58. IGNITES >>Tak Lagi Sama<<

11.6K 795 173
                                    


Wildan menarik napas dalam-dalam setelah lelah berlari menghampiri kekasihnya yang kini sedang menikmati angin yang berhembus.

Gea tersenyum menyambut Wildan sambil melambaikan tangan.

Rooftop rumah sakit adalah tempat favorit Gea saat gadis itu mengunjungi tempat itu untuk rutinitas cuci darah akibat penyakit yang dideritanya.

Gea bersandar di bahu Wildan dengan tenang sambil memejamkan matanya.

Wajah pucat gadis itu bahkan lebih sering Wildan lihat dibanding wajah orang tua maupun adiknya sendiri.

"Yang, aku capek," lirih Gea.

Wildan mengerutkan kening dan menempelkan punggung tangannya ke dahi Gea.

"Suhunya normal, kok," gumam Wildan, meledek.

Gea berdecak pelan, tapi masih dengan posisi yang sama. "Aku beneran capek."

"Tumben banget kamu bilang capek?"

"Aku capek hidup bergantung terus kayak gini," Gea serius dengan perkataannya. "Pengin udahan aja."

"Apanya yang pengin udahan?"

Gea kembali berdiri tegak dan menatap Wildan yang terlihat heran padanya.

"Kalo aku berhenti sampe di sini, kamu mau janji sama aku, nggak?"

Wildan memutar bola matanya, malas. "Apanya yang udahan? Mau berhenti apa maksud kamu? Jangan ambigu gitu, Ge."

Gadis itu tersenyum dengan bibir pucatnya. "Aku capek beneran tau."

"Kan ada aku yang jadi sandaran kamu. Kamu bilang nggak butuh yang lain asal ada aku, kan?"

Gea meraih jemari Wildan dan menggenggamnya.

"Dari dulu, nggak ada yang bisa nerima kehadiran aku kecuali Jaglion. Ditambah aku yang lemah dan bikin repot semua orang."

Gea tersenyum kecut. "Nggak ada yang anggap aku masih hidup kecuali kamu sama Jaglion."

"Kalo gitu kamu harus terus hidup, Ge. Ada dua orang yang selalu butuh kamu."

Gea menggeleng pelan. "Tapi kali ini aku benar-benar capek, Dan."

"Aku pengin udahan aja. Ini untuk yang terakhir kalinya aku cuci darah."

Wildan tampak tidak setuju dengan keputusan sang kekasih.

"Nggak boleh! Kamu tau sendiri akibat kalo sampe telat cuci darah sebentar aja. Fatal akibatnya, Ge."

Gadis itu menunduk lesu. "Mau sampe kapan aku begini terus, Yang? Aku selalu gagal dapat donor, dan bahkan tambah parah sekarang."

"Kalo ginjal aku udah nggak berfungsi dengan baik, sama aja hidup aku nggak berguna, kan?"

"Jangan ngomong gitu," Wildan membelai lembut wajah gadisnya. "Kalo nggak ada kamu, apa jadinya aku sama Jaglion? Coba bayangin hal menyeramkan apa yang bakal terjadi Kalo nggak ada kamu di sisi aku?"

"Wilona salah satunya? Mungkin aku bakal tetap sia-siain dia Kalo aja kamu nggak selalu mengingatkan aku, kalo Wilona adalah adik aku."

"Apa jadinya Wilona Kalo nggak ada kamu, Ge? Mungkin sekarang aku masih berlaku kasar ke dia."

Gea masih menunduk dalam. Dia memperhatikan sepatu Wildan yang sudah robek di beberapa sisi.

Sepatu itu adalah hadiah darinya yang tidak pernah sekalipun Wildan buang dari deretan sepatu yang berharga lebih mahal.

"Aku ... mau kamu janji sama aku, kalo emang ternyata aku beneran berhenti sampe sini."

Dia mendongak, menatap Wildan dengan mata yang berkaca-kaca.

IGNITES Where stories live. Discover now