01

33 9 2
                                    

Gadis itu selalu duduk di pojok sendirian. Di tengah kelas yang riuh rendah pada pagi sebelum bel masuk berdentang, dia memandang jauh keluar jendela.

Pagi itu, waktu Soraru baru saja melewati ambang pintu kelas, gadis itu menoleh. Kontak mata yang tidak direncanakan terjadi, membuatnya buru-buru mengalihkan pandangan ke sembarang arah. Sedangkan Lon sudah tersenyum riang sembari melambaikan tangannya tinggi-tinggi.

"Soraru! Tugas bahasa Inggris sudah selesai? Katanya hari ini bakal dinilai," tanya salah seorang temannya, menyapanya dengan sebuah kabar dan bukannya ucapan selamat pagi.

"Oh, belum," jawab Soraru, menarik kursi dan duduk di tempat biasa dia duduk, kemudian merogoh tas dan mengeluarkan bukunya. "Urata, bagi jawaban nomor sepuluh dan enam belas."

Tak mendapat balasan untuk lambaian tangannya, senyum Lon memudar.

Sebentar lagi, tunggulah sebentar lagi.

Di sisi kelas yang lain, Soraru mencoba menyibukkan pikirannya dengan melengkapi tugasnya. Tapi meski tangannya sibuk menulis, bibirnya sibuk berdiskusi, dan matanya sibuk menatap catatan materi, perasaan ganjil di sudut hatinya kian menumpuk.

Setelah bel pulang berbunyi, aku akan pergi menemuimu.

Hujan turun lagi sore itu. Menjelang musim panas yang kering dan terik, normalnya orang-orang akan mengikuti saran pembawa berita cuaca di pagi hari untuk membekali diri dengan payung. Soraru adalah satu dari sekian orang itu.

Payung biru gelap dikembangkan. Pemuda itu kemudian berjalan sedikit tergesa menuju halaman belakang sekolah. Hamparan tanah yang ditumbuhi beragam tanaman dan bunga itu lengang, menyisakan bunyi tetes hujan yang kian deras. Tidak ada siapapun di sana.

Soraru menghembuskan napasnya yang terasa dingin sebelum memutuskan untuk berbalik.

"Soraru-san!"

Panggilan itu menghentikannya seketika. Sebelum terlanjur melangkah, pemuda itu memutar badannya kembali dan menemukan seorang gadis berperawakan mungil berdiri di balik pohon bugenvil, tengah melambaikan tangan tinggi-tinggi.

Lagi-lagi, dia tak melindungi dirinya sendiri di bawah guyuran hujan.

Soraru berjalan mendekatinya dan memberi setengah ruang di bawah payungnya untuk gadis itu. "Di mana payungmu?"

"Oh, iya. Aku lupa, hehehe," katanya sambil menepuk dahi dan tertawa polos.

"Apa kamu tidak kedinginan?"

Tidak ada banyak ruang di bawah naungan payung, sehingga saat Lon menoleh demi mendengar pertanyaan itu, Soraru dapat melihat jelas wajahnya dari dekat. Gadis itu memiliki mata bulat dengan sepasang iris biru jernih. Terlihat seperti batu kristal, tapi warnanya mengingatkan Soraru akan kedalaman lautan. Tanpa sadar, dia terperangkap dalam tatapan itu yang kian menariknya jauh, jauh lebih dalam, sampai Soraru tenggelam bersama keterpanaannya.

"Kalau pulang kehujanan, aku selalu minum secangkir teh hangat di rumah," ucapnya.

Suaranya seperti lapisan gulali yang menyerupai kaca; manis, tapi terdengar rapuh. Sebagaimana Soraru memandang gadis itu akan tingkahnya yang kekanakan. Sebagaimana dia memiliki tatapan sepolos anak kecil yang paling suci di dunia.

"Soraru-san, apa kamu mau datang ke rumahku?"

[01. di bawah hujan]

water depth [soralon]Where stories live. Discover now