Chapter 1 - Shabrina

969 31 2
                                    

Shabrina Faradilla Atmodjo atau yang biasa dipanggil Shabrina oleh orang-orang disekitarnya. Shabrina adalah seorang dokter muda, ia sudah menyelesaikan masa koas. Shabrina adalah anak yang cerdas, dia anak tunggal yang lahir dan tumbuh di keluarga yang berprofesi sebagai dokter. Papanya adalah seorang dokter spesialis kandungan dan Mamanya dokter spesialis anestesi. Keduanya bekerja di Rumah Sakit Dr. Soetomo dan Papanya memiliki klinik pribadi di kota Surabaya.

Shabrina kecil akrab dengan kehidupan rumah sakit. Dia lahir ketika Papa dan Mamanya masih menjalani masa residen. Karena itu pula akhirnya Shabrina terjerumus ke kehidupan sebagai dokter. Ya, terjerumus.

Mamanya adalah dr. Hidayanti Utami, Sp.An-KNA. Dokter spesialis anestesi senior bidang neurologi atau syaraf di RS Dr. Soetomo Surabaya. Mamanya lembut dan penyayang. Sangat berbanding terbalik dengan Papanya. Papanya adalah sosok yang sangat keras dan tegas. Beliau adalah dr. Hermanto Tri Atmodjo, Sp.OG-KFER. Dokter Herman adalah dokter spesialis kandungan yang terkenal di Surabaya. Kliniknya tidak pernah sepi pasien. Beliau sengaja menyiapkan klinik itu untuk diwariskan kepada Shabrina. Karena alasan itu sejak kecil Shabrina dipaksa untuk belajar lebih keras dari anak-anak seumurannya. Hidupnya hanya diisi dengan belajar, belajar dan belajar. Tidak ada waktu bermain di luar sama sekali untuk Shabrina. Shabrina harus masuk SD di usia yang belum genap 5 tahun, dipaksa belajar giat untuk menyelesaikan SD selama 5 tahun saja. Kemudian ketika SMP dia dipaksa untuk belajar lebih giat lagi di kelas akselerasi, sehingga dalam waktu 2 tahun dia berhasil tamat SMP. Begitupun masa SMA yang juga ia tamatkan dalam waktu 2 tahun saja. Setelah lulus SMA dia masuk ke Universitas Airlangga sebagai mahasiswi termuda yaitu berusia 14 tahun menuju 15 tahun, dan tentunya seperti skenario yang sudah diatur Papanya sejak awal, Shabrina masuk ke Prodi Pendidikan Dokter Umum. Ia lulus dalam waktu 3 tahun 10 bulan. Dia menyandang gelar S.Ked di usia 19 tahun dan juga mahasiswi yang menyandang gelar sarjana termuda di Universitas Airlangga dalam wisuda angkatan itu. Untungnya memang Shabrina dibekali kecerdasan diatas rata-rata. Itu yang membuatnya bisa bertahan di tengah gempuran ekspektasi Papanya yang sangat tinggi. Setelah menyandang gelar Sarjana Kedokteran, Shabrina melanjutkan studinya dengan melaksanakan koas di Rumah Sakit di daerah Kabupaten Malang. Saat ini dia sudah menyandang gelar sebagai dokter muda dan masih menjalani internship di puskesmas Wonokromo, Surabaya setelah sebelumnya selama 6 bulan dia melaksanakan internship di Rumah Sakit Dr. Soetomo. Tinggal satu bulan lagi dia akan dengan bebas melakukan praktek dimanapun itu. Tentu saja besar kemungkinan dia akan praktek di klinik Papanya, sesuai yang sudah disiapkan.

"Na dimana?" Panggil orang di sebrang telepon sana
"Di rumah mas" jawab Shabrina
"Temenin nobar yuk. Di tempatnya temenku, gak di cafe"
"Nobar apa?"
"Bola"
"Juventus? Gak ah aku di rumah aja"
"Bukan, timnas ini"
"Timnas bola?"
"Iya. Temeninlah dek" katanya lagi
"Yaudah boleh tapi jemput di rumah, bilang sama Mama Papa dulu"
"Siap. Meluncur sekarang"

Dia adalah Rendy, sepupunya. Anak dari kakak Papa Shabrina. Sebagai anak tunggal, Shabrina memang kesepian, belum lagi dia harus memahami kesibukan orang tuanya sebagai dokter jadi dia lebih sering sendirian di rumah. Dia juga tidak memiliki teman dekat karena sibuk belajar. Dan sepupu-sepupunya saja yang akhirnya mengajak Shabrina jalan-jalan atau bahkan hanya sekedar main ke rumahnya. Termasuk Rendy ini. Setelah selesai bersiap pergi, dia menuju ke ruang tengah. Rendy sudah ada disana sedang ngobrol dengan Mama Hida

"Papa belum pulang, Ma?" tanya Shabrina
"Belum. Mungkin agak malem"
"Aku izin pergi sama mas Rendy ya, Ma"
"Iya hati-hati. Ren, jangan malem-malem pulangnya"
"Oke, Tan" jawab Rendy

Shabrina masuk ke mobil. Rendy mengemudikan mobil ke arah rumah kawannya. Shabrina juga mengenal beberapa kawan Rendy karena terlalu sering diajak nongkrong. Sampai di rumah salah satu kawannya itu, mereka berdua segera masuk. Shabrina duduk di sofa bersama beberapa perempuan disana

"Dek, kamu udah selesai pengabdiannya?" tanya Tami
"Satu bulan lagi selesai mbak" Shabrina menjawab
"Gak kerasa ya udah mau jadi dokter beneran dia" kata Tami lagi dan rekan-rekannya mengangguk-angguk setuju

Pertandingan dimulai. Pemain mulai masuk ke lapangan. Jantungnya berhenti sesaat setelah melihat wajah yang tidak asing, sangat familiar. Wajah tegas dengan tatapan mata yang meneduhkan, dia sungguh masih sangat ingat wajah yang tidak pernah bisa hilang dari ingatannya. Jantungnya mulai berdebar, perasaan yang sempat hilang dan terlupakan kembali menggebu-gebu. Hatinya yang dingin mendadak menghangat entah darimana datangnya. Dia terfokus pada pemain nomor punggung 4. Rizky Ridho Ramadhani.

Ridho, seorang pemain bola yang berasal dari Surabaya dan sekarang sedang merumput di Persebaya Surabaya. Ingatan Shabrina kembali ke masa-masa dimana dia mengenal Ridho karena Ridho adalah adik dari mantan pacar Rendy yang dia ingat namanya adalah Zela. Dia mengenal Ridho dengan baik karena dia dan Ridho sering menjadi tameng Rendy dan Zela untuk pergi kencan. Mungkin lebih mudah bagi mereka berdua meminta izin pada orangtuanya untuk pergi jika Zela membawa Ridho ataupun Rendy membawa Shabrina.

Ridho adalah orang pertama yang berhasil mengetuk hati Shabrina yang saat masih ia kunci rapat-rapat. Saat itu dia tidak pernah memikirkan masalah cinta. Shabrina memiliki perasaan mendalam kepada Ridho. Perasaan yang tidak dia rasakan sebelumnya pada siapapun itu. Tapi dia tidak punya cukup keberanian untuk mengungkapkannya lebih dulu. Dia tetap menyimpannya dengan rapi untuk dirinya sendiri selama 6 tahun ini. Bahkan belum pernah ada laki-laki lain yang mampu membuat Shabrina membuka hatinya lagi. Shabrina merasa nyaman dengan Ridho karena dia tidak terlihat terlalu memaksakan diri untuk mengenal Shabrina, beda dengan laki-laki lain yang terlalu "effort" untuk mendekatinya dan Shabrina tidak nyaman dengan itu. Dia lebih nyaman dengan cara-cara natural yang tidak dibuat-buat. Dan orang yang bisa melakukan itu hanya Rizky Ridho Ramadhani

Monofonir (Rizky Ridho Ramadhani)Where stories live. Discover now