Legenda Yang Hilang 5

60 13 0
                                    

MAHASISWI semester dua itu tidak berani tidur di kamarnya. Rasa takut yang menghantui membuat ia memaksakan diri tidur bersama kedua orangtuanya. Sang ayah terpaksa mengalah, menggelar tikar lipat di lantai dan tidur terpisah dari istrinya. Jika biasanya sang ayah yang memeluk istrinya, kini sang istri yang dipeluk anak gadisnya.

Duka hati Halimah ternyata tak bisa terobati dengan hanya tidur bersama orangtuanya. Duka hati Halimah membuat benaknya selalu dibayang-bayangi wajah Gito yang menurutnya cukup menawan. Sederhana, tapi punya daya tarik tersendiri bagi hati Halimah.

"Apa pun yang terjadi aku tetap ingin memilikimu, Halimah."

Kata-kata itulah yang selalu terngiang di telinga Halimah. Seolah-olah setiap satu tarikan napas Halimah mengandung gema dari kata-kata Gito itu. Saat makan, saat mandi, saat tidur dan saat apa saja, suara Gito seakan selalu berbisik di telinga Halimah, membuat cinta Halimah kepada Gito semakin membara.

"Bukan sekedar kecantikanmu saja yang membuatku terkagum-kagum padamu, tapi kejujuran dan kepolosan sikapmu telah membuatku tergila-gila padamu."

"Jangan merayu dengan sanjungan, Git. Aku bukan cewek yang gila sanjungan."

"Aku sekedar mengungkapkan isi hatiku yang sebenarnya," Gito mengusap lembut rambut Halimah yang terurai lepas. Mesra dan damai rasa hati Halimah kala itu. Tapi sangat di luar dugaan Halimah, ternyata Sesuatu yang sangat ajaib telah terjadi dengan sangat mengejutkan. Malam itu Halimah justru mendengar suara Gito berbisik di luar jendela kamar ayahnya. Semula suara tersebut tak diyakini sebagai suara Gito. Halimah sempat dicekam perasaan takut.

"Imah. Mah...?! Ini aku..., lto, Mah...!"

"Gito...?!" gumam hati Halimah dengan berdebar-debar.

"Hanya aku yang memanggilnya Ito. Hanya dia yang memanggilku Imah. Ooh... kalau begitu dia benar-benar Gito!" Halimah berdebar-debar. Dengan pelan pelan sekali ia turun dari ranjang. Ayahnya mendengkur dalam posisi telentang. Tampaknya lelap sekali. Ibunya pun kelihatan tidur dengan nyenyak. Langkah gadis itu semakin pelan saat harus melangkahi ayahnya untuk menuju ke pintu.

Akhirnya dengan sangat hati-hati Halimah berhasil keluar dari kamar orangtuanya. Ia buru-buru menuju ke kamarnya sendiri. Lampu tidur kamar itu dinyalakan. Suasana menjadi remang-remang. Halimah membuka jendela dengan tangan gemetar, namun berhasil tanpa suara.

"Ito...?!" sapanya dengan panggilan mesra yang khas.

"Ssst...! ini aku."

Seraut wajah tampan membiaskan senyum menawan di balik jendela itu. Wajah itu tak lain adalah wajah Gito yang dirindukan Halimah.

"Ito...?l oooh kau...?! Kau telah sembuh?!"

"Aku lari dari rumah sakit! Aku mengalami keajaiban lagi, Imah. Lihatlah... lihatlah tubuhku nggak ada luka sedikit pun!"

"Astaga...?! Benar-benar ajaib sekali?!" Halimah membelalakkan matanya yang bundar itu. Ia sangat terheran-heran melihat keadaan Gito yang bersih dari luka dan bahkan tak punya bekas luka sedikit pun.

"Ito... oohh...! Syukurlah kau selamat." Halimah memeluk Gito dengan tangis kebahagiaan. Ia segera menyuruh Gito lompat jendela dan masuk ke kamarnya. Jendela pun ditutupnya lagi. Halimah kembali memeluk Gito penuh ungkapan rasa bahagianya. Gito membalas dengan memberikan ciuman mesra di wajah Halimah.

"Aku takut kau tak tertolong. Kulihat lukamu begitu parah, itu...."

"Rasa cintaku padamu begitu besar, sehingga mampu membuat luka ini lenyap dengan sendirinya."

"Aku senang sekali.. oooh. Aku senang sekali, Ito...." Halimah kian memperat pelukannya.

Curahan rasa bahagia tak terlukiskan lagi. Malam yang sepi bukan lagi malam yang menakutkan. Halimah membiarkan wajahnya dihujani ciuman Gito.

26. Legenda Yang Hilang✓Where stories live. Discover now