Part 5

1.1K 75 2
                                    

Aduh, mentok banget nih idenya. Gara-gara Bocil pengen gangguin Sbm nya. Wah bener-bener sukses nih si Bocil bikin Sbm nya ga punya ide, dia malah seneng. Seharian kemarin bener-bener ga ada ide gara-gara dia.


Putri Pov

"Put, bukannya lo kenal itu anak ya?" ujar Susan padaku saat melihat Rian melintas.

Aku yang ditanya hanya diam saja, "Ya kenallah, aku jatuh cinta sama dia. Ga tau kenapa, padahal kita sama." ujarku dalam hati. "Emang kenapa, San?" tanyaku pada Susan.

"Lo bukannya benci banget sama dia ya? Tiap dia lewat aja lo cuek setengah mati. Padahal dia selalu senyum buat lo, Put. Lo ga ngerasa ya dia senyumin lo? Dia juga ga ada salah sama lo. Lo kenapa sih?"

Jleb.... Omongan Susan menghujat jantungku. Aku teringat awal pertama dia masuk kampus, dengan gaya sok cool nya. Tapi teman-temanku bilang dia ga sok cool. Menurut mereka, dia memang seperti, malah dia berusaha ramah pada siapa pun. Aku juga bingung sendiri dengan sikapku. Aku suka Rian yang notabene nya cewek, tapi didepan teman-temanku, aku pura-pura membenci dan tidak mengenalnya. Padahal mereka tau kalau aku sering bertemu Rian di ruanganku di bagian Kemahasiswaan, tapi kenapa aku selalu pura-pura tidak mengenalnya. "Eh, gue kenal kok." Akhirnya meluncur juga kalimat itu dari bibirku. Ada sedikit kelegaan di hatiku. "Kadang dia bantuin gue kalo ada tugas dan kerjaan dari pak Agus, sering juga nemenin gue di ruangan kalo pak Agus lagi keluar."

"Nah itu lo ngaku juga. Lagi apa salahnya dia sih sampe lo gedek banget sama dia?"

"Dia ngeselin." jawabku asal.

"Ngeselin gimana sih? Dia baik dan ramah sama siapa aja kok."

"Justru itu, karena dia baik dan ramah ke siapa aja. Sok kenal banget."

"Tapi sejak lo deket sama dia gimana?"

"Biasa aja."

"Ah parah lo ah. Noh anaknya datang, kayaknya nyari lo deh." ujar Susan sambil menunjuk Rian dengan dagunya. "Gue ke kantin dulu ya." ujar Susan sambil berlari meninggalkan Putri yang terdiam.

"Hai, mbak. Nanti ada kelas lagi?" tanya Rian padaku.

"Ada nanti jam 4. Sekarang gue mau ngerjain kerjaan dari pak Agus. Mau nemenin gue?"

"Dengan senang hati." Rian tersenyum manis padaku. "Ga ada yang marah kan ya, mbak? Aku sering nemenin kamu?"

Aku terdiam mendengar pertanyaan Rian. "Ga ada kok. Emang siapa yang marah?"

"Kali aja pacarnya marah, mbak. Aku takut aja pacarnya marah."

"Ga, ga ada yang akan marah kok. Kamu tenang aja."

Dan Rian tersenyum manis setelah mendengar penjelasanku. Dahiku berkerut saat kami mulai memasuki ruanganku. Kenapa dia tanya itu ya? Aku sudah duduk di kursi kesayanganku. Pikiranku kembali pada persitiwa delapan bulan lalu, saat Rian mencium leherku. Saat aku menikmati perlakuannya. Ada apa denganku? Kenapa aku jadi seperti ini. Aku tau Rian menyukaiku. Aku tau dari tiap tatapannya, dari perlakuannya padaku. Tapi aku bingung dengan diriku sendiri. Apa aku memang benar-benar menyukainya? Apa aku menyayanginya? Lebih dari teman?

"Mbak, mbak... Kok diam aja? Senyum-senyum sendiri."

Rian memegang tanganku dengan lembut. Tiba-tiba jantungku berdebar dengan sangat cepat. Aku melihatnya tersenyum. "Eh, e inget kejadian di kelas bawah aja." ujarku polos lalu menutup mulutku sendiri. Merutuki apa yang baru saja aku lakukan.

"Aku juga sering inget. Andai saja kejadiannya bukan di kampus." Dia tersenyum menggoda. Ah dia mulai menggodaku lagi.

"Maksud lo?"

Dia tertawa. "Ga apa-apa." Rian lalu terdiam. "Mbak, kamu udah punya pacar, mbak?"

Deg. Pertanyaan itu akhirnya keluar dari dia. "Memang kenapa? Kamu mau jadi pacarku?" tanyaku iseng, sedangkan jantungku kembali berdebar kencang.

"Yah... kali aja bisa gitu, mbak."

Rian menjawab sambil tersenyum walau senyum itu terpaksa karena aku tau dia ragu saat menjawabnya. Tiba-tiba hapeku berdering. Aku melihat sebuah nama yang tak asing bagiku muncul dilayar hapeku. Jaka, mantanku. Ah mau apa dia menghubungiku lagi? Belum puaskah dia setelah apa yang dia lakukan padaku dulu?

"Mbak, kok hapenya ga dijawab? Dari siapa sih?" ujar Rian menyadarkanku.

Terpaksa aku menjawab panggilan tersebut. "Hallo, kenapa, mas?"

"Kamu lagi ngapain, Put? Kamu ga kangen sama aku?" ujar mas Jaka padaku.

"Ga, mas. Aku ga kangen sama kamu. Kenapa aku harus kangen sama kamu? Kamu bukan siapa-siapa aku lagi." ujarku ketus.

"Kok kamu gitu sih, Put? Kamu belum maafin aku ya?"

"Hah? Maafin kamu, mas? Setelah apa yang kamu lakukan padaku itu, kamu masih mengharapkan maaf?"

"Aku melakukan itu karena aku cinta sama kamu, Put?"

"Apa, cinta? Kamu melakukan hal itu karena cinta sama aku? Kamu gila, mas. Benar-benar gila." Aku mulai emosi karena ucapan mas Jaka dan aku tau kalau Rian sedari tadi memperhatikanku, walau dia hanya terdiam sambil memainkan hapenya. "Udah ya, mas. Aku lagi banyak kerjaan. Dagh." aku memutuskan pembicaraan lalu mematikan hapeku.

"Siapa, mbak?" tiba-tiba Rian menyadarkanku kembali.

Hei, kenapa wajahnya kesal sekali? Harusnya aku yang kesal karena telepon tadi. Ku jawab saja pertanyaan Rian. "Mantanku. Mas Jaka, dia di Solo." ujarku sekedarnya.

"Dia minta balikan, mbak? Kalo mbak masih sayang dan cinta sama dia, balikan aja, mbak." jelas Rian sambil menundukkan wajahnya. Aku tau ada rasa kecewa terlihat dari raut wajahnya.

"Dia mau minta maaf." ujarku sekenanya. "Aku sudah tidak ada rasa ke dia, Ian. Aku sayang dan cintanya sama kamu. Kapan kamu sadar akan hal itu?" batinku.

"Hooo... Ah iya aku lupa."

"Kenapa, Ian?"

"Aku ada kelas, mbak. PHI, mbak."

"Hah? Bukannya tadi udah ya?" aku bingung, karena setau aku tadi pagi dia sudah ada makul PHI. Apa dia berbohong padaku sore ini? Karena telepon tadi?

"Ga kok, mbak. Tadi ga jadi, dipindah sore." Rian meyakinkanku.

"Ya udah kalo gitu." aku kecewa atas jawabannya.

"Maaf ya, mbak. Aku ga bisa temenin kamu. Aku turun dulu." Rian minta maaf lalu pamit tanpa melihatku.

Ah Rian, aku tau kamu cemburu, aku tau itu. Tapi kenapa kamu pendam saja? Kenapa tidak langsung kamu tanya ke aku, agar aku bisa menceritakan semuanya ke kamu. Aku kecewa sama kamu, Ian.

*****

tbc

Maaf cuma sedikit, idenya belum muncul banyak nih. Masih gara-gara si bocil yang gangguin.

Ditunggu vote dan komennya ya gaes...



Tuan Putri Pertamaku (Complete)Where stories live. Discover now