Bab 1

305 30 6
                                    

(PENGGAGAS)

Pelantikan empat puluh dua ASN Kabupaten Kotabaru berlangsung siang ini di pendopo Kabupaten. Di antara para ASN dari berbagai golongan yang dilantik dan diambil sumpah jabatannya hari ini oleh Bupati, ada aku, Gagas, Pegawai Negeri Sipil golongan IV/c yang didampingi wanita tercantik se-Kabupaten Kotabaru—Ibuku.

Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kotabaru tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kotabaru, mulai hari ini aku resmi meninggalkan jabatanku sebagai Kepala Dinas Ketenagakerjaan yang sudah kuemban selama satu tahun enam bulan dan telah menerima jabatan baru sebagai Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kotabaru. Rotasi dan mutasi pejabat memang hal lumrah dan penting di dalam lingkungan pemerintahan sebagai upaya penguatan kelembagaan serta menjaga performa dan kinerja pejabat, katanya.

Sebelum menjabat sebagai kepala di Dinas Ketenagakerjaan, selama hampir tiga tahun sebelumnya aku memimpin unit kerja yang bertugas mengelola keuangan dan aset daerah, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah. Sebelum menempati posisi pimpinan, aku beberapa kali menjabat sebagai Kepala Bidang di berbagai dinas, terakhir di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di mana aku mendapat dua kali kenaikan pangkat luar biasa karena berhasil memimpin timku menciptakan lingkungan pendidikan yang ramah untuk para disabilitas di Kotabaru.

Dengan sangat rendah hati, bisa dikatakan aku ini cukup berprestasi sebagai PNS meski prestasi percintaan nggak ada apa-apanya dibanding anak-anak alter twitter. Maka nggak perlu ditanya kenapa yang menemaniku dalam pelantikan ini Ibu Wijayanti Soemarno, istri Bapak Untung Soemarno, karena memang belum ada Nyonya Gagas Soemarno sampai detik ini.

Tepat sebulan lalu usiaku genap tiga puluh delapan tahun. Masa kritis saja sudah mau habis kata saudara-saudaraku, tapi aku belum juga bertemu wanita itu. Mencoba sudah berkali-kali, jangan kira aku hanya diam saja. Dekat, jalan serius, tapi kemudian tak jadi.

Sekian kali gagal, tentu aku sudah meraba biang penyebabnya. Saampai aku pada satu kesimpulan, syarat ibu lah yang susah dipenuhi. Kesimpulanku berangkat dari sini;

Tiga hubungan terakhirku punya nasib sama, kandas nggak lama setelah kuajak mereka bertemu orang tuaku.

Soal menantu, Ibu emang nggak pernah mengatakan dengan frontal dan spesifik kriteria wanita yang dia inginkan jadi istriku, tapi kalau kusimpulkan daftarnya panjang. Ibuku perfeksionis, menaruh perhatian sampai pada hal kecil-kecil kalau menilai orang. Ada perilaku yang melenceng sedikit saja dari calonku, beliau pasti peka. Jeleknya, satu kesalahan saja beliau langsung ilfeel.

Nggak seperti bapak yang menyerahkan sepenuhnya pilihan padaku, ibu banyak mewanti. Ibu banyak menyarankan dan mempertanyakan berulang-ulang pilihanku kalau beliau nggak sreg sama yang kupilih. Hari berikutnya setelah kukenalkan wanitaku padanya, beliau pasti nggak akan puas cuma sepuluh kali menanyakan keyakinanku, selalu seperti itu.

Pertama kali kukenalkan wanita pada kedua orang tuaku itu dulu saat aku berusia dua puluh sembilan tahun, tak lama setelah kenaikan pangkatku menjadi golongan IV/a. Awalnya, kupikir ibu menanyakan keyakinanku setelah mempertemukannya dengan kekasihku itu wajar. Namun berhari-hari mendapat pertanyaan yang sama aku jadi mengerti ibu bermaksud lain. Beliau nggak sanggup melarangku langsung, jadi berusaha mencari raguku.

Jujur saja, dulu aku merasa nggak nyaman, merasa dikekang, tapi mungkin karena besar rasa sayangku yang terpupuk sedari kecil pada beliau, akhirnya aku mengikuti keinginan beliau. Terakhir aku mengenalkan wanita sudah empat tahun lalu, hasilnya sama saja.

Aku tidak menyalahkan ibu. Lagi pula, wanita-wanita yang sempat kukenalkan pada orang tuaku dulu memang jodohnya pria lain, bukan aku. Buktinya sekarang mereka semua sudah berhasil dengan rumah tangga masing-masing. Kalau aku, ya, aku percaya saja jatahku sendirian mungkin memang lebih lama dari pada yang lain.

SEMUA ADA WAKTUNYAWhere stories live. Discover now