Chapter 5

6.4K 1.2K 107
                                    

"...ikhlas itu kunci supaya hidup bisa lebih tenang dan bahagia."


&&&


"Hmmm! Ini enak banget, Rania!" puji Tante Yusma saat pertama kali mencoba mushroom lasagna buatanku. 

Aku mengulangi kesuksesanku bereksperimen membuat mushroom lasagna. Tadi pagi, aku mencoba bikin lasagna dalam porsi yang cukup banyak. Setelah aku icip, rasanya sama sekali nggak mengecewakan, sama enaknya dengan eksperimenku tempo hari. Aku mengirim lasagna buatanku untuk Saras dan Sena melalui jasa ojek online khusus antar-barang.

Nggak cuma membagikannya ke dua sahabatku, aku juga berbagi ke dua tetangga yang mengapit unitku. Karena masih banyak stok dan yakin nggak akan habis kumakan sendiri, aku pun membawanya ke Zwecker Bakery untuk kuberikan ke Tante Yusma dan Altan.

"Enak nggak, Al?" tanyaku pada bocah laki-laki yang sedari tadi sibuk mengunyah.

"Enak banget, Kak Rania!" Altan mengacungkan jempolnya sambil kembali melahap lasagna buatanku. Katanya, omongan anak usia balita itu jujur banget, jadi kalau Altan bilang masakanku enak, artinya pasti beneran enak.

Kalau aku tanya impresinya Saras atau Sena, aku yakin mereka akan menjawab, "lumayan lah, bisa ditelen." Mereka memang nggak pernah bersyukur punya sahabat yang lumayan andal masak macam aku.

"Kamu jago nih bikin savory dish. Tante harus belajar dari kamu," 

"Aku bikin pakai resep yang paling simpel kok, Tante, nggak ada trik khusus. Nanti, aku fotoin resepnya ya, kali aja Tante pengin nyoba bikin." Tanganku meraih cangkir berisi matcha latte yang tak jauh dari jangkauanku, kemudian menyesapnya perlahan.

Tante Yusma berdeham. "Kalau bisa sih, kamu sekalian ngajarin Tante pakai metode hands on, Ran,"

"Boleh aja sih, Tante," sahutku cepat. "Kita bisa masak bareng kapan-kapan,"

"Kalau gitu, kita masak di rumah Tante gimana? Minggu depan?"

Aku terkekeh pelan, pasalnya, ini ke sekian kalinya beliau memintaku untuk berkunjung ke rumahnya. "Kayaknya lebih praktis kalau praktiknya di Zwecker, Tante. Tiap hari kan Tante ke sini, udah gitu, Zwecker lumayan dekat sama tempat tinggalku,"

Tante Yusma mendesah pelan, lalu beliau mengulas senyum tipis. Aku menghiburnya dengan berjanji akan mampir kalau aku main ke rumah keluarganya Saras. Mendengar itu, Tante Yusma tampak girang. Sebenarnya, baru-baru ini, Saras mengajakku main ke rumah keluarganya. Dia memberitahuku yang mana rumah Tante Yusma.

 Berulangkali, Tante Yusma memintaku untuk silaturahmi ke rumahnya. Aku sempat kepikiran untuk mampir, tapi batal karena nggak punya alasan yang bagus.

Altan sudah selesai melahap habis satu porsi lasagna untuknya. Dia pun meminta jatah main gim. Tante Yusma memberikan iPad yang ada di tasnya, beliau memberi jatah screen time selama setengah jam.

Kami membiarkan Altan berjibaku dengan gimnya. Sambil menghabiskan lasagna, aku dan Tante Yusma mengobrol panjang. Kami sama-sama perempuan, jadi, bisa dipastikan obrolan kami nggak cukup satu topik saja.

Dalam satu bulan terakhir, pekerjaanku nggak terlalu padat sehingga aku bisa lebih rajin mengikuti kelas-kelas kursus di Zwecker Bakery. Hampir setiap selesai kelas, Tante Yusma mengajakku untuk mengobrol bersamanya di sudut kafe sambil menikmati dessert, karenanya, kami semakin akrab satu sama lain. Kalau kuingat lagi, belakangan ini, aku jadi sering curhat ke Tante Yusma.

New Interim+ [Tamat di Storial]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora