13-MENGHIBUR

158 34 1
                                    

Sudah dua puluh menit Arma berusaha menahan tangisannya. Tetapi, air matanya tetap turun. Dia mengusap sudut mata hingga terasa agak nyeri. Air mata itu tetap keluar hingga napasnya terasa sesak.

"Kenapa gue selemah ini, sih?" Arma menghela napas panjang lalu mendongak. Dia ingat terlalu lama meninggalkan ruangan, tetapi dia tidak kunjung beranjak. Tentu, dia tidak ingin orang lain tahu jika dia bersedih.

"Huh. Gue nggak boleh kayak gini!" Arma berdiri tegak lalu mengedipkan mata beberapa kali. Setelah dirasa bisa menahan air mata, dia berjalan ke ruangan.

Ceklek....

"Eh...." Arma berjingkat saat hendak membuka pintu, ternyata benda itu dibuka dari dalam. Dia mengangkat wajah, melihat Vezy yang telah berganti pakaian dan wajahnya terlihat segar setelah mencuci muka. Seketika Arma sadar sudah terlalu lama pergi.

"Dari mana, sih, lo?" Razi melewati Vezy dan melihat Arma yang terdiam. "Gue minta tunggu malah pergi." Setelah itu dia berjalan lebih dulu.

Arma menatap ke arah kepergian Razi. "Sorry."

Vezy diam-diam memperhatikan Arma. Wajah wanita itu memerah dan agak mengkilat. Bagian matanya juga memerah dan berair.

"Balik ke hotel?" tanya Arma sambil menatap Vezy. Saat menyadari lelaki itu tengah memperhatikannya, seketika dia menunduk. "Ayo!" Dia menggerakkan tangan meminta Vezy berjalan lebih dulu.

Tanpa menjawab, Vezy melanjutkan langkah. Dia melihat Razi yang sudah sampai luar dan terlihat tidak sabaran. Lantas dia menoleh ke belakang, Arma berjalan dengan kepala tertunduk. Dia memilih diam, meski bibirnya terasa gatal ingin mengajukan pertanyaan.

Begitu sampai mobil, Arma duduk di sebelah kiri Vezy. Dia agak menempel ke pintu dan menyandar kepala. Beberapa kali Arma mengusap sudut mata dan menahan isakan.

Vezy kembali menatap Arma. Terlihat jelas jika wanita itu sedang bersedih. Refleks dia menepuk tangan Razi lalu mengangkat tangan ke atas.

Razi langsung tahu apa yang diinginkan Vezy. "Lampunya dimatiin aja, ya."

Kemudian, lampu mulai padam.

Arma merasa tenang saat kondisi mobil gelap. Air matanya seketika lolos, tetapi segera dihapus oleh ibu jarinya. Arma mencoba membayangkan momen indahnya agar rasa sedih itu teralih. Tetapi, dia tetap terbayang keluarga kecil yang terlihat bahagia itu.

"Kayaknya nggak jadi makan," ujar Vezy membuat Razi menoleh.

"Kenapa?" Razi melirik Arma yang sejak tadi diam.

"Maleslah. Besok aja."

"Langsung ke hotel?"

"Hmm...." Vezy melirik Arma yang sedikit memunggunginya. "Nggak apa-apa, kan, Ar?"

Arma menoleh lalu mengangguk. "Ya," jawabnya dengan suara serak.

Tangan Vezy terulur, hendak menyentuh puncak kepala Arma. Tetapi, wanita itu segera bergerak maju dan menatap jalanan di luar. Vezy seketika menurunkan tangan dan menatap jendela. "Dia habis ngapain sampai sedih itu?"

Tak lama kemudian, mereka sampai hotel. Razi menatap Arma yang terlihat bersedih. Dia lalu menatap Vezy ingin tahu.

Vezy mengibaskan tangan, meminta Razi tidak banyak tanya. Dia lalu menatap Arma yang masih berdiri di anak tangga. "Mau ke mana?"

Arma menatap Vezy yang berdiri di depan pintu lobi. "Nggak apa-apa. Pengen cari angin bentar," bohongnya. "Masuk aja dulu."

"Hati-hati, Ar!" ingat Razi.

Berondong PosesifkuWhere stories live. Discover now