BCS #2 | HIS OBSESSION Ch. 01

116K 9.9K 1K
                                    

Halo! Welcome to HIS OBSESSION REBORN! (maaf kalau norak namanya, gak nemu sebutan lain selain reborn) Jadi, cerita ini bakalan dibumbui perubahan gitu, terutama bagian konfliknya yak~ Aku minta kalian baca dari awal, karena sudah ada perbedaan-perbedaannya (kecuali part 1 ini) Btw, His Obsession bakalan update setiap hari Sabtu, sesuai dengan jadwal update cerita-ceritaku (baca yang lain juga yak guys) 

Selamat terbuai dunia para Bachelors lagi! (psst, bentar lagi Gabe bakalan bangkit dari karamnya)

Pagi ini semua berjalan seperti biasanya; bangun tepat saat jam menunjukkan angka tujuh, setelah sebelumnya Aram Alford harus memasang alarm di setiap 30 menit terhitung dari jam enam pagi. Ia bukan seseorang yang lambat dalam melakukan sesuatu, jadi hanya dalam waktu kurang dari setengah jam, Aram sudah tampil rapi dengan setelan jasnya.

Tapi semua aktifitas pagi hari yang biasa-biasa saja itu, tidak tampak demikian bagi Aram. Semua itu, semata-mata karena kehadiran seorang gadis, yang sekarang sedang duduk bersama dengannya, menikmati sarapan yang disajikan oleh pengurus rumah Aram yang paling setia, Sebastian, di ruang makan yang sama, di meja yang sama.

Aram dan gadis yang belum memperkenalkan diri itu duduk saling berhadapan dengan jarak yang tidak jauh, karena meskipun rumah ini memiliki ruangan-ruangan dengan ukuran yang luas, Aram lebih menyukai mengisi setiap ruangannya dengan perabotan yang ukurannya tidak sebanding dengan luas ruangan. Salah satunya meja makan yang ia gunakan sekarang. Meja ini tidak lebih besar dibandingkan dengan meja-meja kapasitas empat orang yang terpasang di cafe-cafe di pinggiran kota London, meskipun tentu saja tetap ada perbedaan yang sangat signifikan, terutama pada jumlah yang dikeluarkan Aram saat memesan meja ini khusus pada pengrajin perabot kayu yang sudah sangat terkenal di bidangnya.

Kembali kepada gadis itu....

Aram mengetahui kalau gadis itu adalah perawat yang menggantikan Layla – perawat sebelumnya yang sedang menjalani perawatan pasca kecelakaan- untuk merawat kakaknya. Pakaian yang gadis itu kenakan, sudah sangat membenarkan tebakan Aram, karena ia memakai setelan perawat berwarna biru muda yang sama dengan yang biasa dikenakan oleh Layla. Itulah mengapa, saat ia melihat gadis itu sedang duduk di ruang tamunya, Aram tanpa ragu-ragu mengajak gadis itu menikmati sarapan bersamanya. Tidak, ini bukan karena ia biasa melakukan itu pada Layla. Justru, Aram tidak pernah mengundang Layla untuk sarapan bersamanya, melainkan menyuruh para pengurus rumahnya menyiapkan sarapan untuk Layla dan menyajikannya di ruangan lain. Sepertinya, gadis itu juga mengetahui hal itu dari temannya, karena Aram jelas-jelas menangkap raut wajah terkejut sekaligus heran saat dirinya mengundang gadis itu ke ruang makannya.

Dalam sekejap, gadis itu sudah mencuri semua perhatian Aram. Bukan karena wajahnya yang cantik, atau tubuhnya yang terlihat menarik meski dibalut seragam perawat yang potongannya membosankan untuk mata lelaki, apalagi seorang Aram.

Gadis ini hanya terlihat terlalu biasa saat menghadapi Aram.

Semua perilakunya, setiap gerakannya, terlalu terlihat apa adanya tanpa dibuat-buat—jelasnya, gadis itu sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan pada Aram Alford; pengusaha sukses yang sudah mencapai titik keberhasilannya di umur yang terbilang muda. Kesuksesan yang Aram raih hanya menunjukkan sebagian kecil dari kekayaannya. Tidak ada satupun orang yang mengetahui seberapa banyak buah kesuksesan yang sudah ia petik, kecuali sahabat-sahabat sejak masa kuliahnya yang sama-sama memiliki kejeniusan yang sebanding dengannya.

