Part 4

5.2K 37 1
                                    

Setelah absent lama, author meliukkan jari jarinya di atas keyboard computer serta memaksa sel otaknya bekerja. Setelah berkutat beberapa hari, selesai juga part 4. Mohon maaf kalau part 4 ini terlihat agak keluar jalur sedikit. Tapi, percayalah, semua akan saling sambung menyambung (semoga ya). At least, inilah hasil kolobarasi tarian jari-jari dan nada nada yang terpetik dari dawai otak.
Selamat membaca ! Dan author menanti saran dan kritik dari pembaca. Happy reading my beloved readers

Andro membelokkan mobilnya menuju spa milik kakaknya. Walaupun hari pertamanya terasa berat, tetapi dia merasa sangat gembira. Apa lagi kalau bukan pertemuannya dengan Kayla, gadis manis yang menjerit ketakutan ketika melihatnya. Wajarlah kalau gadis itu menjerit. Dengan jubah mandi dan wajah tertutup masker ,siapa sih yang tidak akan menjerit kaget ketika bertemu dengan pria ganteng macam dirinya, yang selevel di bawah Orlando Bloom.

Lamunan Andro membuatnya melewati spa milik kakaknya. Untunglah hanya beberapa meter. Andro baru saja mematikan mesin mobil, ketika kaca mobilnya diketuk. Dia menoleh dan melihat kakaknya. Segera dia menurunkan jendela mobil dan baru menyadari kalau spa milik Kak Alinda sudah tutup. Pintu depan spa sudah terkunci rapat.

"Kok sudah tutup, kak?"
"Sudah jam 7, waktunya tutup spa. Kita ke rumah saja. Maudy dan Marvin pasti senang bertemu dengan unclenya."
"Kakak bawa mobil ?"
"Tidak. Tadi sedang menunggu Mang Jamal kembali dari membeli makanan. Rencananya Mang Jamal yang antar kakak pulang dengan motor."

Rumah Alinda terletak lebih dalam di komplek tersebut, sementara spa terletak di bagian depan komplek. 

"Biar sama aku saja, Kak."
"Ya. Tapi tunggu Mang Jamal balik ya. Dia tidak bawa kunci." Alinda mengedarkan pandangannya ke jalananan.
"Ah, itu dia" Alinda menunjuk sosok pria berkumis menentang kantong plastik berjalan menuju ke arah mereka.

"Ada Den Andro. Malam, Den." Mang Jamal memberi salam.
"Malam Mang Jamal. Habis beli apa?"
"Ketoprak, Den. Di depan kompleks, buat makan malam."

"Mang, jangan lupa dikunci pintunya. Saya biar sama Andro saja."
"Baik, Mbak Alinda. Hati-hati, Den Andro, Mbak Alinda."

Andro melajukan mobil menuju rumah Alinda.
"Kok, tidak telpon kakak dulu kalau mau mampir?"
"Sekalian lewat, Kak."
Alinda melirik sekilas wajah Andro. Terlihat garis lengkung menghias sudud bibir Andro. Alinda mengerutkan keningnya.
Walaupun perhatian Andro fokus pada jalanan di hadapannya, dia merasa kakaknya memperhatikan wajahnya, "Ada apa dengan wajahku? Ada yang aneh?" Alinda terkekeh kecil, "Kamu terlihat gembira. Mmh...bukan gembira tapi..." Alinda berhenti sejenak, berusaha mencari kata yang tepat untuk menjelaskan kegembiraan yang terlukis di wajah Andro.
"Bukan gembira saja, tapi seperti..." tiba-tiba Alinda tertawa nyaring. Andro menginjak pedal rem agak mendadak, tepat di depan rumah kakaknya.
"Kak, kenapa tertawa? Bikin aku kaget saja. Luckily,we've arrived."
Alih-alih menjawab pertanyaan adiknya, Alinda malah melangkah keluar dari mobil, menuju pintu rumahnya dan memencet bel.
Andro mengekor di belakang kakaknya, "Kak, kenapa tertawa?"
Pintu rumah terbuka dan dua anak kecil langsung berteriak melompat gembira, melihat kedatangan mama mereka.
"Mama !" Marvin langsung menghambur,  memeluk tubuh mamanya. Sementara, Maudy, sang kakak terlihat lebih kalem, menanti dengan tersenyum di belakang adiknya. Alinda menggendong bocah laki-laki tiga tahun dan mencium pipinya dengan sayang. Kemudian dia menurunkan putra kecilnya dan menghampiri putri kecilnya, memeluknya dengan penuh sayang.
"Mama, aku bikin gambar buat mama." Celoteh putri kecilnya, sambil menunjukkan gambar buatannya.
"That's very pretty, sweetheart." Alinda mendaratkan kecupan sayang di pipi putri sulungnya. "Mama, mandi dulu. Kalian main sama Uncle Andro."

Kedua bocah kecil tersebut langsung berteriak girang dan berlari menghampiri Andro.
"Uncle Uncle, main yuk." Marvin dan Maudy kompak menarik-narik lengan Andro.
"Ya,sayang. Sebentar." Andro segera membebaskan diri dari serbuan kedua bocah tersebut dan berlari mengejar Alinda.
"Kak, kau belum bilang kenapa tertawa?" Kejarnya penasaran.
Alinda kembali tertawa, "Kau mau tahu?"
Dahi Andro berkerut, mendengar pertanyaan kakaknya.
"You are so naive." Alinda berjalan meninggalkan Andro, membuat Andro sedikit jengkel. Segera Andro berlari ke hadapan Alinda, "Naive?"
"Kamu ini tidak tahu atau pura-pura tidak tahu? Semuanya tercetak jelas di wajahmu."
"Jelas apanya ?" Tuntut Andro.
"Kak...jelas apanya ???"
Alinda kembali tertawa, "Kamu jatuh cinta. Ayo, beri jalan. Aku mau mandi."
Andro mencekal tangan kakaknya, "Jatuh cinta ?"
Alinda mengangguk tak sabar, "Ya. Jatuh cinta."
Andro terlihat bingung. Melepaskan cekalannya, Andro berjalan menjauhi kakaknya, yang tersenyum memandanginya.

Cintaku Berawal dari SpaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang