Terjalin

128 18 7
                                    

Caturwulan terakhir kelas VI
Tahun 2001

"Anak-anak, mulai saat ini kalian sudah memasuki caturwulan terakhir di kelas enam, dan sebentar lagi kalian akan menjalani ujian sekolah. Ibu berharap kalian lebih rajin belajar agar kalian bisa lulus dengan nilai bagus dan bisa masuk ke SMP pilihan kalian. Paham anak-anak?"

Suara Bu Ita —wali kelas Tara dan Willy saat masih kelas lima yang juga menjadi wali kelas mereka di kelas enam ini— berbicara di depan kelas seusai mereka mengakhiri jam pelajaran hari itu disambut dengan koor Pahaaam dari anak-anak.

Sebenarnya saat itu mereka baru saja menerima rapor sisipan caturwulan dua di kelas enam.

"Ririn, Ayu, dan Willy, kalian mendapat nilai tiga besar di rapor sisipan caturwulan dua. Ibu harap nilai itu bisa dipertahankan, ya. Edo, Sigit, Agung, Gofar, nilai kalian yang paling mepet KKM, kalian harus lebih rajin belajar lagi ya, agar tidak banyak remidi dan bisa lulus ujian dengan nilai bagus."

Bu Ita menambahkan dengan menyebut beberapa nama yang masuk tiga besar dan masuk urutan terbawah di hasil rapor sisipan.

Setelah Bu Ita keluar kelas, diam-diam Tara melirik ke arah Willy yang duduk deretan bangku sebelah kanannya yang terpisah lorong dari bangku Tara sendiri. Sejak masuk sebagai anak baru di kelas lima tahun lalu, Tara tahu Willy adalah murid yang pintar. Dia selalu masuk ranking tiga besar di setiap caturwulan. Bahkan saat kenaikan kelas enam lalu Willy menjadi juara kelas. Willy jadi satu-satunya anak laki-laki selain Mas Seta—kakak Tara— yang menurut Tara punya kepintaran setara anak perempuan di kelas, berbeda dengan anak-anak laki-laki pada umumnya yang nilainya cenderung selalu di bawah anak-anak perempuan.

Tara sendiri memang bukan langganan ranking tiga besar di sekolah, tapi juga bukan termasuk biasa-biasa secara akademik. Selama ini Tara selalu masuk lima besar, atau serendah-rendahnya tujuh besar ranking kelas. Prestasi Tara juga ditunjang dari bidang non-akademik yaitu olah raga. Tara merupakan bintang olah raga di sekolahnya dan aktif membela sekolah melalui tim voli putri, basket putri, bulu tangkis, dan juga atletik khususnya lari dan renang.

Tiba-tiba Willy yang sedari tadi sibuk mencoret-coret bukunya dan berbicara dengan Angga yang duduk di sampingnya menoleh ke arah Tara. "Ra, nanti aku gag bisa ke rumahmu. Kamu aja yang anterin bukuku ke rumah ya, "

Tara yang kaget langsung mengerucutkan bibirnya, "Ih, nanti sore aku mau lari sama Mas Seta, Wil!"

Sebelumnya Willy memang berencana untuk ke rumah Tara dan mengambil buku catatannya yang tertinggal di sana saat mereka belajar bersama hari Minggu lalu. Namun tiba-tiba ia diajak oleh Mamanya untuk pergi.

"Hmm, yaudah deh, nanti kalau aku pulang aja baru ke rumah kamu." Kata Willy kemudian dan dibalas anggukan serta acungan jempol oleh Tara.

***

Tok tok

"Mbak, ada Willy di bawah. Katanya mau ambil buku."

Tara mendongak dari buku yang sedang ia baca saat ibunya mengetuk pintu kamar dan memberi tahu Willy datang. Saat itu sudah pukul tujuh malam.

"Ya Buk, tunggu."

Tara segera melompat dari tempat tidurnya dan meraih buku milik Willy yang memang telah ia siapkan di atas meja belajar.

Saat Tara sampai di ruang tengah Willy sedang memakan kue cokelat buatan ibunya bersama dengan Nara, adik Tara yang masih TK. Willy dan Nara memang sama-sama penggemar panganan manis, terutama kue-kue, tak heran keduanya sama-sama gendut.

"Cokolat teruusss... Gigimu ilang semua itu Dek, kebanyakan makan cokolat!" Seru Tara pada Nara yang asyik mengunyah.

"Nara... Kan itu buat Kak Willy. Nara sudah makan banyak tadi." Ibu Tara ikut berseru menegur Nara dari arah pintu dapur.

Tara & Willy | {IND}Where stories live. Discover now