Jangan Kerja Terus, Ale!

968 121 38
                                    

Ale Erisha - World Mental Health Day Special Edition.

Time settings: Waktu Ale dan Erisha baru kenal.

-----

"Gue bisa gila kerja bareng Erisha."

"Tiga..."

Ale menoleh ketika omelannya disambut oleh Raymond. "Ngapain lo?" tanyanya.

"Ngitung," jawab Raymond acuh tak acuh. Berkebalikan dengan Ale yang berkutat dengan laptopnya seakan dikejar-kejar waktu, Raymond justru asyik memberi makan kucing yang sejak tadi bergelung manja di dekat kakinya.

Ale berdecak pelan, lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling kafe. Rocki sedang menyantap makan siangnya, sedangkan Faris sedang mengotak-atik kamera. Melihat Faris, Ale sedikit bersyukur. Setidaknya ada satu temannya yang juga produktif seperti dirinya.

"Gue bisa gila--"

"Kerja bareng Erisha." Raymond memotong sambil mengelus puncak kepala kucing lalu menegakkan badannya menatap Ale. "Empat. Udah empat kali kau bilang bisa gila kerja bareng Erisha. Betulan gila baru kau tahu rasa!"

Rocki dan Faris sontak menoleh lalu tertawa, sedangkan Raymond sampai terbahak-bahak karena dari tadi ia yang paling memperhatikan uring-uringan sang Bos.

Ale bersungut-sungut. Apanya yang lucu? Dia betulan kesal. Bagaimana tidak, sampai jam segini Erisha belum datang. Padahal menurut Ale, seharusnya cewek itu sudah ada di kafe ini satu jam sebelum filming dimulai. Banyak yang harus Erisha persiapkan di lokasi agar hasilnya nanti maksimal. Katanya sudah profesional, tapi manajemen waktu saja buruk.

"Makan siang dulu lah, Lek, sebelum kau gila betulan." Raymond menepuk-nepuk punggung Ale sambil melongok apa yang sedang dikerjakan temannya itu di laptop. Melihat apa yang terpampang di layar laptop Ale, pemuda Batak itu mendelik. "Ini kan buat bulan depan, Lek. Kau kerjakan sekarang?! Pantas dari tadi kau marah-marah. Beban yang harusnya buat nanti numpuk semua di kepala kau!"

"Berisik lo, Mond." Ale menyahut sinis, lalu melirik jam tangannya lagi. "Ck, Erisha... bisa gila gue--"

"Selamat siang, semua!"

Suara yang mirip alarm kebakaran itu seketika membuat orang-orang menoleh. Termasuk Ale yang akhirnya merasakan tegang di bahunya turun melihat siapa yang datang.

"Untung Dik Erisha datang sebelum Ale gila." Raymond menyambut pertama kali.

"Ale gila? Kenapa?" Erisha bertanya polos, yang justru mengundang tawa orang-orang di sana.

"Nungguin lo, Sha." Faris yang menjawab.

"Loh..." Erisha melihat jam tangannya. "Bukannya gue malah dateng lebih awal, ya? Gue disuruh dateng jam 3, kan? Ini setengah 3 aja belum."

"Iya, Sha, lo bener, kok. Kita semua emang pakai WIB, Ale doang yang pakai zona waktu Mesir. Makanya jam dia beda sendiri," timpal Rocki.

Erisha tertawa sambil melirik Ale yang ekspresi wajahnya amburadul. Kelihatannya ada yang terjadi pada cowok itu. Hmm, lagi badmood? Atau jangan-jangan Ale kesal karena menunggunya? Yang benar saja? Dia kan nggak terlambat, bahkan datang lebih awal.

"Erisha udah dateng, nih. Mending lo makan siang dulu, Le," suruh Faris. "Lo juga makan dulu, Sha. Udah disiapin konsumsi, tuh."

Erisha tersenyum. "Gue udah makan banyak kok sebelum jalan ke sini. Jaga-jaga kalau filming molor sampai malem."

Raymond bertepuk tangan dan mengacungkan jempol pada Erisha. Rocki dan Faris ikut mengacungkan jempol sambil mencuri lirik ke arah Ale yang kelihatannya lebih berminat memelototi laptopnya daripada berinteraksi dengan orang-orang.

Short StoryWhere stories live. Discover now