Kekayaan yang ia miliki, semakin memperkuat alasan para hawa berlomba-lomba menaklukan hati Aram, pria rupawan bermata hijau dengan rambut ikal hitam kecoklat-coklatan. Semua wanita dengan senang hati menjatuhkan diri mereka ke dalam pelukan Aram, berusaha menarik perhatian pria itu dengan segala cara.

Tapi, gadis itu tidak melakukan apapun...

Gadis itu tidak melakukan apapun, selain berjalan santai memasuki ruang makan, mengikuti Aram dari belakang bagaikan ekor, sampai akhirnya ia duduk berhadapan, dan kini sudah hampir menghabiskan tiga potong roti bakar mentega dan tiga potong sosis bakar.

Aram memilih untuk tidak menyelesaikan sarapannya. Ia hanya duduk diam, memperhatikan setiap gerak-gerik gadis itu, sambil menjalin kedua tangannya dengan siku yang bertumpu pada meja, menopang dagunya sendiri.

"Terima kasih, kau sudah berbaik hati menjamuku." Gadis itu memulai pembicaraan lebih dulu, sambil menyeka bibirnya dengan tisu makan. Kemudian, ia menghabiskan segelas air putih yang diletakkan tidak jauh dari piringnya, lalu kembali menyeka bibirnya.

Aram memperhatikan noda merah lipstik yang ikut terseka tisu saat gadis itu menyeka bibirnya. yang baru saja diletakkan gadis itu di atas piring bekas makannya. Sempat terlintas di benaknya, membayangkan seandainya bukan tisu itu yang menipiskan warna lipstik gadis itu melainkan bibirnya sendiri.

"Kau tidak perlu berterima kasih. Ini bukan apa-apa." Aram menjawab, sambil mengeluarkan ponselnya dari dalam saku jasnya. Ada satu pesan masuk dari sekretarisnya yang menanyakan keberadaan dirinya. Memperhatikan gadis di depannya ini, terlalu menyita banyak waktu, tapi ia tidak menyesal. "Aku yakin kau sudah tahu peraturannya, dan apa saja yang dibutuhkan oleh kakakku kau bisa mengatakannya langsung padaku jika aku sedang berada di rumah, dan jika tidak, sampaikan saja pada Sebastian. Pastikan kau tidak melakukan kesalahan apapun atau kau dan temanmu yang menanggung akibatnya. Ku harap aku bisa mengandalkanmu, Miss...?"

"Celeste. Nathalie Celeste, panggil aku Nathalie."

"Ms. Nathalie—"

"Just Nathalie."

"Alright, Nathalie... enjoy your time here."

Terdengar suara kursi yang berderit saat Aram menggeser kursinya ke belakang, kemudian berdiri. Ia menanggukkan kepalanya sekali pada Nathalie, tidak terlalu dalam, namun cukup jelas bagi Nathalie untuk membalas anggukan kepalanya.

Kedua mata hijau keabu-abuan Nathalie bergerak mengikuti pergerakan Aram menuju pintu ruang makan yang sudah terbuka setengah. Ia bisa melihat seorang pria berpakaian rapi dengan setelan jas abu-abu menyambut Aram di luar pintu itu.

Aram sendiri yang menutup pintu ruang makan sebelum dia melangkah lebih jauh. Gerakannya tegas, sekaligus terlihat lembut saat ia memutar badannya menghadap pintu. Nathalie tanpa sadar menahan napasnya saat matanya bertatapan langsung dengan mata Aram dari celah pintu yang hampir menutup. Sesaat ia merasakan tatapan itu seperti berhasil menyelami hampir sebagian isi kepalanya, dan meninggalkan sebuah pesona di dalam sana.

Nathalie tahu siapa Aram Alford. Tapi ia tidak tahu, kalau apa yang dikatakan orang-orang padanya ternyata jauh berbeda dari kenyataan yang ia hadapi.

Dia tahu, seorang Aram Alford adalah pria yang mempesona.

Tapi, ia tidak menyangka, pesona itu terlalu kuat untuk dihadapi oleh hatinya.

Padahal, itu hanya sebuah tatapan...

His ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang