03

32 8 0
                                    

Seruan dari tengah lapangan yang memanggil namanya itu hanya Soraru balas dengan lambaian singkat, tapi tidak menghentikan langkahnya menyusuri jalanan yang di atasnya berserakan kelopak-kelopak sakura. Hari pertama sekolah setelah liburan musim dingin yang panjang berakhir. Soraru lagi-lagi menolak ajakan bermain bersama teman-temannya, kali ini untuk menguasai lapangan sepak bola berhubung mereka sudah menyandang status kakak kelas.

Kalau bukan karena kemampuan bergaulnya di kelas, mungkin Soraru sudah dianggap 'orang luar'. Dia masih peduli akan pandangan orang lain terhadapnya. Seperti kebanyakan orang lainnya, dia berusaha menyesuaikan diri di tengah lingkungan agar diterima.

Berbeda dengan Lon, gadis penyendiri yang punya dunianya sendiri.

"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya pada gadis mungil yang tengah terduduk di tengah lahan padi dengan baju dan sebelah pipi ternoda lumpur.

"Soraru-san!" sambut Lon ceria begitu melihatnya mendekat. "Begini, kamu tahu 'kan, aku ini sangat pelupa, jadi aku mau membuat catatan, tapi ada serangga menghampiriku lalu aku berteriak, waaah! Kemudian wuuush, pulpenku hilang."

Heh. Soraru mendengus geli, nyaris tertawa.

"Aku bantu."

Pemuda itu ikut menyeburkan kakinya ke dalam kolam lumpur sambil membungkuk, meraba-raba ke dasarnya. Tak butuh waktu lama baginya untuk menemukan benda itu dengan tangannya. Begitu Soraru angkat genggamannya dari lumpur, didapatinya sebuah pulpen mekanik warna merah muda.

Itu adalah hadiah ulang tahun Lon tahun lalu dari Soraru. Harganya tiga ratus yen.

"Kamu menemukannya! Terima kasih, aku sangat suka pulpen ini," sorak riang si gadis pirang. Senyumnya melebar begitu dia menerima benda miliknya kembali.

"Apa yang kamu catat?"

"Oh, iya."

Lon merogoh saku roknya, tidak peduli tangannya yang masih berlumur tanah, mengeluarkan secarik kertas yang terlipat. Alis Soraru terangkat sebelah melihat sepatah kata yang tertulis di sana.

"Takeshi ...?"

"Oh, iya! Dunia Alam Takeshi tayang pukul dua siang!"

"Tapi, sekarang sudah jam tiga."

Soraru menatap Lon, memperhatikan apakah dia kecewa, namun gadis itu hanya balas menatapnya dalam diam. Di detik ketiga keduanya saling bertatapan, mereka sama-sama tertawa.

Yang mereka tertawakan hanyalah hal konyol, tetapi itu adalah tawa terlepas Soraru seharian ini.

"... Ayo pulang."

Ajakan singkat Soraru dibalas sebuah anggukan kepala.

Menemani Lon berjalan pulang mungkin sudah menjadi rutinitasnya setiap sore. Kali ini, dia harus segera mengantar gadis itu pulang, setidaknya sebelum menjadi perhatian orang lewat karena penampilan kotornya. Tapi Lon melangkah pelan-pelan di belakang Soraru, dengan kepala tertekuk menghadap jalan.

"Papa bilang dia akan menetap di Jepang agak lama."

Soraru berhenti dan memutar badan, mendapati Lon tak lagi melanjutkan langkah. Saat dia perhatikan baik-baik, kedua tangannya yang mencengkeram rok hingga kusut itu terlihat sedikit bergetar.

"Aku tidak mau pulang ..." lanjutnya lirih. Muncul genangan di matanya yang sebentar lagi meleleh sebagai air mata. "Aku mengotori seragamku lagi ... mereka pasti sangat marah."

Tangan pemuda itu terangkat, mengusap puncak kepala gadis pirang yang terlanjur terisak. "Aku akan menemanimu, nanti kita minta maaf bersama."

Soraru tidak tahu caranya menenangkan anak gadis yang menangis, juga tidak pernah menyangka akan melihat Lon yang selalu ceria tiba-tiba berlinang air mata. Dia hanya berharap tangisnya mereda sembari mengusap pipi basah gadis itu dengan jemarinya.

Bahkan saat menangis, rona-rona kemerahan yang muncul pada wajahnya membuatnya terlihat cantik. Kedua mata sejernih batu kristal itu menatapnya dengan tatapan yang begitu polos dan suci, memunculkan secuil hasrat Soraru untuk menjadi orang pertama yang menodainya.

"Soraru-san, kenapa kamu mau mengurusiku?"

Kenapa? Dia juga tidak tahu.

Sejak awal mengenalnya, Soraru tertarik padanya secara natural. Seolah tersihir oleh pesonanya, tubuhnya bergerak tanpa dia sadari. Tiba-tiba, tangannya sudah menyentuh kedua pipi gadis itu saat Soraru menghapus jarak di antara wajahnya dengan Lon, sampai mempertemukan bibir keduanya.

Gadis itu ibaratnya lautan, dan Soraru membiarkan dirinya tenggelam ke kedalaman yang misterius sekaligus mempesona. Dia tahu, yang menunggunya di dasar sana ...

"Soraru-san?"

... adalah Lon.

Kesadarannya baru datang begitu wajahnya dengan Lon kembali berjarak. Soraru sontak mundur saat sekujur wajahnya terlanjur memanas.

Sedangkan, di depannya, Lon bergeming. Jejak air matanya masih tersisa di wajah, tapi isaknya sempurna berhenti. Namun saat keduanya berpandangan, yang Soraru dapat dari tatapan itu hanyalah kebingungan.

Sial.

"Aku harus pulang."

Hanya begitu saja, Soraru memutar badan dan meninggalkan Lon yang hanya memperhatikannya menjauh. Kakinya melangkah semakin cepat, mengimbangi irama degup jantung dalam dada. Sedangkan kepalan tangannya mengerat.

Kenapa?

Meski dia sendiri yang memulainya, kenapa hanya Soraru yang merasa malu dan salah tingkah?

[03. yang kotor dan suci]

water depth [soralon]Where stories live. Discover now