4-HEI ASISTEN

279 50 9
                                    

Beberapa jam sebelumnya.

Suara musik menghentak membuat kepala Arma kian pusing. Belum lagi sorot lampu yang terus bergerak. Matanya terasa panas dan terus berair. Dia heran ke orang-orang yang justru tampak biasa saja. Mereka asyik meminum dan menggoyangkan tubuh mereka.

"Nggak minum lo?"

Arma menoleh ke Razi yang sebelumnya sibuk dengan minumannya. Lelaki itu mengulurkan sebuah botol lalu mengangguk pelan. "Gue nggak bisa minum," jawabnya lalu membuang muka. "Kita masih lama?"

"Yah. Besok cuma ada jadwal sore," jawab Razi. "Jadi, gue kasih dia kebebasan."

"Gue besok balik, kan?" tanya Arma cepat.

Razi hendak meminum minumannya saat Arma melontarkan pertanyaan. Dia meletakkan gelas di meja lalu menatap Arma sepenuhnya. "Gue rasa Vezy nggak akan biarin lo balik."

"Kenapa gitu?" Arma refleks duduk tegak. "Dari awal gue dipaksa. Gue bisa loh laporin ini ke polisi."

"Jangan memperpanjang masalah."

"Tapi, ini cara yang salah," tekan Arma. "Apapun yang terjadi, besok gue balik."

Razi tersenyum. "Besok orang agensi kirim surat kontrak ke lo," ujarnya. "Lo kayaknya bakal jadi asisten Vezy."

"Kalau gue nggak mau?"

"Itu terserah lo."

Arma kembali duduk bersandar. Baru sehari bekerja saja rasanya sudah berat. Dia tidak bisa membayangkan jika pekerjaannya akan seperti ini. Arma mengedarkan pandang, melihat ruangan dengan lampu yang menyorot. Aroma minuman yang baru ini diketahui. Bahkan ada aroma rokok yang tercium. Dia lebih nyaman berada di ruangan dengan aroma pengharum lemon. Dia lebih nyaman duduk di kursi yang lama-lama terasa panas, daripada pindah-pindah tempat dan membuat kakinya lemah.

"Vezy mana?"

Perhatian Arma teralih ke Razi. Lelaki itu mengedarkan pandang dan terlihat panik. Seketika Arma berdiri dan menoleh ke sisi kiri. Tadi, Vezy duduk bersama teman-temannya di bangku tengah. Sekarang, tempat itu kosong.

Prang....

Arma berjingkat. Dia menoleh dan melihat Razi yang terjatuh. "Lo nggak apa-apa?"

"Enggak!" jawab Razi sambil duduk di lantai. Dia mengambil botol minuman yang masih utuh. Berbeda dengan gelas yang tadi digunakan, sekarang pecah menjadi beberapa bagian. "Tolong cari Vezy aja."

"Gue?" Arma menunjuk wajahnya sendiri. "Lo yakin?" Kemudian dia mengedarkan pandang. Dia bergidik harus menembus gerombolan orang yang terbuai oleh minuman mereka. Belum lagi para lelaki yang terlihat mencari mangsa.

"Please," ujar Razi. "Bentar lagi gue juga nyari."

Arma menghela napas panjang. "Oke!" Kemudian dia berjalan ke tempat Vezy tadi. Dia mengedarkan pandang, tetapi tidak terlihat lelaki yang mengenakan kemeja biru. Lantas dia berjalan menuju sisi kiri dan menemukan sebuah ruangan outdoor. Asap rokok seketika mengepul, Arma refleks menutup hidung.

"Vez!"

Mendengar nama itu dipanggil, Arma berusaha mencari. Dia menemukan wanita berambut pendek dengan minuman di tangan. Seketika dia mengikuti wanita itu, hingga melihat Vezy yang duduk di kursi pojok dengan seorang wanita duduk di sebelahnya.

Arma terdiam, melihat Vezy yang terlihat bahagia berbincang dengan rekan-rekannya. Seketika dia ingat kejadian tadi pagi, saat di hotel. Dia mencari tahu siapa Vezy sebenarnya.

Lelaki itu memiliki nama asli Vezy Visandy, seorang penyanyi dari jebolan ajang pencarian bakat yang tahun ini berusia 23 tahun. Tiga tahun lebih muda dari Arma. Saat itu Vezy mengikuti kontes menyanyi saat berusia enam belas tahun, tetapi hanya mampu bertahan di lima besar. Setelah itu, Vezy tergabung ke dalam band dengan anggota peserta kontes lainnya. Hingga akhirnya, lelaki itu memutuskan solo karier.

Berondong PosesifkuOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz