Part 2 - Friendship

17K 996 6
                                    

Aku tiba di sekolah hanya dalam waktu 5 menit.

Memang  jarak sekolah dengan rumahku tidak terlalu jauh, kurang lebih 2 km. Namun, bila dalam keadaan normal, pasti bisa memakan waktu sebanyak 20 sampai 30 menit karena jalanan di pagi hari yang cukup padat.

Namun, tidak untuk hari ini.

Ku berlari menyusuri lorong yang mulai sepi. Kunaiki tangga hingga menuju lantai 2-A koridor 1.

Jangan salah sangkah, sebenarnya sekolahku memiliki 2 lift di setiap bangunan, namun karena tingkat kesabaranku telah habis digerogoti di perjalanan, maka aku memilih berolahraga pagi.

Toh, kelasku juga tidak berada di lantai paling atas, lumayan untuk olahraga, bukan?

BRAK!

Nyaris semua orang di dalam menengok menatapku dengan berbagai macam bentuk, namun mataku hanya tertuju ke meja guru lalu ke jam dinding.

07.55. Aku aman.

"Clare!"

Aku menengok ke meja 2 baris paling belakang, dekat dengan jendela.

Terlihat 3 siswi duduk bergerombol dibelakang. Nancy, Jessie, dan Autumn - sahabat-sahabatku- melambaikan tangan mereka, mengajakku ikut bergabung.

"Kau nyaris saja terlambat! Aku jamin, Mrs.Brown tidak akan senang bila tidak melihat wajahmu di kelas tepat waktu." kata Nancy, menatapku tajam dengan mata biru laut itu kepadaku.

Napasku masih tersengal. "Yeah, mungkin bila disini banyak polisi, aku akan mendapat setidaknya 5 surat peringatan di tiap-tiap jalannya." Ucapku sambil memutar bola mata.

Mereka tertawa, Autumn meletakkan tangannya di pundakku, mendorongnya sedikit. Mata cokelat tuanya tampak menilai.

"Tapi untuk seseorang yang terlambat, kau masih bisa berpenampilan menarik." Puji Autumn, dan aku hanya membalasnya dengan cengiran.

"Lagipula kenapa bisa telat, sih?" Tanya Jessie, sambil mengibaskan rambut pirang bergelombangnya ke arah samping.

"Aku lupa ini hari Senin, aku mengingatnya Minggu. Zoe menggongong keras-keras seperti alarm pagi yang tidak ada tombol mati-nya."

"Dasar sembrono." komentar Autumn.

"Bodoh." Timpal Nancy.

"Yeah, aku bahkan sukses terguling jatuh dan menabrak lemari sepatu. Puas?" Tanyaku sinis, sedangkan mereka hanya tertawa ringan.

"Memangnya tadi kau bangun jam berapa?" Tanya Jessie, menompang dagu sambil menatapku.

Kusenderkan tubuhku ke sandaran kursi, melipat tanganku di depan dada.

"Jam 07.20." Jawabku enteng.

Mereka tersekiap. "KAU GILA!" seru Jessie keras sambil berdiri, rambut panjang hitamnya pun ikut berayun bersamaan dengan gerakan tubuhnya yang tinggi semampai.

Tepat dengan masuknya Mrs. Brown ke kelas, semua murid pun terdiam.
Bagus.

"Siapa yang gila, Miss Welth?" Tanya Mrs. Brown tajam. Ternyata teriakan Jessie barusan terdengar oleh Mrs. Brown. Tidak mengherankan, Jessie memang memiliki suara lantang bak tentara yang akan perang.

"Emh, bukan apa-apa, miss Brown. Tadi Clare nyaris menabrak anjing gila di jalan." Alibi Jessie, mata kelabu gelap itu menatapku panik.

“Sial..” pikirku, “kenapa jadi membawa namaku?”

Mrs.Brown berganti menatapku lalu ke Jessie, lalu kembali kepadaku.

Semua murid pun melakukan hal yang sama. "Benar begitu, Miss McVeddrick?" Tanya Mrs. Brown kepadaku. Jessie menatapku dengan tatapan memohon.

Aku cuma menghela napas, melemparkan tatapan hanya-kali-ini-atau-kupenggal-kepalamu dan menjawab. "Ya, Miss Brown. Jessie kadang terlalu berlebihan bila berurusan dengan hewan." Kulirik dia yang memandangku dengan tatapan tidak percaya.

Mrs. Brown mengganguk, tampak menerima jawaban kami yang pasti sangat-teramat-tidak-rasional untuknya. Namun, dia lebih suka menghabiskan waktu pelajarannya untuk membahas revolusi Prancis dibanding urusan kecil yang tak berguna.

Dan untungnya, aku sering mendapatkan nilai bagus untuk mata pelajaran beliau sehingga Mrs. Brown lebih mudah percaya kepadaku ketimbang Jessie atau Nancy yang menurutnya tidak dapat diharapkan di mata pelajarannya.

"Baik, silakan duduk Miss Welth. Kita mulai pelajarannya, anak-anak." Ucap Mrs. Brown sambil mengangkat buku. Jessie pun kembali duduk.

"Okay, semuanya. Mari buka buku sejarah Prancis kalian halaman...."

***

"Aku tidak percaya kau berbohong dengan namaku!"

"Tapi itu tidak sepenuhnya bohong, bukan?” sela Autumn sambil meneguk minumannya, lalu melanjutkan. “Memang aku berteriak karena kau, walau bukan karena menabrak anjing gila yang tak terlihat itu..."

Aku berpikir sebentar. "Yeah, mungkin bisa. Namun, hanya bertiga? Kurang seru." Komentarku.

"Yeah, aku setuju. Tidak adil bila Jess tidak ikut. Bagaimana kalau Jumat malam?" usul Nancy.

Kami semua saling tatap, lalu mengganguk. "Well, Jumat malam bagus juga." Komentar Autumn, Jessie dan aku mengganguk tanda setuju.

Nancy tersenyum puas "Lagipula, Northstorm mengadakan diskon akhir pekan in.. dan.." Nancy tidak melanjutkan ucapannya. Malah menjerit saat kami berusaha mencolekan wajahnya dengan saus keju.

"Dasar shopaholic." Ledekku. "Soal diskon saja, paling cepat." Tambah Jessie.

Nancy yang tidak terima wajahnya coreng moreng, ikut mencolek wajah kami dengan saus berry dari panekuknya. Kami semua saling menyerang, menghindar, dan tertawa lepas.

Indahnya persahabatan..” pikirku.

Benarkah?” tiba-tiba aku mendengar suara wanita, dalam dan dingin.

Sontak aku terkejut, mengedarkan pandangan.

Jessie, Nancy, dan Autumn masih tertawa. Namun aku merasakan waktu melambat,  dan keadaan sekitarku tampak memudar.

Lalu aku melihat darimana asal suara itu.

Sosok wanita tinggi mengenakan gaun panjang berwarna hitam dengan renda-renda, berlengan panjang dan berleher tinggi, berdiri di dekat pintu kafetaria.

Matanya hitam kelam, menatapku hingga tiap sendi tulangku merasa kelu. 

Bisa kulihat rambut hitam panjang di sanggul tinggi dengan ikat perak, beberapa anak rambut terjatuh lemas membingkai wajahnya.

Dia mengenakan cadar hitam tipis sehingga aku dapat melihat samar bentuk wajahnya yang tirus pucat. Di sekitar tubuhnya, terlihat seperti ada warna berpendar, hitam-merah pekat, mengikut gerak-gerik wanita itu, seperti kabut.

Yang terlihat tidak seperti apa yang dirasakan.” ucap suara itu. “Veronica Clare McVeddrick kita akan segera bertemu. Bersiaplah temui takdirmu..” lalu dalam satu kedipan, suara itu menghilang.

Dan wanita itu juga menghilang.

"Hei? Hallo? Stasiun timur bumi memanggil Clare." Nancy menjentikan jarinya di depan mataku. Aku terkejut, mengerjapkan mata beberapa kali.

"Emh, maaf. Aku sepertinya melamun,." ucapku pelan.
Semua menatapku dengan tatapan bingung, Autumn melihat arah pandangku.

"Kau tahu? Kau seperti menatap sesuatu yang aneh disana." Tunjuknya tepat kearah tempat aku melihat sosok wanita tadi. "Kau melihat apa?"

"Ah, tidak.” Tukasku cepat. “Mungkin aku mengantuk, jadi melamun." Jawabku, berusaha mengelak.

Mereka saling tatap, lalu mengganguk. "Ayo kita harus kembali ke kelas, bel sudah berbunyi." Ajak Nancy sambil berdiri. Kami pun ikut berdiri, meletakkan nampan di rak kotor lalu berjalan beriringan keluar kafetaria.

Aku berjalan bersama Nancy, sekali lagi, aku melirik ke tempat wanita tadi berdiri menatapku.

Namun tidak ada siapa-siapa kecuali pot semen dan meja-kursi panjang kosong.

McVeddrick kita akan bertemu. Bersiaplah temui takdirmu..

***

Fallen Sapphire Where stories live. Discover now