Wattpad Original
There are 6 more free parts

3. His Girlfriend

44.4K 4.8K 117
                                    

Tiba-tiba gosip yang ia dengar tadi siang kembali mengiang di kepalanya. Ia sebenarnya masih di ambang antara percaya dengan tidak percaya. Namun, apa yang ia lihat sekarang membuat Elena menjadi semakin penasaran.

Bisa saja perempuan itu adiknya, kan? Elena menggeleng. Setahunya Joe adalah anak satu-satu di keluarganya. Apa itu teman dekatnya? Elena menggeleng. Apakah wajar pria dan wanita yang berteman saling bergandengan dan menautkan jemari mereka? Elena kembali menggeleng atas pertanyaan pikirannya sendiri. Mungkin saja itu sepupunya jadi mereka terlihat sangat dekat? Ya, pasti seperti itu.

Namun, Elena terdiam saat ia melihat dengan jelas Joe mencium punggung tangan perempuan itu dengan mesra. Kedua mata Elena yang awalnya memicing tajam, berubah menjadi sendu. Semua dugaannya salah. Gosip itu benar adanya.

Elena berbalik, menatap pantulan dirinya di salah satu penggoreng baru yang mengkilap sebelum akhirnya menatap penampilannya ke bawah. Ya, dibandingkan perempuan yang ada di meja bersama Joe, dia sama sekali bukan apa-apa. Bahkan di kausnya pun ada beberapa noda kecap karena membantu restorannya dengan giat.

"Tidak heran Pak Abrahms selalu mengiraku office girl," gumamnya lirih sembari menunduk pelan.

Elena menjadi tidak punya kekuatan untuk mengangkat dagunya. Bagaimanapun ia memang tidak bisa membanggakan penampilannya sendiri. Seperti yang ia katakan pada Sandra, walau Elena memiliki otak yang 'seksi', tetapi sayangnya penampilan tidak akan pernah sebaik otaknya.

Elena menghela napas panjang dan begitu berat. Apakah Joe sudah tahu semua surel itu dariya? Apakah itu alasan Joe tidak pernah membalas semua surelnya? Apakah itu tanda bahwa Elena harus berhenti dengan sendirinya? Mengingat Joe terlalu ramah dan baik hati untuk menolak dan menyakitinya secara langsung.

Elena menatap kakaknya yang sibuk. Bahkan Ben terlahir begitu tampan. Apa pun yang pria itu gunakan, bahkan apron kotor sekalipun pria itu tetap tampak seksi. Sedangkan dia malah berpakaian seperti tampak anak kuliah yang stress dengan kehidupannya hingga tampak tidak mengurus dirinya dengan baik.

Elena kembali menatap kedua pasangan yang telah memakan pesanan mereka. Wajah Joe yang tertawa dan tersenyum membuat Elena semakin membisu. Lagi-lagi ia menghela napas panjang.

"Apa aku harus menyerah saja?" gumamnya.

***

Dengan langkah pelan nan berat, Elena melewati trotoar itu. Ia memilih naik bus dan mengabaikan perintah Ben. Lagipula ia juga tidak akan ketahuan jika melanggar sekali lagi.

Elena terlalu banyak pikiran tentang apa yang ia lihat sehingga ia merasa bahwa berjalan menuju apartemennya setelah turun dari halte bus akan sedikit menyegarkan mentalnya. Ia harus menghirup udara segar sebanyak mungkin untuk mengisi paru-parunya yang terasa hampa.

Udara malam yang segar dan sejuk membuat Elena nyaman di balik hoodie-nya. Sepertinya baru saja hujan karena semua jalan masih lembab bahkan tergenang air. Namun, sekarang langit sudah cerah. Membuat Elena bersyukur bahwa ia tidak salah mengambil bus.

Perempuan itu juga memutuskan untuk berjalan ke penjual makanan pinggir jalan. Ia berharap makanan-makanan itu akan sedikit menghiburnya dari kenyataan yang ia temui seharian penuh ini.

"Kenapa rasanya hari ini berat sekali?" protesnya. "Kurasa keadaan tidak bisa lebih buruk sekarang."

Tepat setelah mengucapkan itu, sebuah mobil melintas dan menginjak genangan air yang berada di samping Elena. Membuat cipratan air dalam jumlah tidak sedikit membasahi hingga setinggi pinggangnya. Membuat Elena terdiam dengan mulut terbuka syok di tempatnya. Kejadiannya terlalu cepat untuk ia hindari atau bahkan ia sadari apa yang baru saja terjadi.

My Red DaisyWhere stories live. Discover now