Chapter 1

22 0 0
                                    

"Saat berusia dua belas tahun aku pernah mematahkan kakiku karena melompat dari tembok antara Kanada dan Jerman," kataku, tapi wanita di hadapanku sama sekali nggak berkedip. Aku nggak bertanya padanya apakah dia pernah mendengar cerita itu sebelumnya atau tidak. Aku cukup yakin dia mungkin sudah pernah, tapi tetap saja aku melanjutkannya. "Kakakku bilang kecelakaan itu mungkin bisa membunuhku. Tapi ternyata hanya mematahkan tulang pahaku di tiga bagian. Aku betul-betul menunjukkan lukaku padanya."

"Aku mengerti," kata wanita itu, dengan wajah datar, dan aku kembali melanjutkan ceritaku.

"Aku pernah mematahkan lengan kiriku saat berusia sepuluh tahun, dan mengalami dislokasi bahu kanan lima bulan setelahnya. Apakah kau pernah pergi ke Fort Benning?" tanyaku, tapi aku nggak betul-betul menunggu jawaban. "Well, kau mungkin akan mengira kalau pohon besar di luar Kantor Petugas itu bisa dipanjat. Percayalah padaku—itu salah. Oke. Sampai di mana aku tadi? Oh, saat berusia empat belas tahun aku pernah mengalami gegar otak. Dua kali. Setelah itu kami ditempatkan di San Diego. Dan aku tidak mematahkan kakiku sampai kami pindah ke Alabama."

Aku mengambil napas dalam-dalam. "Dan semua itulah yang membawaku ke momen ini. Sekarang aku ada di sini."

"Dan kau tidak berdarah," kata wanita itu. "Itu permulaan yang sangat bagus."

"Jadi untuk menjawab pertanyaanmu, Mrs. Chancellor..."

"Oh, cukup Ms. Chancellor, Grace. Aku belum menikah."

"Maaf, Ms. Chancellor. Aku tidak pernah bermaksud untuk terlibat dalam masalah. Hanya saja sepertinya masalahlah yang sering menemukanku."

Dari balik bingkai gelap kacamatanya, aku bisa melihat kilatan dalam mata cokelat Ms. Chancellor. Mulutnya menyunggingkan sesuatu yang nggak terlihat mirip dengan seringai tapi jelas bukan sebuah senyuman. Aku tahu dia nggak memercayaiku—tapi aku juga tahu dia ingin percaya. Semua orang ingin aku menjadi sosok berbeda dari apa yang selama ini sering dibicarakan. Menjadi seorang Grace: edisi-baru-dan-lebih-baik.

Tapi yang mungkin nggak disadari Ms. Chancellor adalah nggak ada seorang pun yang menginginkan hal tersebut lebih dari pada diriku sendiri.

"Well, mari kita berharap semoga masalah tidak menemukan alamat barumu di sini," kata Ms. Chancellor. "Kakekmu ingin ini menjadi awal yang baru untukmu, Grace. Kota baru. Rumah baru. Kami ingin ini bisa menjadi kesempatan bagimu untuk melepaskan diri dari masa lalumu."

Ms. Chancellor mungkin bisa bersikap lebih baik tentang itu. Lebih, kau tahu, bersikap lembut. Lagi pula, itulah tujuan dari kepindahanku ke tempat ini. Tapi kurasa sikap lembut nggak selalu berlaku untuk seorang remaja cewek yang punya reputasi sepertiku.

"Apakah itu sudah semuanya?" Ms. Chancellor tersenyum sedikit. Ia hampir terlihat seperti sedang menantangku untuk bercerita lebih banyak.

"Well, aku pernah melihat ibuku meninggal tepat di depan mataku ketika aku berusia tiga belas tahun. Tapi kau pasti sudah tahu soal itu kan, Ms. Chancellor?"

Dia sedikit mundur saat aku mengatakan hal tersebut. Seperti yang juga selalu dilakukan oleh orang lain. Sejujurnya, itulah alasan kenapa aku mengatakannya pada mereka. Maksudku, menghindari topik menyakitkan tetap nggak akan membawa ibuku kembali. Itu nggak akan membuatku membatalkan apa yang sudah kulihat. Dan, lagi pula, aku tahu Ms. Chancellor betul-betul ingin bertanya padaku soal itu—untuk mengetahui apakah aku memang benar-benar gila seperti yang dikatakan orang-orang. Ini adalah kesempatan untuknya. Jika dia cukup berani untuk mengambilnya.

Tapi Ms. Chancellor nggak melakukannya.

Sebaliknya, dia berdiri dan mulai berjalan ke arah pintu.

All Fall Down - Embassy Row 1Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt