Chapter 3

2 0 0
                                    


Aku bisa mendengar suara teriakannya dari luar, tapi aku nggak bisa menangkap kata-katanya. Mungkin itu karena secara praktis pintu di dalam kantor kedutaan memang kedap suara. Mungkin juga karena sebagian besar suara teriakan itu menggunakan bahasa Rusia.

Ada seorang penjaga yang berdiri di sudut koridor. Dia memakai penyamaran dan membawa senjata semi otomatis. Kami betul-betul bukan lagi berada di Amerika Serikat, kusadari akan hal itu ketika duduk di sebuah kursi yang keras, sambil mengayunkan kaki ke depan dan belakang, berusaha untuk nggak berdarah di atas permadani Rusia yang terlihat betul-betul bagus.

"Aku nggak bermaksud untuk melakukannya," gumamku setelah beberapa saat.

"Aku tahu," kata Alexei. Dia tetap diam di tempatnya, mendengarkan setiap kata-kata yang menembus dari bawah pintu.

"Itu kecelakaan," kataku. "Dia seharusnya tahu itu dan nggak perlu menyeretku ke sini."

"Dia sedang mencoba untuk membantumu."

"Aku baik-baik saja," kataku, kalimatku terlontar secara otomatis. Aku nggak betul-betul merasa baik-baik saja. Aku hanya ingin orang-orang percaya kalau aku baik-baik saja.

Tapi Alexei nggak seperti orang-orang lain.

"Apa yang terjadi di sana?" tanya Alexei.

"Kau ada di sana. Kau melihatnya."

"Apa yang kau lihat?"

Aku bergerak mundur, Alexei nggak seharusnya tahu tentang penglihatan atau kilasan atau memori yang kulihat. Dia nggak mungkin bisa menebak bahwa aku dapat melihat sosok ibuku—bahwa aku dapat mendengar suaranya dan merasakan sentuhannya. Aku tidak melihat hantu. Gedung kedutaan tidak dihantui. Tapi akulah yang dihantui. Dan sambil duduk di kursi yang keras itu, aku tahu kebenarannya—bahwa apa yang kulihat tiga tahun lalu akan terus menghantuiku sepanjang sisa hidupku.

Aku nggak sadar terus bergoyang maju-mundur sampai Alexei menaruh tangannya di punggungku. Aku membeku, lalu mendorong tangannya menjauh.

"Jangan sentuh aku," aku memperingatkannya.

"Terserah kau, Gracie."

"Jangan panggil aku Gracie."

"Oke." Alexei mengangguk perlahan. "Nggak masalah. Paling nggak, kuharap kau baik-baik saja."

Ketika Alexei melihat ke arah pintu yang tertutup itu kusadari kalau bukan hanya aku seorang yang merasa takut.

"Apa yang nggak kau ceritakan padaku?" tanyaku, tapi Alexei nggak menjawab. "Alexei, apa yang terjadi?"

"Beberapa hal cukup... menegangkan belakangan ini." Ia tetap melirik ke arah pintu.

"Kami adalah Amerika Serikat. Kalian adalah Rusia. Hal-hal di antara kita memang selalu menegangkan."

"Ini lebih buruk."

Hubungan diplomatik itu seperti sebuah gunung es. Sekitar sembilan puluh persennya terletak di bawah permukaan, lebih banyak bagian yang tak terlihat oleh dunia. Tapi hal-hal tak terlihat itu akan tetap selalu ada di sana. Dan kalau kau nggak berhati-hati, mereka bisa saja menenggelamkanmu. Aku tahu aku nggak hanya sekadar terjatuh saat sesi foto sedang berlangsung. Aku terjatuh pada kedalaman air yang berbahaya—dan membuat banyak hal menjadi lebih buruk.

"Gracie," panggil kakekku saat dia datang membuka pintu beberapa menit kemudian.

Aku berjalan dengan kaki pincang ke arahnya. Masih ada kotoran yang tertinggal di pakaianku, dan kedua telapak tanganku memerah.

All Fall Down - Embassy Row 1Where stories live. Discover now