BU GURU

874 0 0
                                    

Sehabis sholat asar ia pasti akan berkutat di dapur membereskan urusan untuk mempersiapkan makan malam atau kadang menyianpkan adonan kue yang akan diolah nanti sehabis isa'.

Ia sedang mencuci piring ketika dari depan pintu dapur ada yang memanggil. "Bu,bu guru,bu guru ada di dapur to?"

"Iya masuklah"

"Mau masak to bu guru?" "Masak roti pesenan,nyiapkan adonan dimasak nanti aja habis isak."

"Pesenan siapa to bu?"

"Pak Lurah mau sunatan"

"Bu guru,mbok aku dipinjami duwit to bu buat bayar spp si Darno besok."pinta yu Jami.

"Yu Jami ini,lha utang yang dulu belum dikasih to?"

"Iya bu nanti kalau bayaran tandur di kang Darmo tak kasih,ya bu ya,duapulugribu aja."

Toh pada akhirnya bu Marni tidak tega juga.Iapun kekamar dan mengambilkan uang.

"Ini,nanti bener yo yu Jami disahur lho."

"Iya iya bu,terimakasih dan aku pulang dulu ya bu guru." Bagaimana ia akan tega pada yu Jami yang buruh tandur,dan suaminya buruh nyangkul,itupun kalau pas musim tanam.Kalau tidak yu Jami akan kerja seadanya. Bu Marni,setelah Yu Jami pergi ia malah teringat dirinya sendiri. Ia yang sekarang dipanggil bu guru baik di tempat mengajar maupun di rumah.Gelar yang ia dapat dengan perjuangan yang berat,melibatkan orangtua dan saudara saudaranya. Ia anak penjual krupuk yang tinggal di desa.

"Hem",ia senyum dalam hati ketika teringat perjuangan bisa lulus SMP.Ia teringat kejadian di sekolah.

"Mar kamu dipanggil pak Wono ke ruang Bp."kata Nanik ketika jam istirahat.

"Ada apa?"

"Gak tahu,coba kesana aja ditunggu."

Marni bergegas ke kantor Bp menemui pak Wono.

"Apa salahku ya?Spp ku kan sudah aku bayar dan dapat keringanan limapuluh persen."Batinnya berkecamuk saat sampai depan pintu ruang Bp Marni sudah dedegan.

"Ada apa ya?"batinnya.

"Permisi pak Wono." "Oh Marni,masuk Mar."

"Iya pak,ada apa ya pak kok saya di panggil?"

"Duduk dulu Mar, itu kursinya."perintah pak Wono sambil menunjuk kursi di depan meja lain yang sebenarnya kursi bu Karmiyati bagian TU.

Marni mengikuti dengan berbagai pertanyaan di benaknya.

"Mar,jualan krupuknya tadi pagi habis tidak?"

"Habis pak."Marni tersipu.Ia teringat tadi pagi waktu jualan kerupuk di depan pasar pak Wono lewat menuju sekolahan,dan Marni berusaha menyapa dengan menganggukan kepala.Tapi anggukan kepalanya menyebabkan nyiru di atas bakul miring dan kerupuknya tumpah.

"Kamu tiap hari jualan Mar?" "Kalau hari jumat tidak pak." "Kenapa?"

"Kalau jumat pelajaran olahraga pak,masuk pagi dan sorenya pelajaran biasa"

"Oh ya ya."pak Wono mengangguk faham.

"Yang bikin krupuk siapa Mar?" "Simbok pak."

"Terus kamu diberi berapa oleh simbokmu?"

"Untungnya buat saya dan modalnya saya kembalikan pak."

"Ya sudah gak papa Mar,kamu tapi jangan lupa belajar ya."pesan pak Wono.

Bel masuk berbunyi Marni minta ijin masuk kelas.

"Hei Laura,dipanggil pak Wono ada apa?"tanya Wito yang duduk di bangku depannya. "Apa Wit,aku kaupanggil saura?"tanya Marni

"Huh ini,Laura tahu,yang di serial tv!"celetuk Murti yang duduk sebangku.

Marni jadi tersipu,bukan karena malu karena salah menyebut nama Laura tapi ia memang gak punya tv dan sesekali saja nonton di tetangga jauh.Ia tak kenal siapa Laura.

"Laura tuh persis kamu Mar,rambutnya panjang dikepang dua,kalau senyum giginya tampak gede gede,huahaha."canda Wito.

Bu guru Marni rupanya menjadi makin terbawa ke masa lalunya. "Wito,Murti,Anik."Ia mulai mengingat nama nama teman SMP nya.

"Ah,mereka memanggilku Laura,karena rambutku yang panjang."kenangnya. Marni kecil dulu rambutnya panjang dan punya kisah yang masih ia kenang.

"Mbok,aku diikutkan baris tujuhbelasan,dan aku disuruh potong rambut."kata Marni kepada simboknya sepulang sekolah.

Ketika itu ia kelas lima SD.

"Apa Mar?"tanya simboknya sedikit terkejut.

"Ia mbok,suruh potong rambut sampai sebahu dan disuruh pakai sepatu hitam,tapi sepatunya dipinjami Anik anaknya bu guru."

"Ndak usah ikut baris kalau rambutnya dipotong."simboknya sedikit meninggikan nada bicaranya.

"Ah,simbok aku dah terlanjur mau."rengek Marni.

" Nggak boleh potong rambut,simbok gak seneng kamu potong rambut."

Marni kecewa dan masuk sentong,ia berharap simboknya mau memotongkan rambutnya biar pendek seperti teman temannya dan bisa ikut baris. "Yang nyuruh potong rambut siapa Mar?"simboknya melongok kedalam sentong sambil menyodorkan sepiring nasi. Sebenarnya simbok Marni amat menyayanginya,bahkan sepertinya mendapat perhatian khusus dibanding keempat saudara laki lakinya.Ia anak perempuan satu satunya.

"Pak Marto yang nyuruh."jawabnya lirih sambil terhisak. "Ya sudah aku besok ke sekolahan."kata simboknya. Simbok benar benar datang ke sekolahan pada esok paginya. "Nyuwun sewu pak bu guru,yang namanya pak Marto itu yang mana?"tanya simbok kepada beberapa orang guru yang ada di kantor.

"Oh,inggih ini saya bu,pak Marto."jawab seorang guru yang sedang menikmati rokok di kursi dekat jendela.

"Ada apa bu?"

"Apa benar si Marni ikut baris dan rambutnya akan dipotong to pak Guru?"

"Begini pak guru,Marni boleh ikut baris tapi jangan disuruh potong rambut."jawab simbok. "Memang kenapa to bu kalau Marni potong rambut,apa ndak boleh sama mbahnya?"canda pak guru.

"Bukan begitu pak guru,tapi Marni biar tetap cantik."

"Lho memang kalau rambutnya pendek tidak cantik to bu Tum?" "Orang perempuan kok rambutnya pendek kayak wong lanang."gerutu simbok Tumi.

Bu Narsih dan pak Purwanto yang dari tadi mendengar jadi tersenyum.

"Bu Tum,kalau pendek biar koyo di televisi."celetuk bu Narsih. "Alah mboten pokoknya bu guru,gak ikut baris gak papa,pokoknya jangan suruh Marni potong rambut."bu Tum ngeyel. "Nggih sampun bu Tum,Marni gak potong rambut gak papa,tapi tetep boleh ikut baris yo bu?"pak Marto mulai mengerti. "Inggih pak guru boleh."

Simbok Tum pamit,sementara pak Marto ingat sesuatu. "Marni sebenarnya murid pandai,ia sejak kelas satu selalu dapat rangking pertama.Tapi tiap ada kegiatan extra semisal baris berbaris tidak pernah ikut.Alasannya kalau gak punya bajunya atau sepatu,biarlah kali ini dia ikut"pikir pak Marto. "Hem."Senyum kecil hati bu Guru Marni akan peristiwa itu. Secara reflek tangannya meraba rambutnya."Ah,rambutku pendek hanya sebahu,dulu panjang sampai bawah pinggang."kenangnya."Rambut Laura kini gak ada Wit."ia teringat Wito teman SMP nya itu. Ia Marni telah memotong rambutnya sejak menikah,tapi belum jadi guru.

Marni minta ijin simboknya dan diperbolehkan setelah dibuju Marni. "Pluk!"sebuah tepukan di bahu mengejutkan bu guru Marni yang memang melamun. "Ibu ini melamun,awas adonan kue nanti keliru kebanyakan garam."kata Wasis .

BU GURU (bagian satu)Where stories live. Discover now