Legenda Yang Hilang 3

76 14 0
                                    

CELANA ketat sebetis yang lentur itu terasa enak dipakai untuk duduk bersila. Itulah sebabnya Kumala Dewi mengenakan Celana tersebut dengan atasan blus longgar yang ngatung.

Gadis cantik itu menggulung rambutnya ke atas secara asal-asalan, lalu duduk bersila di tengah pendopo. Merentangkan kedua tangannya sesaat, setelah itu tangan kirinya menyangga tangan kanan di depan dada. Tangan kanannya menegakkan jari telunjuk dan jari tengah. Merupakan simbol penyatuan konsentrasi'antara pikiran, jiwa, dan roh sejati.

Makhluk berbulu lebat masih terkapar tanpa sadar di depan Kumala, dalam jarak sekitar tiga meter. Pandu berada disebelah Buron, sisi kanan Kumala. Sementara itu, Hindi ditemani Sandhi berada di pojokan. menjauhi makhluk jelmaan Delvin. Mereka sama-sama membisu, sama-sama memperhatikan Kumala DEWI dan sama-sama menyimpan kecemasan dalam hati masing-masing.

Setelah melewati masa bungkam selama lebih kurang satu menit, mereka mulai mendengar suara angin menderu dari arah barat. Suara gemuruh itu seperti datangnya hujan di tengah malam. Daun-daun pun mulai terguncang ke Sana-sini, makin lama semakin cepat, menimbulkan suara gemerisik yang membuat bulu kuduk merinding.

Suara gemuruh angin semakin jelas. Kali ini diikuti dengan munculnya kilatan cahaya biru dari langit yang bergerak liar. Gelegar guntur bagaikan ingin mengguncang seluruh isi bumi. Seolah-olah anak petir jejingkrakan di sana-sini tanpa tahu tata krama lagi.

"Sandhi, aku takut," bisik Hindi lirih sekali. Sandhi memeluknya dari samping.

"Tenang saja. Ada aku di sini," sambil kedua kaki Sandhi sendiri gemetaran.

Wuuungg...! wuuub, wuuub, wuuub. wuuub...!

Angin aneh datang bersama percikan-percikan bunga api samar-samar. Angin dan percikan cahaya api itu bergerak memutar di atas rerumputan samping pendopo. Semua orang melihat gerakan angin yang membuat daun dan rumput kering ikut bergerak mundur, seperti terperangkap dalam pusaran badai.

Gerakan angin itu menimbulkan suara seperti gangsing. Makin lama semakin bertambah lebih cepat lagi, sehingga yang terdengar hanyalah suara dengung memanjang disertai letupan cahaya petir di angkasa. Suasana menegangkan tersebut membuat Hindi semakin bertambah menggigil, sehingga ia berpegangan lengan Sandhi lebih kuat lagi.

''Li... lihat... lihat Kumala itu...?!" bisiknya dengan suara parau dan bergetar.

Semua mata tertuju pada Dewi Ular yang duduk bersila. Tapi sekarang duduknya mulai mengambang di udara. Makin lama makin tinggi sampai sebatas perut. Tapi posisi gadis itu tetap duduk bersila. Pelan-pelan tubuhnya berputar hingga menghadap ke arah pusaran angin yang memercikkan bunga api semakin banyak itu.

Beberapa kejap berikutnya, tangan kanan Kumala yang menegakkan jari tengah dan jari telunjuk itu bagaikan didorong maju oleh tangan kirinya.

Suuut...! Claap...!

Sinar hijau berbentuk seperti lidah api keluar dari ujung jari Kumala. Sinar hijau itu berkelebat menyambar pusaran angin.

Blaabb...!

Terjadi letupan agak keras yang mengeluarkan asap tebal. Asap itu membungkus pusaran angin selama lima detik, kemudian lenyap.

Weese...!

Lenyapnya asap tadi ternyata membuat Hindi, Sandhi dan Pandu terperanjat kaget, karena di atas rerumputan itu telah berdiri seorang lelaki tua berkumis, berjengot panjang dan beralis tebal. Warna rambutnya hitam, tapi di tengahnya berwarna putih membentuk semacam garis dari dahi ke belakang. Demikian juga jenggotnya dan kumisnya yang panjang, bagian tengahnya berwarna putih membentuk garis panjang. Lelaki tua bertongkat merah itu mengenakan pakaian model jubah warna kuning menyala seperti warna BMW-nya Kumala Dewi.

26. Legenda Yang Hilang✓Where stories live. Discover now