PROLOGUE

136K 8.1K 313
                                    

"Apa yang mereka pikirkan hingga berniat menjodohkan seorang Aram, hah?!" Aram Alford-ucapan pria bermata hijau yang sedang duduk tidak jauh darinya menarik perhatian Gabriel.

Gabriel Montano mengeluarkan seriangaiannya sebelum berbicara. "Kalau begitu menikah saja, Aram. Masalah selesai," kekeh Gabriel dengan senyuman manisnya. Tampaknya lelaki berkebangsaan Spanyol itu benar-benar menikmati saat-saat di mana temannya terlihat meradang seperti sekarang. Mata biru keabu-abuan Gabriel terus menatap Aram dengan pandangan mengejek, sementara tangannya terus menuang minuman ke dalam gelasnya yang sudah pasti akan ia tenggak habis.

"Dan keajaiban dunia akan terjadi jika seorang Aram benar-benar menikah, Gabe." Kali ini suara Ewan Marshall Wellington terdengar. Lelaki ini adalah pemilik club malam tempat mereka berkumpul sekarang. Ia sedang memegang botol whiskey untuk pelanggan lain yang baru saja ia rampas dari pelayannya. Tentu saja whiskey itu untuk teman-temannya. Satu atau dua botol whiskey hanya akan bertahan selama beberapa menit jika berada di tengah mereka, sementara malam masih panjang.

Gabriel terkekeh, "Paling tidak, jika dia menikah..., Salah satu dari kami akan terlepas dengan tuduhan sebagai partner homomu, Ewan..." ujar Gabriel, seraya melayangkan tatapan meminta persetujuan pada Maximillian Rusell yang sedari tadi hanya diam memperhatikan.

Ewan beralih kepada Maximillian, "katakan sesuatu, Dude. Kau yang paling bisa menenangkan seorang Aram, bukan?" Ewan menyenggol lengan Maximillian dengan sikunya.

Maximillian mengulas senyum tipis khasnya. Baginya, memiliki teman-teman berisik itu terlalu merepotkan, tapi tidak ada hiburan yang lebih baik dari mendengarkan setiap celotehan mereka. Dan karenanya, ia lebih memilih memainkan peran sebagai pendengar yang baik.

"Kenapa kau tidak coba berkenalan dulu? Bisa jadi dia tipemu." Ewan mulai memberi saran yang tidak bisa dikatakan sebagai saran yang baik. Apalagi melihat bagaimana cara ia menyunggingkan senyumnya, dan menaikkan sebelah alisnya; jelas sekali ia sedang menggoda Aram.

Aram melayangkan tatapan aku akan membunuhmu pada Ewan. "Brengsek kau. Bagaimana kalau kau saja yang menemui gadis itu dan berpura-pura menjadi aku?"

"Woa...maaf, Sayang, aku tidak tertarik. Akan sangat merepotkan kalau gadis itu malah jatuh cinta padaku." Ewan tertawa, "Mungkin Max bersedia menggantikanku menerima tawaran itu?"

"Yang benar saja?" Maximillian mengernyitkan dahinya. Ewan selalu berhasil membuatnya bersuara.

"Thank God, i nearly assume that you can't open your mouth again, Mr. Beard." Aram menenggak whiskey langsung dari botol yang baru saja diberikan Ewan padanya. "Kenapa kalian para lelaki sangat suka mempertahankan kumis dan jambang menjalari wajah kalian?"

"Easy, Honey. You have it too by the way, and don't forget you're man too." Ewan terdengar sedikit tersinggung. "Damn, hampir setahun tidak bertemu dan tidak ada yang berubah dari lidah tajam mu itu. Lakukan sesuatu dengan itu, Gabriel."

"Why me?" Gabriel menyeka tetesan whiskey yang mengalir keluar dari sudut-sudut bibirnya. Barusan ia melakukan hal yang sama dengan Aram, menenggak whiskey langsung dari botolnya. Akhir-akhir ini banyak paparazzi yang mengikutinya, dan dia harus mati-matian menjaga sikap. Bagaimanapun dia harus mempertahankan imej pangeran nya di mata publik kalau tidak ingin berita buruk tentang dirinya di muat di halaman utama dan mengganggu karir bisnisnya. Orang-orang zaman sekarang, terlalu percaya dengan media tidak peduli itu benar atau tidak.

Maximillian menyisiri rambut dark blonde-nya dengan jemari tangannya yang kokoh, hingga ke belakang tengkuknya, lalu berhenti di sana dan mulai membuat gerakan memutar pada lehernya yang terasa pegal. Ia menyandarkan tubuhnya pada punggung sofa, "Kau hanya perlu menolak tawaran perjodohan itu secara tegas seperti yang biasa kau lakukan, Aram."

His ObsessionWhere stories live. Discover now