11 || Sweet Good Bye II

471 104 27
                                    

Gue menyesal enggak bisa ngasih sesuatu yang berharga buat kak Julian. Hadiah ulang tahun misalnya. Padahal kak Julian berulang tahun lebih dulu dari pada gue.

Padahal ulang tahun kak Julian lebih dulu dibanding gue!

Fiks emang bodoh sih gue. Terlalu fokus sama kesedihan karena mikirin ditinggal kak Julian, jadilah semua dilupain.

Tapi untung aja gue enggak lupa kalau hari ini gantian gue nganter bang Haikal pergi.

Iya, dua minggu berselang dari kepergian kak Julian sekarang bang Haikal yang pergi ninggalin gue buat belajar.

Di tempat yang sama gue nganterin kak Julian kemarin. Di sinilah gue juga melepas kepergian abang gue yang paling babik dan tengik ini!

"Kenapa sih harus naik pesawat? Tiket kereta lebih murah padahal!" gue mendumel.

Iya karena uang yang dikeluarin jadi berkali-kali lipat banyaknya. Surabaya emang enggak deket, tapi emang gak sejauh Inggris juga kan. Ekhem.

"Lo mau nyuruh gue duduk di kereta selama 10 jam lebih? Bisa panas bokong gue."

"Aku kan nggak bisa duduk lama-lama, ya nggak ma?" bang Haikal merengek ke mama.

"Dih!"

Gelay betul. Meski gak salah juga sih. Dia kan suka kalau disuruh masak, jadi koki di belakang. Berdiri mulu kerjaanya. Dan bang Haikal enjoy sama itu semua.

Masalahnya kan dia juga demen noh main PS, main game berjam-jam! Nah nikmati aja perjalanan sepuluh jam ke Surabaya sambil main game, ya kan?

"Iya, nanti kabarin mama kalau udah sampai. Jangan kecewain mama, ini pilihan yang kamu ambil Haikal."

"Enggak akan, kanjeng mama. Ini cita-cita Haikal! Haikal akan bekerja keras untuk yang satu ini."

Mama meluk bang Haikal erat. Sosweet sekali ibu dan anak ini. Meski abang agak laen gitu, bodoh maksudnya kalau di sekolah. Sayangnya mama ke dia gak main-main sih.

"Diterima di sana aja kamu udah bikin mama bangga. Mama tunggu kamu di restoran. Papa kalian juga pasti bangga." Binar bahagia selalu ada di mata mama saat membicarakan papa.

"Mama tunggu aja. Haikal otw bikin lima cabang restoran baru."

"Hahaha!"

Gue aminin deh yang kenceng! Gasabar!

Melihat wajah lelah mama berseri-seri dan tertawa bahagia gini tuh hal yang paling membuat gue senang. Bang Haikal pasti juga ngerasa gitu.

"Woi adik jelek! Gue pergi dulu. Baik-baik lo di rumah sendirian hiiiii!"

Plak!

"Lovely!"

Gue gak peduli dimarahin sama mama. Asal bisa geplak bang Haikal gue udah puas.

"Lo kalau mau pergi ya pergi aja! Nggak usah pakek segala nakut-nakutin gue."

"Awh sakit! Maaa sakit banget digeplak Lovely."

"Lebay!" gue mendengus.

Bang Haikal ngusap-usap lengannya lalu terbahak dan merangkul tubuh gue erat. Sampai sesak napas gue dibuatnya. Bukannya pelukan hangat dia kek malah mau bunuh gue.

"Gue bakal kangen banget sama lo bocah. Tenang aja gue bakal sering balik kalau liburan. Atau lo aja yang main ke Surabaya, gimana?"

"Iyaaaa! Lepasin gue dulu!"

Gak dilepasin juga gue. Tapi pelukan bang Haikal semakin renggang. Gak sesek lagi. Kali ini dia beneran meluk gue.

Gue menghela napas pelan. Ikut meluk tubuh bang Haikal. Meskipun sering bikin emosi, gini-gini dia kan abang gue.

LOVEIANWhere stories live. Discover now