USA vs Korea

5.5K 846 36
                                    

Srrrkkk! Srrrkkk!

"Dah."

Saga langsung berbaring di depan piano usai meletakannya sesuai keinginan Sasa. Cukup lelah keduanya mulai menyicil pindah-pindahan barang, apalagi kalau sudah mengangkut barang besar seperti piano ini.

Rupanya Sasa & Saga sama-sama jago bermain piano, sekarang setidaknya ada obrolan di antara keduanya yang dapat bersinggungan.

"Pak, bilangin Nenek bapak saya hari ini nggak bisa ke rumah bapak ya."

"Emang Mama minta?"

Sasa mengangguk sambil membaca pesan dari nenek Saga itu. "Sarah, sering-sering main ke rumah ya, Mama seneng banget. Kalo bisa abis angkut barang, Sarah ke sini aja dulu hari ini."

Padahal sekarang hari kerja, alasan Sasa & Saga menyicil barang di hari kamis begini juga karena weekend nanti Saga harus menjalankan tugas ke Makassar, sehingga mereka tidak ada waktu banyak sampai ke pernikahan mereka.

Rumah sudah hampir rampung menyeluruh. Dari perlengkapan kamar mandi, perabotan dapur, sampai pernak-pernik kamar masing-masing sudah terisi.

Ya. Dari tiga kamar, dua kamar digunakan menjadi kamar mereka masing-masing. Mereka akan merasakan hidup bagai anak kos saja nantinya, dengan kamar terpisah kamar mandi.

Tepat di depan kamar keduanya adalah pantry yang langsung berhadapan dengan ruang TV. Kini Sasa tengah duduk di bangku pantry mencari-cari channel yang seru. Hingga akhirnya tangannya berhenti pada channel [V] berisi musik-musik.

Sampai saat ini Sasa tak menyangka ibu sudah menyiapkan rumah mewah seperti yang ia miliki ini. Rumahnya seindah rumah-rumah di TV. Desain arsitektur, bentuk futuristik, dengan tanah yang luas.

Apalagi segelah dimasukkan TV flat dan elektronik lainnya. Rumah mereka ini bagai rumah di film-film.

"Sa besok undangan udah mulai disebar ya." Saga menghampiri Sasa di pantry, dan menuang air putih ke gelasnya. Kini mereka duduk berhadap-hadapan.

Deg!

Jantung Sasa berdegup kencang. Padahal ia sudah menyiapkan mental tiga minggu belakangan, tapi tetap saja hal tersebut membuatnya takut. Di waktu yang sama Saga menghampiri Sasa di pantry, dan menuang air putih ke gelasnya. Kini mereka duduk berhadap-hadapan.

"Pak, saya bingung jawab anak-anak gimana..."

"Bilang aja dijodohin."

"Please jangan Pak!"

"Ya terus mau apa?"

Untuk pertama kalinya Sasa menjatuhkan harga dirinya. Bodo amat deh daripada harga diri gue lebih jatoh lagi kalo Pak Saga ngaku dijodohin. "Ngaku pacaran mau nggak Pak..."

Saga langsung menatap Sasa dengan tatapan hadeu-ada-ada-aja. "Yaudah."

"Yes!!!" Sasa tersenyum lebar. "Saya udah ngatur skenarionya Pak. Bilang aja kita pacaran baru sebulan-kan emang kita baru dijodihin sekitar segituan nggak sih Pak-terus karena ngerasa cocok yaudah deh langsung nikah."

Sasa meringis sendiri menjelaskan bagian 'ngerasa cocok'.

"Oh iya Pak, tapi jangan buka-buka apapun sebelum mereka terima kartu undangan ya."

Untuk pertama kalinya Saga iya-iya saja dibawah suruhan Sasa.

"Besok buat anak-anak kantor saya Gosend-in dari rumah saya jam tigaan aja, biar pada nyampe rumah mereka pas mereka udah pada pulang kantor. Siap-siap kamu, pasti pulang-pulang chat rame."

The Proposal | A Romantic ComedyWhere stories live. Discover now