Ungkapan -Gymnopedie No.1-

16 6 3
                                    


Kugunakan sepatu adidas putih garis hitamku dengan penuh kebanggaan karena usahaku menabung untuk membeli yang asli, tidak seperti mereka yang menggunakannya dengan bangga walaupun sepatu tersebut adalah duplikat kesekian. Beruntung karena sekolah ini tidak menekankan peraturan mengenai sepatu maupun rambut.

Suara decitan karet sepatuku dengan lantai membuatku merasa seakan aku adalah pemain basket yang sibuk men-dribble bola untuk menghindari lawan. Aku bukanlah orang yang update seperti siswa siswi kebanyakan disekolah ini. Aku hanya membeli sesuatu jika aku menyukainya, bukan karena 'hal' tersebut sedang hits. Bahkan disaat ombre rambut sedang sangat digandrumi, aku justru menjaga rambut hitamku untuk tetap berkilau bagai iklan sunslik. Disaat behel menjadi hiasan dimulut sedang maraknya, aku cukup bersyukur walaupun gigiku tidak rata –Ya karena aku memiliki gigi gingsul disebelah kiri atas bawah, biarlah menjadi daya tariku. Disaat softlens menjadi pengindah mata, aku justru bergidik ngeri dengan proses memasang dan melepasnya, apalagi sempat kudengar salah satu kaka kelasku melakukan oprasi selaput mata karena infeksi akibat softlens.

Hal lain yang membuatku berbeda dari yang lain adalah, aku tidak menyukai boyband atau girlband atau grup vokal dan sebagainya. Aku menyukai musik classic, DJ, dan Rock. Aku menyukai lantunan piano karya Schubert, Mozart, Bach, Chopin dan Rachmaninnoff ya banyak lagi lah. Untuk DJ aku menyukai Yellow Claw, Flosstradamus, Excision, Armin Van Buuren, Steve Aoki dan ya DJ yang memang memiliki gubahan beat yang cukup membuatku lompat-lompat. Dibagian Rock aku menyukai One Ok Rock band yang berasal dari Jepang, Bring Me The Horizon terutama lagunya yang berjudul Drown, Linkin Park dan banyak lagi. Namun jika disuruh memilih mana lagu yang rela kudengar untuk 1 minggu penuh, aku memilih musik Classic. Karena aku memiliki keinginan belajar piano walaupun umurku yang menjadi halangan karna bukan umur ideal untuk belajar, dan karena biaya yang tidak bisa dibilang murah.

Suatu hari saat sedang jam istirahat, kulangkahkan kakiku yang dibalut sepatu adidas dengan tangan menggenggam kresek berisi ketoprak didalamnya. Erik Satie – Gymnopedie No.1 terdengar melantun indah dikoridor kelas dengan toa yang mendukung suaranya tersebar kemana-mana. Terdengar sangat tenang namun ada sedikit kepedihan didalamnya, kebetulan ada kakak kelas lewat dan bilang "Dia main lagi diruang musik? Ga bosen? Siapa lagi ini yang nyalain penghubung Toa disana?" tapi tampaknya ia tak berniat untuk menegur si-pemain.

Teman-temanku sudah menunggu didalam kelas untuk bersama, namun rasa penasaranku mengalahkan keinginanku untuk makan bersama dengan mereka. Akupun berteriak untuk memberitahu mereka bahwa aku tidak ikut makan bersama karena ada urusan. Sebenarnya aku tidak mengetahui letak ruang musik, sampai akhirnya aku berdiri depan mading dan menatap peta peletakan ruangan, yap, aku menemukannya dan segera berlari menuju ruang musik. Suara decitan sepatu dan kresek yang bergoyang kesana kemari menjadi penemanku saat berlari seolah hari ini adalah hari terakhir dan berharap lagunya belum berhenti.

Lagunya belum berhenti dan aku sudah berada diambang pintu ruang musik. Seorang lelaki dengan rambut acakan membelakangiku dan berkutat dengan piano yang mengeluarkan suara yang indah namun mencekat hati. Badannya bergerak menikmati alunan yang ia hasilkan. Matanya terpejam menghayati setiap nada yang keluar. Bahunya lebar menandakan bahwa dadanya bidang. Kursi piano tersebut tetap tidak menyejajarkan kakinya yang panjang sehingga kakinya lebih tertekuk ke atas. Ukuran kakinya besar terlihat dari pedal yang diinjak hanya menggunkan ujung sepatunya. Seragam putihnya keluar dari celana, tidak ada dasi yang menggantung.

Lagu telah selesai ia lantunkan. Pria tersebut masih memejamkan matanya, tidak ada niatan untuk membukanya. Aku yang terkagum dengan permainannya tidak sengaja terpeleset sehingga pintu yang setengah terbuka terbanting dan terbuka seluruhnya. Pria yang awalnya menikmati kesunyian akhir permainannya sontak membelalakan matanya dan melotot kearah pintu. Aku yang berasa seperti ditatap mematikan hanya cengengesan dan mengucap maaf. Ekspresiku mungkin saat ini adalah pucat. Ya pucat. Karena dia adalah senior satu angkatan diatasku yang terkenal bandel nomor satu disekolah ini.

