11-MENCARI KESEMPATAN

170 37 7
                                    

Glek... Glek....

Arma menegak minuman yang rasanya aneh. Tetapi, dia tetap meminum karena tenggorokannya terasa sakit. Rasanya dia ingin bercerita, tetapi tidak sanggup.

Vezy memperhatikan Arma yang menghabiskan minumannya. Dia yakin, wanita itu tidak sadar apa yang telah diminum. "Arma...."

Tak.... Arma meletakkan gelas di depannya dengan kasar. Kepalanya terasa berat dan pandangannya berkunang-kunang. Seketika dia menyandarkan kepala dan memejamkan mata.

"Lo nggak akan kuat, Arma."

"Gue harus kuat," jawab Arma tidak mengerti maksud ucapan Vezy.

Klek.... Razi berjalan masuk dengan sebotol minuman. Saat melihat Arma yang duduk bersandar seketika dia menatap Vezy. "Lo apain?" tuduhnya lalu melihat minuman Vezy yang telah habis.

"Dia minum sendiri."

"Wah? Nyerah juga dia." Razi meletakkan botol air mineral di meja. "Tadi ketemu temen, makanya agak lama."

"Bilang aja ketemu cewek," jawab Vezy lalu menatap Razi yang menahan tawa. Perhatiannya lalu kembali ke Arma. "Arma...."

Arma tidak tahu apa yang dirasakan. Rasanya pusing, tetapi ada sesuatu yang membuat bebannya hilang. Selain itu ada sensasi aneh di perut. Arma baru kali ini merasakan sesuatu yang membingungkan.

"Balik, yuk!" Vezy seketika berdiri dan menarik tangan Arma.

Tubuh Arma terasa susah untuk digerakkan. Tenaganya seolah hilang begitu saja. "Gue nggak bisa."

"Haha...." Vezy terbahak melihat Arma yang mulai meracau. Dia membungkuk dan menarik wanita itu ke dalam gendongan.

"Gue bisa sendiri!" Arma berontak.

Vezy segera menurunkan Arma, tetapi tangannya masih melingkar di pinggang wanita itu. Dia melihat Arma yang beberapa kali hampir limbung ke depan lalu kepalanya terkuai di lengannya. "Ayo, balik!" ajarnya ke Razi.

"Gue telepon sopir dulu." Razi mengambil ponsel dan menghubungi sopir dari pihak hotel. "Bli, kami mau balik."

"Saya standby di luar."

"Oh, oke!" Razi lantas memutuskan sambungan. "Udah di luar, Bro!" Dia mengantongi ponsel dan berdiri di samping kiri Arma.

"Nggak usah pegang-pegang," ujar Vezy saat Razi hendak membantu Arma. "Gue bisa bantu sendiri."

Razi menatap Vezy geli. "Jangan cemburu gitulah, Bro."

"Jalan dulu."

"Oke!" Razi lalu berjalan lebih dulu.

Vezy melingkarkan tangan Arma ke pundaknya. "Ayo!" Dia melangkah, tetapi Arma diam ditempat. "Udah, gue gendong aja, ya!" Dia menggendong Arma dan berjalan keluar.

"Hidup gue sedih banget sebenernya," racau Arma.

"Oh, ya? Coba cerita."

"Lo nggak akan ngerti."

Vezy tidak merespons saat menaiki tangga. Dia melihat kerumunan orang yang berada di depan tangga. Razi lantas menggerakkan tangan memintanya berjalan lebih dulu. Vezy menuruni tangga dengan hati-hati, tidak ingin sampai terjatuh.

"Nggak tahu kenapa. Rame banget," ujar Razi dengan satu tangan terarah ke depan, melindungi Vezy.

"Iya." Vezy menjawab pelan. Dia menunduk melihat Arma yang bergerak pelan. "Diem," bisiknya lalu membenarkan gendongannya.

Begitu sampai mobil, sopir sudah membukakan pintu. Vezy menurunkan Arma di kursi belakang dan sedikit mendorongnya. Setelah itu dia naik dan menarik Arma agar bersandar di lengannya.

Berondong PosesifkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang