1

406 0 0
                                    

            Seorang wanita paruh baya berjalan menyeret kakinya. Kedua kakinya tampak dililit kain.sudah beberapa tahun ini ia mengalami kesulitan berjalan karena pergelangan kaki hingga ke telapak kakinya membengkak.sudah berbagai cara ia dan keluarganya mencarikan kesembuhan.dokter,mantri,rumah sakit sudah lebih dari sepuluh rumah sakit ia berobat.ratusan tabib ia datangi namun semua masih sama malah makin parah.dulu,hanya kaki kirinya yang terasa sakit jika di sentuh apalagi untuk berjalan.kakinya akan terasa seperti menginjak duri yang seolah memenuhi kedua telapak kakinya.

Marlina duduk menjaga warung makanannya siang ini.tiga orang tampak tengah menikmati makan siangnya.seperti biasa,ia dan suaminya mengurus warung makan mereka.

Keadaan suaminya yang sering sakit-sakitan, terkadang sampai membuat semua tabungan mereka habis.

Sementara keadaannya tak jauh berbeda,dengan kaki yang membengkak, menghambat mobilitas kesehariannya.

Sementara anak bungsu mereka,yang berusia lima belas tahun,merasa kasihan melihat keadaan orangtuanya.ia setiap hari membantu orangtuanya jika senggang.

Sore ini ia menemui rekan berlatih beladirinya. Usianya yang terpaut satu tahun tak tampak pada wajahnya yang tampak lebih muda dari adik kelasnya.

"Tumben gak jaga warung,feb.biasanya rajin banget jagain warung" tanya bisma.ia meneruskan aktifitasnya menanam pohon jambu cristalnya.

"Mas,aku ada urusan penting.tolong bantu" pinta dedy.ia berdiri disamping Bisma yang perlahan bangkit.

"Opo to? Gak biasanya kamu pasang muka serius.kamu mau nanyain tentang ibumu kan?" Ucap Bisma dengan logat jogjanya,sembari membasuh tangannya di padasan air.seketika netra Febri membulat.

"Mas Bisma beneran indigo?" Tanya Febri antusias.

"Aku gak mau jawab,iya atau bukan. Orang sekarang banyak menganggap anak indigo remeh,aneh plus misterius.padahal,indigo itu sama aja.cuman,kita lebih sensitif.signal kita lebih kuat dari orang umumnya"

Keduanya duduk di teras joglo keluarga bisma.menikmati potongan buah naga daging merah yang baru saja dipetik dan langsung dipotong.

"Mas,ibu ku sakit aneh,gimana mas biar sembuh?" Tanya Febri.

"Berobat yang bener,sarannya dilakuin. Pelan pelan kan sembuh"

"Dah ratusan juta,mas. Pekarangan bapakku dah dijual satu buat berobat sana sini.bantu lah,mas"
Pinta Febrian.

Keduanya diam sementara, menghabiskan buah naga yang dipetik.

"Orang tuaku kena santet, itu kata orang pintar. Bener mas?" Tanya Febrian.

"Ada foto orang tuamu?.sing anyar" tanya Bisma.

Febri meraih ponselnya lalu menunjukkan kepada bisma.bisma menggenggam tangan Febrian lalu memperhatikan layar ponsel Febri.

"Tutup matamu,nanti kamu liat apa" ucap Bisma.

"Aku serius"

"Aku lebih serius,bahkan Merkurius sama mars.lakokno wae,ribut" 

Febrian menutup matanya semula tak ada yang aneh, sampai hitungan semenit kemudian.

"Astaga,apa itu mas?" Tanya Febri.Ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya tadi.

"Ya gitu,kamu liat sendiri kan,aku gak ngomong loh"

Febrian termenung,diam dengan wajah ditekuk. Sepanjang perjalanan pulang tadi batinnya selalu bertanya tanya tentang kebenaran apa yang dilihatnya tadi.

"Kenapa ngelamun?"tanya MarlIna.

"Gak apa Bu,kaki ibu kan sakit,istirahat dulu,Bu." Ucap Febrian.

Keduanya diam,Marlina duduk disebuah kursi jati. Tak banyak hal yang dilakukan mereka.

"Ibu mau berobat besok,kamu bisa kan,pulang sekolah,gak mampir dulu"   pinta Marlina.

"Iya Bu,mau berobat dimana lagi?"tanya Febrian.

Marlina diam beberapa saat, hingga seorang pria dengan kumis tebal memasuki ruangan itu,ia langsung duduk lalu menyalakan rokoknya.

"Kita ke rumah sakit lagi,atau mau ke mana lagi?
Tanya pria itu.

The Story' of dukun santetWhere stories live. Discover now