3

42K 2.9K 80
                                    

Esok yang dinantikan Marsya harus meleset hingga satu minggu ke depan. Karena papanya yang harus melakukan perjalanan bisnis dan Dewa sedang mengambil cuti.

Tidak lama, hanya tiga hari.

Tapi yang membuat miris ialah, Dewa yang membawa serta Ayu dalam cuti kali ini.

Memang tidak aneh, mengingat hubungan keduanya yang sudah berjalan dua tahun. Dan tepatnya, ini hari kedua Ayu berada di Lampung, kampung halaman Dewa.

Dan, Marsya baru mengetahui tadi pagi.

Dari Melinda, sang sekretaris.

Kenapa ibunya mengizinkan Ayu pergi bersama Dewa, padahal tahu dirinya akan menikah dengan pria itu?

Marsya tidak marah.

Dia hanya kasihan pada adiknya.

Bisa dipastikan, jadwal move on sang adik akan sangat sulit.

Dan, ia tidak perlu repot-repot menuding apapun yang ada di pikiran ibunya.

Ia percaya papanya.

Apalagi kepergian Gallio ke Selandia, menyangkut perusahaan yang akan tetap berada di bawah kendali Marsya.

"Meeting dimulai sepuluh menit lagi, Bu."

Marsya mengambil ponselnya, kemudian menatap Melinda. "Siapkan data manajemen bulan ini!"

Setelah itu ia keluar dari ruangannya.

Meeting kali ini, akan membahas kelanjutan manajemen yang akan dirombak secara besar-besaran.

Mengingat, kekuasaanya akan beralih sebentar lagi.

Dan semua kepala dewan, sudah berkumpul di ruang meeting, minus Dewangga Linggar.

Meeting kali ini seharusnya cukup alot dan riuh, karena kewenangan yang dibuat oleh Marsya, sang Direktur membuat sejumlah kepala departemen Merc Company mendadak pusing.

Bagaimana tidak?

Mereka harus memutar otak, di saat brand terbaru akan dikeluarkan sekarang malah terbentuk perpindahan posisi manajemen.

Tapi, karena yang memimpin rapat seorang Marsya Gallio Diraja, keadaan ruangan itu sangat kondusif.

Suara riuh, makian hingga kutukan baru keluar setelah ibu Direktur meninggalkan ruang meeting.

Satu tahap selesai.

Marsya menyunggingkan senyumnya.

******

"Lampung indah, Ma. Apalagi pasir putihnya. Terus, masakan camer, enak juga."

Cerita Ayu tentang pengalaman pertama menjelajah kota begal itu sangat mendramatisir.

Marsya tidak terganggu dengan diksi Ayu tentang kota pintu gerbang Jakarta.

Ia juga tidak menanggapi.

"Ibunya Dewa, baik?"

"Banget Ma. Cantik, lemah lembut pinter masak. Pokoknya camer idaman."

Marsya meringis, nanti dia tidak akan bertanggung jawab mengenai perasaan menye-menye adiknya.

"Kamu nggak merepotkannya, selama di sana?"

Pertanyaan ibunya, juga tidak menggangu kegiatan Marsya, yang sedang fokus pada diagram penjualan dari tablet-nya.

"Nggak Ma. Ayu nggak ngulah. Ibunya mas Dewa yang ngajak Ayu jalan-jalan."

Senyuman di bibir Ayu, sepertinya tidak akan menghilang. Dia terus bercerita hingga sebuah kalimatnya membuat sang kakak terbatuk.

 SAMA AKU AJA Where stories live. Discover now