LXIII

3 0 0
                                    

Setelah kali kelima ponselnya bergetar, Fla akhirnya menyerah. Ia melirik layar ponselnya sambil menghela napas. Ia menatap cewek arsitek yang ia tidak tahu namanya dan Reyhan dengan ragu. Tapi kalau telepon ini tidak diangkat pasti Helqi tidak akan pernah berhenti meneleponnya. Akhirnya ia bangkit dari duduknya, membuat cewek arsitek dan Reyhan mendongak.

"Aku keluar dulu sebentar... eh siapa tadi namanya? Lupa.."

"Windy."

"Oh iya, Windy, Reyhan, aku tinggal sebentar ya. Kalian lanjut aja." Tanpa menunggu jawaban Fla langsung bergerak pergi ke arah pintu keluar dan segera menerima telepon. "Iya, halo?"

"Kok teleponku ditolak terus?" suara Helqi di seberang sana terdengar menuntut sedih.

"Aku lagi les." Fla menjawab malas.

"Ke depan dulu bisa ga? Aku di depan."

Fla bersandar di balkon di sebelah kelas cat airnya sambil menghela napas. Ia sudah cukup sedih karena hari Sabtu dan Minggu kemarin Helqi menghilang total setelah mengingkari janjinya. Dan moodnya hari ini sudah membaik karena mengerjakan portfolio bersama teman-teman bimbelnya cukup menyita pikirannya.

"Aku lagi ngerjain portfolio sama temen-temen," jawab Fla dengan kesal.

"Sebentar aja. Ada yang perlu aku kasih tau." Helqi memohon.

"Oke." Fla menutup teleponnya tanpa mengatakan apa-apa lagi dan menuruni tangga. Ia berbelok ke kanan melewati lorong yang dipenuhi dengan anak-anak bimbel yang juga sedang mengerjakan portfolio. Ia tersenyum dan melambai menyapa dalam perjalanannya menuju parkiran depan, dan wajahnya kembali datar ketika terlihat Helqi sedang bersandar di motornya di parkiran motor tidak jauh dari pintu masuk.

"Fla," Helqi mendongak dan berdiri tegak ketika Fla berjalan mendekat.

"Kenapa?" Fla melipat kedua tangannya di depan dada, mode bertahan.

"Aku mau minta maaf."

"Oke."

"Maaf."

"Udah?" Fla mengangkat alisnya.

"Eh... waktu Sabtu itu aku disuruh stay sampai agak sore karena mau ada dokter yang visit. Kalau keadaan bagus, Rena boleh pulang."

Fla mengangguk-angguk tipis dengan kedua ujung bibir mengarah ke bawah seakan berkata, okay, so? Helqi berhenti sebentar untuk melihat ekspresi Fla dan menunggu respon, tapi ketika Fla hanya diam saja ia lalu melanjutkan dongengnya.

"Ternyata dia boleh pulang, jadi hari Minggu itu aku diminta datang lagi untuk bantuin pulang."

"Dan dari semua cerita kamu ini alasan untuk nyeritain ke aku tuh apa, Qi? Jelas-jelas aku enggak ada di dalem cerita kamu ini." Fla akhirnya bicara ketika Helqi malah terdiam sehabis bercerita.

"Ada. Kamu ada."

"Wah. Aku pasti punya masalah sama kuping aku, deh. Soalnya aku tadi gak denger apa-apa. Nama aku aja gak disebut, gak diinget."

"Kemarin itu aku..."

"Bahkan untuk ngabarin gak jadi jalan-jalan pun enggak..."

"Kamu kan sama Reyhan."

Fla terdiam dan menatap Helqi yang kini terlihat kesal. Ia menatap Helqi dengan tatapan tajam.

"Emang kenapa kalau Reyhan yang jadinya nemenin?" Fla mengerutkan kening sambil tertawa sinis.

"Kamu lari ke Reyhan sekarang setelah aku gak bisa?" Helqi ikutan tertawa sinis.

"Kenapa aku gak boleh jalan sama orang yang aku mau?"

"Memang kamu pikir aku mau nemenin Rena di rumah sakit itu kemauan aku? Dia itu..."

"Hampir bunuh diri karena kamu? Iya tahu, Qi. Terus kamu mau aku juga melakukan hal yang sama cuma demi kamu merhatiin aku gitu?" Fla tertawa hambar.

"Gak perlu kan? Udah ada Reyhan." Helqi terlihat menggertakkan giginya dengan sebal.

"Kutebak, kamu tahu aku jalan bareng Reyhan dari Haikal, ya?"

"Gak usah bawa-bawa kakak. Dia cuma ngasih tau apa yang dia liat. Dia cuma kaget liat pacar adiknya jalan sama mantannya..."

"Dia gak kaget, adiknya nyuekin pacarnya untuk nemenin mantan?"

"Aku terpaksa, Flaris! Aku gak mau. Aku merasa tanggung jawab! Kamu tahu orang tuanya bilang apa? Dia bilang udah maafin aku karena walau pun aku yang bikin anaknya sakit tapi aku juga yang bikin anaknya sembuh!" Helqi melangkah maju meraih tangan Fla dan menggoyangnya sedikit. "Tolong aku, aku gak tau gimana caranya aku lepas dari perasaan bersalah ini, Fla."

Fla menarik tangannya dari Helqi dan meraih pipi pemuda di hadapannya, ia mengusap pipi itu dengan sedih.

"Helqi, kamu gak mesti ngerasa bersalah sama aku." Fla berkata lembut sambil tersenyum.

"Mana bisa? Aku terus ngecewain kamu padahal aku bilang aku mau bikin kamu bahagia." Helqi memegang tangan Fla yang sedang mengusap pipinya.

"Aku udah maafin kamu," Fla mengangguk. "Aku ngerti posisi kamu. Mana bisa aku menuntut lebih banyak?"

"Makasih Fla..."

"Makanya, Qi. Kita putus aja ya."

Way Back to YouWhere stories live. Discover now