Sang Konsultan

239 9 2
                                    


  +*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*-*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+

       Dua hari sejak Raka menghubungiku terakhir kali, kami tidak pernah bertemu lagi. Aku tidak masuk sekolah dan beralasan sedang sakit. Tidak sepenuhnya bohong karena memang aku sedang sakit. Sakit hati lebih tepatnya. Aku meringis setiap mengingat percakapanku dengan Raka malam itu. Mungkin benar aku yang terlalu bodoh dan salah mengartikan perhatian Raka kepadaku selama ini. Tapi siapa yang tidak akan berfikir seperti itu jika perhatian yang diterima melebihi yang seharusnya diberikan oleh seorang sahabat.

Knok knok knok...

Pintu kamarku terbuka sedikit, memperlihatkan seorang wanita paruh baya sedang berdiri di sana. Dia tersenyum lembut kepadaku. Rania Subekti, begitu orang-orang memanggilnya. Ia berjalan pelan lalu duduk di atas kursi merah muda yang terletak di sebelah tempat tidur.

" Sudah makan sayang ?" Ia mengusap pelan kepalaku. Kebiasaannya jika sudah berada didekatku.

Aku menggeleng pelan. Terdengar desahan dari bibir tipisnya yang dipoles lipstick merah. Lagi-lagi dia mengusap kepalaku dan membawaku ke dalam pelukannya. Memberiku sedikit kehangatan karena panas tubuhnya yang mulai menjalar ke tubuhku.

" Sampai kapan kamu mau begini sayang? Mama ajak ke rumah sakit nggak mau, makan juga malas-malasan. Mama jadi bingung mau ngapain, sebenarnya kamu kenapa sih. Kalau punya masalah cerita sama mama."

Ya, wanita ini adalah orang yang sudah melahirkanku. Mama, mamaku yang cerewet jika sudah menyangkut anak-anaknya. Bagiku itu wajar, memang semua orang tua begitu kan?

  Aku tersenyum dalam pelukannya. Mama memang selalu seperti ini. Terlalu peka dan mungkin sedikit kepo dengan apa yang sedang dialami anaknya. Masalah cinta terutama. Mama adalah konsultan percintaan terhebat dan terpercaya di sekitar kompleks perumahan, setidaknya bagi kak Reno anak tetangga sebelah.

Aku mengangkat kepalaku untuk melihat wajah mama. Lalu perlahan melepaskan tubuhku dari pelukannya.

"Aku nggak apa-apa kok ma, cuma lagi capek aja. Nanti kalo udah siangan dikit, aku baru makan. Lagian tadi udah minum susu. Mama nggak usah khawatir." Ujarku sambil tersenyum.

"Mama tahu kamu sedang nggak baik-baik aja. Dua hari nggak keluar kamar mana bisa dibilang nggak kenapa-kenapa. Kalau punya masalah cerita dong sama mama. Nanti kita cari solusinya sama-sama."

Aku masih diam mendengarkan mama berbicara. Tiba-tiba mama mendekat lalu menyipitkan mata ke arahku.

"Apa ini soal cinta? Kamu udah punya pacar? Kenapa nggak bilang-bilang sama mama kalau udah punya pacar? Ya Tuhan...papa anakmu sudah besar pa..." mama jadi heboh sendiri. Aku hanya bisa geleng kepala melihat tingkah mama.

"Jadi siapa pacar kamu, kapan jadian, dan...kalian bertengkar?" Mama terlihat berhati-hati mengucapkan pertanyaan terakhirnya.

Aku menundukkan kepala. Kemudian mengangkatnya kembali hingga mataku bertemu mata mama yang sedang memandangku. Aku menarik nafas pelan.

"Aku nggak punya pacar ma, jadi nggak ada yang namanya jadian. Semuanya berakhir bahkan sebelum dimulai." Tanpa sadar suaraku berubah lirih. Mama memandangku sedih.

"Kenapa begitu?"

