Prolog

659 65 25
                                    

===== WARNING!!! =====

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

===== WARNING!!! =====

⛔ DILARANG KERAS MENJIPLAK CERITA INI UNTUK DIPUBLIKASIKAN ULANG DI  TIKTOK, INSTAGRAM, YOUTUBE,
ATAU PLATFORM LAINNYA! ⛔

==================================

Siang yang cerah terlihat sejoli yang sedang mengaitkan kelingkingnya itu saling tatap dengan tulus. Pada jempol mereka masing-masing diberikan sayatan kecil dan keluarlah tetesan darah segar, kemudian mereka menempelkan kedua jempol itu hingga darah mereka menyatu.

Keduanya tersenyum penuh makna satu sama lain.

"Dengan ini, maka perjanjian berlaku sejak hari ini. Janji yang tidak boleh dilanggar sampai kapan pun. Janji yang akan selalu mengikat kita. Sampai akhir."

Lelaki yang memegang gitar di hadapannya itu pun tersenyum. "Selamanya hanya ada kamu yang bersamaku." ucapnya serius.

"Selamanya hanya kamu yang akan memenuhi duniaku." Jena nyengir kuda, menampakkan sederet giginya yang tersusun rapi.

"Cinta kita akan berlangsung selamanya." Gumam Jimin dengan pandangan yang tertuju pada langit di atas kepala mereka.

"Ya, selamanya." Jena juga mengikuti arah pandang lelaki di hadapannya itu.

Yang baru saja mereka ikrarkan adalah sebuah janji yang telah mereka sepakati.

Janji untuk saling mencintai. Janji untuk tidak pernah meninggalkan. Dan janji akan bersama selamanya sampai maut memisahkan.

Rooftop di gedung SMA mereka telah menjadi saksi bisu di mana janji mereka dibuat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Rooftop di gedung SMA mereka telah menjadi saksi bisu di mana janji mereka dibuat. Tempat yang menjadi saksi dimulainya kisah cinta mereka.

Mereka melepaskan kaitan kelingking dan jempolnya, lalu merebahkan diri sambil masih menatap langit biru yang sedang cerah siang itu. Tidak terlalu panas matahari menyengat kulit mereka.

Jena memiringkan kepalanya ke kanan agar menempel pada pundak Jee Min. Lelaki itu mengambil tangan kanan Jena dan memasukkan ke dalam mulutnya. Ia menghisap darah yang masih mengalir dari jempol Jena.

"Kenapa harus pakai darah, sih, Jim?"

Jee Min mengecup jempol Jena dengan lembut. "Darah itu mengikat, Jen. Ibarat hitam di atas putih, kita butuh cap dan tanda tangan agar sah sebuah perjanjian, kan? Nah, karena perjanjian kita hanya lisan, maka untuk mengesahkannya, kita perlu darah. Itu akan menjadi pengikat yang kuat. Jadi, kalau suatu saat salah satunya melanggar, maka akan ada hukuman yang diterimanya."

"Hukuman? Hukuman seperti apa?" Jena menoleh penasaran.

Jee Min tersenyum. "Tidak tahu. Mungkin hanya semesta yang tahu jawabannya. Saksi janji kita, kan, hanya semesta."

"Apa kamu akan melanggarnya? Kamu, kan, suka tidak tepat janji." tanya Jena masih menatap Jee Min.

Tangan kanan Jee Min diletakkan di belakang kepala. "Aku tidak tahu," 

"Yaa!! Apa maksudnya tidak tahu?!" Jena memukul pundak Jee Min kesal.

Jee Min tertawa terbahak. "Bercanda, Sayang. Tentu, aku tidak akan melanggarnya. Aku mencintaimu, Jen. Sangat. Jadi, bagaimana mungkin aku akan melanggarnya?" ia menoleh pada Jena.

"Menyebalkan!" Jena menarik hidung Jee Min dengan gemas.

"A-aaw! Aw! Aw! Sakit, Jena!" protesnya.

"Biar saja! Habis kamu menyebalkan!" Jena mengerlingkan matanya. "Tapi aku serius, Jim. Bagaimana jika salah satu dari kita melanggarnya? Kita saling berkhianat? Saling meninggalkan? Atau bahkan melupakan janji ini?"

Jee Min menatap Jena serius. "Kalau seperti itu, mungkin Tuhan akan membuat kita mati bersama sebagai hukumannya." Ia tertawa lagi.

Jena memukul Jee Min lagi dengan kencang berulang kali. "Yaa!! Sembarangan sekali mulutmu itu kalau bicara, eoh! Bagaimana kalau itu benar terjadi? Kamu sendiri yang bilang, semesta jadi saksi janji kita."

"Apa kamu takut?"

"Tentu saja! Aku belum mau mati muda, ya!" Jawab Jena dengan wajah manyunnya.

Jee Min tertawa melihatnya. "Kalau begitu, yang perlu kita lakukan hanya satu, Kim Jena."

"Apa?"

"Setia sampai akhir. Dan saling menepati janji." Jee Min mencubit pipi Jena dengan gemas.

"Aku, sih, sepertinya tidak akan melanggarnya. Kalau pun ada yang akan melanggarnya, orang itu adalah kamu, Kang Jee-Min." Jena menjulurkan lidahnya tanda meledek. "Eh, tapi tidak tahu juga sih kalau ada yang lebih tampan." Sambungnya kemudian.

Jee Min mencolek pinggang Jena. "Apa kamu bilang? Jadi, kamu akan berpaling kalau ada yang lebih tampan dariku? Begitu maksudmu, Kim Jena?" ia menggelitiki gadis itu.

Jena tertawa puas menggoda Jee Min. Ia bangkit untuk menghindari serangan dari lelaki itu. "Ani, ani, aku bercanda, Kang Jee-Min. Berhenti menggelitikiku!" teriaknya sambil berusaha menjauhkan tangan Jee Min dari pinggangnya.

Jee Min bukan menjauh, tetapi ia justru menarik Jena untuk mendekat. "Terima kasih sudah selalu bersamaku. Jangan tinggalkan aku, nee? Kamu akan menjadi gadisku selamanya."

Cup!

Jee Min mengecup bibir Jena singkat.

Jena diam tidak berkedip. Untuk beberapa saat, ia dapat merasakan wajahnya memanas, atau bahkan sudah merona.

Ini pertama kalinya bagi Jena bersentuhan bibir dengan Jee Min. Mereka sudah biasa dekat. Mereka sudah sering berpelukan dan berpegangan tangan. Mereka juga sudah pernah tidur satu ranjang bersama. Hanya tidur. Tanpa tanda kutip.

Mereka memang sudah cukup dekat. Tapi untuk saling bersentuhan antara bibir dengan bibir ...

"Kenapa lucu sekali wajahmu itu, Jena?" tanya Jee Min yang segera menyadarkan Jena dari lamunan.

Lelaki itu menarik Jena semakin dekat padanya, dan melingkarkan sebelah tangannya di pinggang Jena dengan posesif. Ia menatap mata Jena lekat.

"Kamu kaget?" tanya Jee Min pelan.

"Hmm," gumam Jena.

"Waeyo?" Jee Min masih menatap manik mata Jena.

"I-itu--"

Tanpa aba-aba, Jee Min ingin menjatuhkan bibirnya ke bibir Jena lagi. Namun, Jena segera meletakkan tangannya di depan bibir. Bukan berhenti, Jee Min pun tetap mencium telapak tangan yang menghalangi bibir kekasihnya itu.

"Saranghae, Kim Jena." ucap Jee Min pelan, lantas ia mengecup lembut kening Jena.

🌿

Annyeong yeorobun.

Selamat datang di cerita "Janji Setia". Terima kasih sudah berkenan mampir.

Yang suka ceritanya, jangan lupa tinggalin jejak vote dan komennya ya.

Gomawo.

Love, Cha ❤

- 22/08/22 -

Janji Setia | PJMWhere stories live. Discover now