipesan khusus oleh seseorang yang akan betemu dengannya hari ini.

Rania tidak mau pusing sendirian dalam hal ini. Toh, mereka bertemu di tempat ini untuk membahas tentang kehidupan dan latar belakang masing-masing. 

Dengan langkah percaya diri, Rania berjalan melewati meja yang sudah terisi, dan sebagian ada yang kosong dengan sampah dan piring kotor di atasnya.

Rania tidak langsung duduk di meja. Gadis itu mematung beberapa saat menatap kursi dan meja di depannya.

Sebenarnya, orang seperti apa Elang itu? Kenapa dia memperlakukan Rania seperti ini? Menurut Rania ... Memesan meja khusus sedikit berlebihan.

Rania menarik satu kursi lalu duduk. Gadis itu tersenyum simpul saat melemparkan tatapannya dari kaca jendela yang menampakkan gedung-gedung pencakar langit.

"Sudah lama menunggu, ya?" Rania tersentak dengan kedatangan Elang yang tiba-tiba.

"Astaghfirullah hal'adzim"

"Aku ganggu, ya?" tanya Elang sembari tersenyum ramah.

Waktu dan segala kebisingan di caffe seolah berhenti saat itu juga ketika Rania bersitatap dengan laki-laki yang smberdiri di meja seberangnya.

"Enggak, kok," jawab Rania gugup

"Maaf, ya? Sedikit telat. Soalnya, tadi aku masih harus beresin kerjaan dulu.

"Iya, nggak papa, kok. Aku juga belum lama," jawab rania jujur.

Elang menarik satu kursi dan mengambil posisi berseberangan dengan Rania. Meja kayu berbentuk persegi itu terlalu minim untuk jarak merka. Rania tidak pernah berhadapan dengan laki-laki sedekat ini kecuali Ando.

RANIAWhere stories live. Discover now