43. IGNITES >>Jaglion Dan Keras Kepalanya<<

10.6K 533 9
                                    

Wildan tak sengaja bertemu Jaglion di depan ruangan Wilona. Pemuda itu menatap datar bawahannya itu dan memberi kode agar tidak masuk lebih dulu.

Rahasia tentang mereka tidak boleh sampai diketahui Wilona, atau gadis itu akan marah dan berusaha lepas dari jangkauan Wildan.

Jaglion bercermin di ponselnya, melihat beberapa bagian luka yang membiru.

Wajahnya benar-benar babak belur setelah dihajar Wildan habis-habisan. Bahkan dia tidak bisa menghindari serangan seniornya itu.

Pantas saja Wildan duduk di kursi kanan, dimana posisi itu tidak mudah untuk digeser.

Jika suatu saat Wildan memilih keluar dari Cyber Space, kemungkinan besar dia yang akan menggantikan posisi Wildan, lalu Raga yang menggantikan posisinya di lini tengah.

Dia harus lebih giat lagi belajar bela diri. Karena semua itu bukan hanya tentang memukul saja, tapi juga menghindar dengan secepat kilat.

Jaglion mengangguk-angguk. Ternyata itu alasan wajah Wildan jarang tersentuh musuh. Kakak pacarnya itu benar-benar sangat kuat dan cepat.

Disaat Jaglion sedang sibuk dengan pikirannya tentang bagaimana cara Wildan belajar teknik itu, pemuda yang ada di pikirannya kini berdiri di hadapannya.

"Besok dia udah boleh pulang. Setelah itu kita diskusikan kelanjutan kesepakatan kita," kata Wildan, lalu pergi begitu saja.

Jaglion berharap Wildan tidak mengganggu hubungannya dengan Wilona. Dia sedang mulai ingin berusaha sebaik mungkin untuk gadis itu.

Saat pemuda itu masuk ke kamar Wilona, tidak ada siapapun di sana. Jaglion heran, kenapa Wilona sering ditinggal sendiri seperti ini.

"Mau ke mana?" Tanya Jaglion saat melihat Wilona yang berusaha turun dari ranjangnya.

"Gue mau duduk di pinggir."

"Bahaya," Jaglion mendekat dan menarik kursi. "Kaki lo pegal?"

"Iya. Bosen juga kayak gitu mulu dari kemarin," Wilona menerima uluran tangan Jaglion yang hendak membantunya agar tidak jatuh.

Wilona tersenyum setelah bisa mengayunkan kakinya dengan santai.

Pemuda itu duduk sedikit lebih dekat, tapi tidak menghalangi kaki Wilona yang membutuhkan kebebasan itu.

"Tadi gue liat Bang Wildan baru keluar dari sini."

Wilona menoleh dengan cepat. "Dia nggak liat lo, kan?" Jaglion menggeleng, membuat Wilona mengelus dadanya, merasa lega.

"Besok udah boleh pulang, kan? Wajah lo udah nggak begitu bengkak," kata Jaglion sambil memakan apel yang dia ambil dari nakas.

"Mulai sekarang gue harus bawa obat alergi terus biar kalo ini terjadi lagi, gue bisa minum itu dulu, biar mencegah penyempitan saluran napas."

"Nggak akan. Itu nggak akan terjadi lagi," kata Jaglion dengan percaya diri, berhasil membuat Wilona mengerenyitkan dahi.

"Seyakin itu, masnya?"

Jaglion kini menatap lekat gadis yang juga menatapnya saat ini.

"Intinya gue nggak akan biarin itu terjadi lagi," pemuda itu teringat kejadian yang menimpa Candra sebulan yang lalu. "Besok kalo pulang, nggak boleh sama yang lain. Harus sama Bang Wildan dan bokap lo. Gue pastiin lo aman."

Wilona tersenyum kecut. "Dari kecil gue nggak pernah aman. Gue ini anak keluarga Wirawan. Nggak boleh banyak yang tau tentang gue. Itu sebabnya dulu gue nggak pergi ke sekolah umum," gadis itu menghela napas pelan. "Gue nggak pernah dikasih tau alasan kenapa harus selalu hati-hati. Apa susahnya jelasin?"

IGNITES Where stories live. Discover now