Chapter 3

8K 1.2K 108
                                    

Branch opening Zwecker Bakery begitu meriah. Semua tamu undangan mengenakan pakaian yang rapi dan formal, menandakan ini acara resmi. Dari waitress yang mengantar minuman, aku mendapat info kalau Zwecker Bakery dibuka khusus untuk tamu undangan sampai jam dua siang, sore nanti, barulah gerainya dibuka untuk pengunjung mal.

Aku dan Sena baru tiba saat Tante Yusma sedang memberi kata sambutan. Karena datang terlambat, aku dan Sena duduk di meja paling belakang, meja kosong terakhir. Sementara itu, Saras datang bersama sang ibu, Tante Atria. Meski belum melihat keduanya, aku tahu mereka ada di sini.

Bicara soal Tante Atria, beliau akrab dengan Tante Yusma sejak dua tahun lalu. Sebelumnya, mereka nggak begitu dekat, meski sudah bertetangga cukup lama. Walau terbilang satu komplek, jarak rumah Tante Yusma dan Tante Atria cukup berjauhan. Kudengar, Tante Yusma dan Tante Atria bisa dekat karena mereka satu grup arisan. Aku yakin, beberapa wanita paro baya yang ikut hadir di acara ini adalah teman arisan mereka.

Selesai memberi sambutan, seremonial dilanjutkan dengan memotong nasi tumpeng oleh Tante Yusma. Rangkaian acaranya nggak banyak, usai potong tumpeng, MC lalu mempersilakan para tamu untuk menikmati hidangan main course yang tersaji di sudut ruangan.

Ketika tamu lain berlalu-lalang mengantre untuk hidangan dan dessert Zwecker, aku dan Sena memilih untuk menghampiri Tante Yusma terlebih dulu. Kami sempat membeli buket bunga, sebagai tanda turut bahagia atas dibukanya cabang baru Zwecker Bakery.

Langkahku terhenti saat melihat seorang wanita bertubuh jangkung dan kurus menghampiri Tante Yusma. Nggak lama setelahnya, mereka terlihat asyik bercengkrama, membuatku urung untuk menyela obrolan.

"Lah, kenapa berhenti? Ayo!" ajak Sena.

"Duh, nggak enak mau nyapa Tante Yusma. Lo lihat deh, Tante Yusma lagi asyik ngobrol."

Belum sampai Sena menyahut balik, aku mendapati Tante Yusma menatapku. Senyumnya melebar. Beliau lalu melambaikan tangannya sebagai isyarat memintaku untuk mendekat. Diam-diam, aku menghela napas lega. Seenggaknya, bukan aku yang menginterupsi obrolan mereka.

"Wah, makasih banget ya kamu sudah datang. Barusan Tante cari-cari lho, kirain, kamu nggak jadi ke sini," kata Tante Yusma begitu aku menyapa dan memberinya buket bunga. Beliau memuji bunga pilihanku yang katanya pas dengan kesukaannya.

Setelah menaruh buket bunga di meja, Tante Yusma lalu mengenalkan aku pada Tante Dina, wanita berhijab yang berdiri di sampingnya. Rupanya, Tante Dina adalah mertua Mas Arya. Beliau datang jauh-jauh dari Bandung untuk meramaikan acara branch opening Zwecker Bakery.

"Sena, kayaknya nggak sabar deh mau nyobain hidangan," goda Tante Yusma pada Sena.

Lelaki di sampingku melempar cengiran lebar tak tahu malu. "Iya, Tante. Kelihatannya enak-enak."

"Tante masih pengin ditemani Rania, nih. Kalau kamu nggak keberatan, Ranianya tinggal dulu sini."

"Nggak keberatan kok, Tante," jawab Sena cepat. "Malah, Rania kayaknya senang banget bisa ngobrol lebih lama sama Tante."

Di balik senyumku, aku merutuki Sena. Seenak jidat ya kalau ngomong! Aku malah jadi kagok nih nemenin Tante Yusma di saat beliau sudah ada teman ngobrol!

"Altan ke mana, Tante?" tanyaku yang sedari tadi nggak menemukan bocah itu di jangkauan mataku.

"Lagi sama ayahnya. Mereka belum sempat ke sini, pas sampai mal, Altan ngerengek pengin main Animal Kaiser," jawab Tante Yusma.

Kukira, keberadaanku akan membuat Tante Dina merasa kurang kagok, ternyata tidak. Beliau malah menyeretku ke dalam obrolan. Dari pertanyaan yang Tante Dina ajukan padaku, aku tahu bahwa beliau tahu banyak tentangku. Apa mungkin Tante Yusma sering cerita soal aku ke besannya, ya?

New Interim+ [Tamat di Storial]Där berättelser lever. Upptäck nu