Bab 2

195 24 1
                                    

(ROSEMALIN)

Aku menatap sosokku sendiri pada cermin di hadapanku. Kedua alisku naik waspada dan mataku agak membelalak. Kecemasan jelas tergambar dari rautku gara-gara nama itu.

Gagas.

Astaga!

Haruskah pria itu kaban baruku?

Aku jadi ingat kata rekan umbi-umbianku di Kemnaker dulu. Aku pasti menyesal mengajukan mutasi ke Kabupaten.

Luar biasa banget. Belum genap satu tahun itu sudah terbukti. Kebahagiaan bekerja dekat keluarga sirna seketika. Gara-gara nama ini aku dapat sinyal hidupku nggak akan tentram lagi.

Delapan tahun lalu saat baru saja purna dari dunia perkuliahan, aku berkenalan dengan Eka Dirly Hanafi. Aku mengenalnya di salah satu job fair yang kudatangi. Sebagai fresh graduate pada umumnya, aku giat mendatangi career expo dan job fair pada saat itu berusaha menemukan nasib baik.

Dia manajer HR salah satu perusahaan properti yang saat itu juga membuka booth di job fair tersebut dan aku memasukkan lamaranku. Dia delapan tahun lebih tua dariku, sangat mengemongku yang masih seperti remaja pada pertemuan kami yang singkat di booth waktu itu. Kami akhirnya dekat karena kesediaannya menjadi orang yang kutanyai lebih lanjut mengenai bekerja di perusahaan tempatnya bekerja.

Meski setelahnya aku tidak mendapat panggilan interview dari perusahaan tersebut, komunikasiku dengan Eka tak seketika berhenti. Kami bahkan beberapa kali bertemu untuk makan siang. Dia sering menjemputku di rumah. Pernah meminta untuk bertemu Ibu dan Ayah saat ia menjemputku untuk nonton, tapi kutolak dengan alasan aku masih malu dengan keluargaku soal hubungan dengan pria.

Eka adalah pria dewasa, pemikiran dan apa yang dia lihat dari hubungan kami sangat berbeda dariku. Namun dia bisa membuatku excited setiap mendengar rencananya. Aku emang remaja naif saat itu. Aku langsung terlena ucapannya yang menjanjikan dan serius. Tanpa kusadari ternyata aku sedang dipermainkan. Ternyata dia sudah punya calon istri.

Pada bulan ketiga kedekatan kami, calon istrinya menemukan bukti chat kami yang kelewat mesra. Mulai dari situlah duniaku yang baru saja meninggalkan remaja mengenal kehidupan yang sebenarnya. Aku tau rasanya dilabrak. Aku merasakan jahatnya mulut orang-orang yang kemakan hasutan. Dari pengalaman itu pula aku membuktikan sendiri, cowok berengsek itu ada di dunia nyata. Satu hal yang harus dilakukan para wanita adalah lari dari mereka sebelum merasakan kehilangan harga diri.

Wanita yang lima tahun lebih tua dariku itu meneleponku dengan nomor Eka. Aku menerima dengan kebiasaan seperti jika Eka yang menelepon, memanggilnya dengan panggilan Sayang, nggak tau ternyata itu malapetaka yang menelepon.

Dia menanyakan siapa aku dan apa hubunganku dengan Eka sebelum mengeluarkan pernyataan yang membuatku ingin mengubur diri langsung. "Aku tunangan Eka, tiga minggu lagi kami menikah asal kamu tau!"

Aku nggak bisa mengelak dan mengatakan tidak memiliki hubungan apapun dengan Eka karena sejak pertama aku sudah menggunakan panggilan Sayang. Aku pasrah saja mendengar dia memakiku dan langsung mematikan panggilan ketika dia tak puas cuma sekali memakiku.

Setelah panggilan itu aku cuma ingin menampar Eka sekencang-kencangnya. Ada satu minggu lebih dia nggak menghubungiku. Menghilang begitu saja tanpa sekalimat penjelasan pun. Aku pun nggak mencarinya, apalagi berusaha menghubunginya untuk meminta penjelasan. Sudah jelas dia pria berengsek.

Selama satu minggu hidupku sendiri tak jenak. Merasa bersalah sekaligus bodoh menjadi perempuan. Aku menilai diriku sangat rendah karena dekat dengan calon suami orang. Aku kehilangan rasa percaya diriku tiap memikirkan hari selanjutnya, seolah aku sangat berdosa.

SEMUA ADA WAKTUNYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang