Part 2 | Pink dan Larangannya

390 81 18
                                    

Dosen selalu benar, mau sebenar apa pun mahasiswa.

--Nona Mahasiswa yang sebal--
____________________________








BERENANG di kolam piranha lalu dadah-dadah dengan si ikan ganas terasa puluhan kali lipat lebih menyenangkan ketimbang situasi yang Naya hadapi sekarang. Setidaknya makhluk-makhluk itu jauh lebih imut daripada orang-orang di sekelilingnya. Plusnya lagi, mereka tidak membuat otaknya morat-marit acap kali dipikirkan.

Naya menahan keinginan untuk membenturkan kepalanya ke meja dalam rangka menyelamatkan saraf otak dari kobaran api. Asap tak kasatmata sudah mengepul dari sela-sela rambut hitamnya semenjak tadi. Namun sejauh ini, belum ada yang peka apa yang kiranya menjadi penyebab kegundahan Naya.

"Ya Tuhan, Pak. Baru aja masuk udah dikasih gambaran tugas akhir. Ini kepala langsung cenat-cenut mikirin ide buat topik skripsi," gumam Naya, merasa ngeri setengah mati akibat bayangan skripsi yang melambai-lambai di pelupuk mata.

Berawal dari perkenalan dosen, mata kuliah yang diampu, dan sederet wejangan mengenai perjuangan menjadi sarjana yang tidak mudah, ujug-ujug malah nyasar ke spoiler tugas akhir. Mana ada otak polos maba yang tidak korslet sewaktu tahu lima tahun lulus termasuk normal di fakultasnya?

"Nay, flat shoes lo belum dicuci selama dua minggu terakhir, 'kan?" Bisikan Sela merenggut perhatiannya.

Tanpa melepas atensi pada papan tulis, Naya menyahut, "Ho-oh. Kenapa?"

Sampai kapan dosen di depannya menjelaskan jalan derita menggapai toga wisuda? Buat aplikasi yang terbentuk dari ribuan coding, terjun ke masyarakat untuk pengabdian, dan skripsi... walah biyung, ini baru hari pertama kuliah tapi keinginan pindah jurusan sudah mencuat.

"Kasihin sepatu lo ke dosen di depan kelas dong, Nay. Gue jamin efeknya luar binasa. Anjay, itu dosen atau dedemit TA, sih? Baru juga masuk udah dicekokin topik skripsi."

Tawanya nyaris tersembur begitu Sela memproklamirkan kedongkolannya. Ternyata bukan hanya dirinya yang sebal mendengar celotehan sang dosen. Sela yang duduk di sampingnya pun sama puyengnya sampai mengungkit sepatu legend Naya.

Berniat menimpali ujaran mangkel Sela, Naya tersentak mendapati neraka jalur undangan dibuka tepat pukul sebelas siang. Wujudnya bukan berupa soal atau rumus jelimet, melainkan Allovian Keanandra yang mejeng di kelas berikutnya.

"Saya rasa, saya tidak perlu repot-repot mengucapkan selamat siang karena kita tahu ini memang sudah siang." Alan mengawali kelas dengan nada beku yang mencekam.

Sekuat tenaga, Naya berusaha menahan hasrat minggatnya yang meronta-ronta hebat sampai kursi yang ia duduki serasa penuh duri. Laki-laki itu benar-benar membuat mentalnya nyusruk ke dasar bumi. Ini bagaimana caranya menyelamatkan diri?

Kepalanya menelungkup di atas meja.

"Maaak, pinkeu-pinkeu stroberi kenapa ada di mana-mana?" erangnya.

Rasa malu Naya yang tadinya terkubur jauh di dasar kalbu kini mencuat dengan semena-mena. Sumpah, tatapan es Alan tidak main-main efeknya. Ia mblegidig tingkat dewa!

"Aileen..." Naya langsung mendongak. Matanya mengerjap linglung saat tahu-tahu Alan sudah ada di dekatnya. "Kamu tidak mendengarkan saya."

Itu bukan pertanyaan melainkan pernyataan mutlak yang tidak bisa dibantah.

Gugup, Naya tertawa kecil. Ya salam, dari jauh saja aura Alan sudah kelihatan sangar dunia akhirat, apalagi dari dekat. Ia blank.

"Sangat menjengkelkan mengetahui di hari pertama saya mengajar ada mahasiswa yang melamun! Kalian tahu apa yang saya pikirkan soal itu?" Alan kembali ke kursinya dengan menebar senyum sinis. "Bodoh! Kalau mau melamun, buat apa pergi kuliah? Lebih baik di rumah saja daripada datang ke tempat kuliah hanya untuk absen! Sudah bodoh, tambah bodoh!"

EavesdropKde žijí příběhy. Začni objevovat