📷 chapter f o r t y f o u r

1.4K 129 14
                                    

Gedung auditorium Universitas Santosha kini sudah mulai dipadati oleh para mahasiswa--khususnya dari prodi Televisi dan Film, yang berkenan hadir untuk menyaksikan penayangan perdana film pendek sebagai proyek tugas akhir mahasiswa semester tujuh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gedung auditorium Universitas Santosha kini sudah mulai dipadati oleh para mahasiswa--khususnya dari prodi Televisi dan Film, yang berkenan hadir untuk menyaksikan penayangan perdana film pendek sebagai proyek tugas akhir mahasiswa semester tujuh. Barisan penonton yang datang beruntungnya sudah memendek ketika Radya tiba untuk mengisi buku tamu. Laki-laki itu pun lekas meraih pulpen yang tersedia dan menuliskan nama serta asal jurusannya.

Sebelum beranjak pergi, Radya tersenyum seadanya pada dua panitia perempuan yang bertugas sebagai penyambut tamu. Namun, setelahnya ia tergeming sesaat ketika mendapati ekspresi yang mencurigakan pada wajah keduanya. Terlebih lagi ketika salah satu dari mereka berujar, "Oh, anak FEB ya, Bang? Em, maaf, itu nomor teleponnya belum diisi."

Radya pun segera menengok pada satu kolom tersisa khusus nomor telepon dalam jajaran namanya yang memang sengaja tidak diisi. Sebab bagi Radya itu merupakan pilihan tak wajib bagi tiap individu yang datang. Laki-laki itu pun sedikit tidak menyangka ia kena tegur hanya karena hal tersebut. "Btw, kalian liat Alsa, yang jadi panitia acara ini juga?" Alih-alih menuruti perkataan dua panitia tersebut, pada akhirnya Radya malah mempertanyakan hal lain.

Sesaat mereka tampak tertegun, sebelum salah satunys menjawab, "Oh, Alsa ... terakhir kali gue liat dia ada di ruang panitia di lantai atas, sih. Lo kenal Alsa ternyata, ya? Ada perlu apa emangnya? Atau mungkin ada yang bisa gue bantu, Bang?"

Radya hanya menggeleng singkat. Sudut-sudut bibirnya lantas tertarik membentuk senyum tipis. "Nggak perlu. Kebetulan gue pacarnya, jadi nanti gue coba hubungi dia aja langsung." Sebelum beranjak, ia sempatkan untuk berkata, "Ah, makasih sebelumnya." Dan kepergian laki-laki itu pun kontan saja meninggalkan keterkejutan yang mendalam bagi dua panitia perempuan itu.

Radya kemudian melipir sejenak ke sisi yang tak jauh dari pintu masuk utama menuju auditorium untuk mengirimkan pesan pada Alsa, memberi tahu keberadaanya. Tak butuh waktu lama untuk menunggu, laki-laki itu sudah mendapati kehadiran Alsa yang datang dari arah di mana tangga berada. Sang gadis tidak sendirian. Ada Kania dan Jeremy yang mengekori di belakangnya. Masing-masing dari mereka tampak mengenakan kemeja himpunan berwarna maroon.

"Kok rombongan begini datangnya?" ujar Radya acuh tak acuh setelah mereka bertiga sampai di dekatnya.

"Oh, ya jelas, Bang. Lo harus disidang karena udah bikin temen gue sedih!" Kania menyahut dengan memasang wajah sok galak.

Radya kontan mengembuskan napas lelah. Lagi? pikirnya. Ia kira hal seperti ini sudah selesai ketika dirinya bertemu orangtua Alsa beberapa waktu silam. "Ditunda dulu, bisa nggak? Nggak ada waktu lain emangnya?" tanggap Radya dengan malas.

"Duh, Bang, Kania cuma bercanda juga," Alsa buru-buru meluruskan seraya menggoyangkan pelan lengan kanan Radya. "Aslinya mereka bersyukur kok, kalau lo nggak kenapa-napa."

"Ya jelas beryukurlah, Sa," timpal Jeremy, "masa iya gue mengharapkan yang nggak-nggak?" Laki-laki itu kemudian beralih pada Radya. Embusan napas pelan lantas ia loloskan. "Untung beneran masih selamet, lo. Lagian gimana ceritanya sih, orang hobi muncak bisa ngalamin hal kayak gini?"

Through the Lens [END]Where stories live. Discover now