"Dia sudah punya pacar, aku pikir dia suka sama aku karena dia ngasih perhatian yang lebih. Tapi ternyata..." Tanpa sadar ceritaku mengalir begitu saja. Mama masih setia mendengarku sambil sesekali mengangguk tanda mengerti.

"Jadi teman sekolah kamu, apa mama kenal orangnya?"

   Aku menggeleng pelan. Lebih baik tidak memberitahu mama kalau orang itu Raka. Karena, sebenarnya mama bukan orang yang pandai menjaga rahasia. Jadi lebih baik aku menyimpannya sendiri saja.

"Mama penasaran, sebenarnya bagaimana wujud orang yang sudah membuat hati anak mama ini layu sebelum berkembang."

Aku terkekeh pelan mendengar kata-kata mama. Mama memang seperti ini kalau sudah menyangkut masalah percintaan, gaya bahasanya langsung berubah.

"Layu sebelum berkembang." Aku kembali tertawa saat mengulang sendiri ucapan mama.

Mama tersenyum lembut lalu kembali membawaku ke dalam pelukannya.

"Sudah merasa baikan?"

Aku mengangguk pelan lalu tertawa dalam dekapan mama. Mama memang bisa diandalkan jika aku dalam suasana hati yang tidak baik.

"Jangan terlalu dipikirkan. Cinta dimasa muda memang seperti itu. Tidak semuanya bisa berakhir indah. Mungkin sedikit menyakitkan tapi nanti juga gampang dilupakan. Kamu masih muda, jangan terpaku sama satu cinta saja. Masih banyak yang lain di luar sana,  yang mungkin masih belum ada tuannya."

  Aku kembali tertawa.

"Mama pikir aku lagi nyari binatang peliharaan?"

"Loh kok binatang peliharaan?"

"Ya mama ngomongnya pake tuan-tuanan segala. Kan binatang peliharaan yang ada tuannya."

"Aduuhh...maksud mama yang belum punya pacar. Kamu ini ada-ada aja deh." Mama melepas pelukannya lalu beranjak dari tempat duduknya.

"Ya sudah, kamu istirahat saja dulu. Setelah ini mama bikinin sup ayam kesukaan kamu. Kalau udah selesai nanti mama bangunin."

  Aku kembali mengangguk. Lalu mama melangkah keluar dan menutup kembali pintu kamarku. Baru saja aku menarik selimut, tiba-tiba pintu kamar kembali terbuka. Kepala mama menyembul dari balik pintu.

"Inget jangan terlalu dipikirin."

   Sebelum aku sempat menjawab, pintu kembali tertutup. Lalu terdengar suara langkah kaki yang mulai menjauh meninggalkan kamarku. Aku mendesah pelan lalu kembali menarik selimutku hingga sebatas dada. Mulai memejamkan mata dan mencoba menghilangkan bayangan yang selama beberapa hari ini mendominasi pikiranku.

   Apa lagi hal yang bisa mendominasi isi kepalaku dan membuatku susah tidur selain, Raka...

+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+

  Whooaaa...akhirnya bisa balik lagi. Ada yang masih baca? *semoga ada*
Sedikit cerita, beberapa hari ini aku lagi sibuk bantuin acara nikahan kakak, jadi lama bikin update-annya. Dan aku tipe orang yang biasanya cuma nulis di saat sedih atau marah. Karena di saat-saat seperti itu biasanya imajinasiku muncul dan bertebaran kayak jamur di musim hujan *nggak tau deh penulis lain ada yang kayak gitu juga*
Tapi untuk hari ini aku nulis dalam suasana hati yang luarrr biasaaa...Sebenernya nggak ada niatan buat update cerita, tapi tiba2 semangat nulis setelah baca ending-nya BS punya bebebku @Zeeyazee *mungkin gara2 geregetan sama endingnya*  Jadi part ini aku dedikasikan buat bebebku yang satu itu, juga buat teman-temans yang sudah baca & masukin ke reading list kalian, dan bersedia ngasih bintang & komentarnya.
Ai lope you gaessss...

Salam sayang,

Queenza95

When Cinta Meet LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang