Saat Brian Meminta Sesuatu

2.8K 276 32
                                    

"Ini jam berapa, Ra?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ini jam berapa, Ra?"

"Setengah dua."

Aku yang memang sedang berkutat dengan ponsel langsung menyahut tanpa mengalihkan pandangan.

"Kita nonton yang jam berapa?"

"Jam 3."

"Kok masih lamaaaa?" Brian tiba-tiba mengeluh sebal.

"Ih? Kan tadi kamu yang minta jam segitu? Kamu yang bilang biar lama?" tanyaku beruntun masih dengan kedua tangan sibuk mengetik pesan balasan di roomchat grup himpunan yang memang sejak tadi tak ada henti-hentinya memunculkan chat baru. Maklum, sebentar lagi akan ada perhelatan akbar tahunan di jurusanku yang alhasil membuat roomchat itu tak pernah sepi.

"Ya kirain akunya enggak bakal dianggurin gini."

Kalimat Brian membuatku seketika menggigit bibir seraya menurunkan ponsel ke pangkuan. Aku melirik Brian yang memang sejak tadi merebahkan kepalanya di bahuku. Bibirnya mengerucut lucu tapi raut wajahnya memang terlihat terganggu. Brian bad mood. Raut wajahnya selalu seperti itu setiap kali ada hal yang tidak sesuai dengan keinginannya terjadi.

Ini memang baru bulan pertamaku setelah menyandang status sebagai pacar dari basis band enamhari tapi aku sudah mengenal Brian hampir satu tahun. Jadi bukan hal yang sulit bagiku untuk memahami gestur-gestur atau ekspresi yang diberikan Brian. Terlebih lagi, Brian tidak pernah marah, padaku. Semoga saja memang tidak akan pernah.

"Maaf ya, Sayang," kataku sambil mengusap punggung tangannya pelan, mencoba membujuk.

Usahaku berhasil karena kepala Brian seketika menegak. "Apa? Coba ulang, enggak kedengeran."

Aku mengerling sambil memberikan seulas senyum. "Maaf ya, Ian."

"Iiiiih, kok diganti lagi, sih? Sayangnya mana?" Brian merengek yang membuatku tertawa geli dengan tangan yang mendorong pelan pipi Brian, gemas.

Aku memang terhitung jarang memanggil Brian dengan panggilan khusus bersifat afeksi seperti yang sering lelaki itu berikan untukku atau yang biasa diberikan seorang gadis pada kekasihnya. Aku lebih senang memanggil dia dengan panggilan Ian. Kurasa itu sudah cukup dikategorikan sebagai panggilan khusus karena Brian bilang baru aku yang memanggilnya seperti itu dan aku harap tidak ada lagi yang memanggilnya seperti itu selain aku. Tapi Yaya menjadi pengecualian. Sekarang perempuan itu memanggil kakaknya dengan panggilan yang sama denganku.

Walaupun begitu, kadang aku juga memanggil Brian dengan panggilan afeksi dalam kesempatan tertentu yang biasanya membuat mata tajam Brian langsung bersinar setiap kali mendengar kata itu keluar dari bibirku, seperti halnya beberapa saat lalu.

"Kita mau ke mana dulu atuh?" Aku mencoba mengalihkan pembicaraan. "Jalan-jalan ke luar, yuk? Ada yang mau kamu cari enggak?"

Brian menggeleng. "Enggak mau kemana-mana, sih. Lagi males jalan di mall, udah gini aja." Dia kemudian mengapit lenganku dan kembali merebahkan kepalanya. Aku hanya diam sambil menatap kotak display poster film yang ada di hadapan kami.

Catatan Maura [REPUBLISH]Where stories live. Discover now