Dia yang melihat wajahku pucat justru terbahak dan berjalan kearahku yang masih mematung, tampan ternyata. Dia sedikit menunduk dan mengambil kresek hitam yang sedari tadi ku tenteng. Dan dia dengan santainya bilang "Tau aja gue laper" dan segera membawanya ke meja dekat piano yamaha yang sedari tadi dimainkannya. Itu makanan sekaligus sarapanku dan dia dengan enaknya mengambil makananku. Aku merangkai kata sesopan mungkin untuk menjelaskan bahwa kresek yang ia ambil adalah sarapanku, namun belum sempat kata-kata yang sudah kususun keluar bunyi diperutku duluan yang keluar dan kini ia semakin terbahak dan mengajakku makan bersama. Ya, makan bersama dengan menu makanan yang baru saja ia rampas ditanganku dan diajak oleh siperampas, lucu? Sangat. Namun disitulah awal dari kedekatan kami. Ia bercerita tentang dirinya yang mencintai piano beserta sheet berisi musik favoritnya, ia yang sengaja menyalakan pengeras suara agar permainannya didengar, agar ia tidak dinilai hanya karena kenakalannya, namun sepertinya tidak ada yang peduli dengan pemain hebat ini. Buktinya sedari tadi hanya aku yang baru menghampirinya. Itu yang membuat kita tersadar bahwa tidak semua orang menyukai musik classic. Bahkan teman-temanku yang kuberitahu tentang musik classic yang menurutku seperti mengajakku untuk berdansa dinilai menyeramkan oleh mereka. Hal itu membuatku berfikir, dimana seramnya?

Akupun bercerita tentang aku yang mencintai musik classic namun sangat disayangkan tidak bisa memainkan salah satu dari sejuta musik yang indah tersebut. Dia menyarankan untuk belajar padanya, dan aku tidak mungkin menyia-nyiakannya. Kesempatan emas. Namun ku beritahu satu kendalaku, jariku belum cukup lentur dan dia menyarankan musik yang tergolong mudah dengan judul Song For Anna, sebuah ost dari salah satu film cartoon. Lagunya lucu, itulah bayanganku saat mendengar ia mempraktikannya untukku.

Namun sayang, saat ingin kucoba bel istirahat telah usai. Aku segera melesat keluar ruang musik karena guru yang akan mengajar cukup terbilang sangat disiplin, dan lagi jarak ruang musik ke kelasku cukup jauh. Namun baru setengah perjalanan senior tersebut memanggilku tanpa nama. Aku menoleh. Dia bertanya namaku dan ID LINE, aku bukan orang yang tertutup, jadi kuberikan saja. Siapa tahu aku masih memiliki kesempatan untuk belajar menekan tuts hitam putih dan menghasilkan nada yang indah, bukan semerawut tidak jelas yang selama ini ku lakukan jika melihat piano.

Kita menjadi dekat, bahkan sangat dekat. Musik Classic mendekatkan kita. Itulah yang kupikirkan selama ini. Ia mendekatkanku pada dirimu yang nakal namun jenius dalam melantunkan nada indah pada piano. Aku kini tahu alasan kenapa Gymnopedie yang saat itu kau mainkan begitu terdengar menyedihkan menyayat hati. Ibumu meninggal 2 hari sebelum kau memainkannya. Namun aku bersyukur, berkat melodi tersebut, aku membawa langkahku yang ditemani sepatu adidas dengan ketoprak di tangan kananku kepadamu.

Ya, pria yang sedari tadi ku sanjung adalah dirimu. Bagaimana dengan sekolah musikmu? Bahkan aku belum bisa memainkan Gymnopedie dengan lancar. Bahkan nada sedih yang ingin ku buat karena menjalani hubungan jauh denganmu malah terdengar lucu karena beberapa piece yang kumainkan terlewat. Aku mencintaimu lebih dari pada aku yang mencintai musik classic. Begitu pula dirimu yang rela tidur pagi agar programmu cepat selesai dan menepati janjimu melamarku dengan karya Chopin – Ballade 1 In G minor yang menurutku tidak mengandung nada romantis, ya sedikit, namun sedih yang banyak ku dengar. Aku bahkan ingat saat aku memprotes musik pilihanmu, namun jawabanmu membuatku terbungkam namun tersenyum bahagia. "Karena aku akan sedih, aku harus meninggalkan keluarga demi membangun keluarga baru denganmu. Singkatnya, lagu itu untuk keluargaku. Kalau untukmu ya rahasia. Ngelamar ngasih tau rencana kan konyol. Ya walaupun emang aku konyol"

Tertanda,

Seorang yang jatuh ciinta dari Gymnopedie yang kau mainkan di ruang musik sekolah.

Naabot mo na ang dulo ng mga na-publish na parte.

⏰ Huling update: May 27, 2017 ⏰

Idagdag ang kuwentong ito sa iyong Library para ma-notify tungkol sa mga bagong parte!

FEELINGSTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon