Tiga, tiga

10.3K 1.2K 425
                                    

Tiga, Tiga..

Hari ini Satria berkunjung ke rumah sahabat karibnya, Devano. Hanya untuk bertemu dengan si kembar yang sangat dirindukannya. Karena beberapa hari ini ia begitu sibuk hingga tidak sempat bertemu Devi ataupun Devran.

“Hai, Via,” sapa Satria tersenyum manis.

"No, no, no!" Deviandra menggeleng lucu. Ia tidak terima jika Satria memanggilnya Via.

Satria terkekeh, tahu jika Devi tidak menyukai panggilannya. Biar saja, toh Satria juga tidak pernah ikhlas saat Nayra memanggilnya dengan sebutan Bang Sat.

Satria gemas sekali pada Deviandra karena anak perempuan itu baru bisa mengucapkan beberapa patah kata dengan lancar, jalannya pun kadang masih sering tidak seimbang. Sedangkan Devran sudah sangat pintar. Kadang, Devran bisa menjaga Deviandra seperti orang dewasa.

Satria tidak heran, ayahnya saja Devano.

Karena kepergian Lucas ke luar negeri yang tak kunjung pulang, Satria sedikit kesepian.  Nauval? Sibuk membucin dengan Cecil. Entah kapan status mereka akan berubah dari tunangan menjadi menikah. Huft, hubungan mereka memang berjalan sangat lambat dan tidak sinkron.

"Devran, gendong?" Satria mengulurkan tangan ke arah Devran yang sedang duduk di samping Deviandra—sibuk dengan mainannya.

Devran menggeleng, lalu melangkah pergi. Berpikir, ia tidak perlu menemani sang adik ketika Satria ada di sini. Devran juga malas berinteraksi dengan teman papanya itu, yang sering meledekinya.

Satria tertawa atas sikap acuh Devran.

"Om." Devi sudah berdiri dengan kedua kaki mungilnya, menatap Satria, menunggu Satria menggendongnya.

Satria tertawa, kemudian meraih Deviandra dan menggendongnya.

"Uncle, Devi. Jangan om."

Deviandra menggeleng, membuat kuncir duanya ikut bergoyang. Devi susah mengucapkan kata 'Uncle'.

***

Devran memandangi cicak yang terjebak di dalam mobil mainannya. Cicak itu tidak bergerak, tetapi masih bernapas. Devran sudah lama tidak memainkan mobil-mobilan itu.

"Devran, ayo makan." Sang mama memanggil.

Devran membuang mobil-mobilannya ke dalam tempat sampah, dengan kepala cicak yang berdarah di dalamnya, mati.

Devano yang baru saja pulang berdiri di samping pintu dalam diam.

Saat ini, kedua mata Devi terus terpaku pada sosok wanita yang berada di depannya. Sedang tersenyum sembari mengisi piring kosong milik Satria, dengan makanan yang sudah disajikan. Pandangannya sulit beralih, terlebih saat tangan itu mengusap lembut kepala sang wanita.

“Dev, kamu harus makan banyak, lho. Soalnya tadi pagi kamu cuman makan sedikit doang. Nay nggak suka kalau Dev susah makan, apalagi sampai sakit. Jadi, Nay banyakin nasinya supaya Dev susah jalan karna kembung,” oceh Nayra panjang lebar sambil mengisi penuh piring yang berada di depan Devano.

Devano tersenyum kecil, lalu mengusap kepala sang istri dengan lembut. “Bawel,” katanya membuat Nayra mengerucutkan bibirnya kesal.

“Nay, Nay, kayak nggak tahu si Devano aja,” kekeh Satria sembari menggeleng pelan.

“Iya, Dev mah ngeselin Bang Sat.”

“Uhuk-uhuk!” Satria terbatuk refleks, membuat wanita yang berada di sampingnya segera memberikan segelas air. Dan itu tak luput dari tatapan Devi yang semakin sulit diartikan.

After Devnay Where stories live. Discover now