01- Akbar

14 1 0
                                    


"Bahkan sampai saat ini, aku masih melihat-mu seperti dahulu."
~Salwa~

<(~^^~)>


Karanganyar, Ngawi. 2015

Salwa barusaja bangun dari tidurnya pada jam tujuh pagi. Yah begitulah, dia merasa bebas di rumah neneknya. Jika dirumah nya sendiri, jam tujuh dia pasti sudah menyapu halaman yang seluas lapangan bola itu. Meski tidak menyapunya sendirian, Salwa sebagai bocah rebahan sangat tidak menyukai yang namanya bergerak, apalagi bersih-bersih seperti itu.

Berbanding terbalik dengan kehidupan nya dirumah yang rajin, ah lebih tepatnya dipaksa rajin.
Salwa yang dirumah neneknya hanya melakukan yang dia suka, bermain, jajan, dan tidur. Dan itu juga di dukung oleh neneknya. Seperti pada umumnya seorang nenek, neneknya juga tidak membiarkan nya melakukan apapun, dan tidak pernah menyuruhnya.
Bocah seperti Salwa yang memang tidak tahu malu itu tentu menyukainya dan benar-benar tidak melakukan apapun selain minta jajan, jajan, dan jajan lagi.

Karena ini hari minggu, Salwa sangat bersemangat karena teman-teman nya pasti akan berkumpul pagi ini. Dia segera memasang kerudungnya asal-asalan dan keluar dari kamar.
Diluar, dia melihat kakak nya sedang bertelepon dengan ayah mereka. Salwa yang ingin menghindari masalah berjalan dengan pelan hingga tidak menimbulkan suara apapun, dan melewati kakak nya menuju pintu belakang, alias dapur.

Dia tidak melihat neneknya di dapur, mungkin neneknya sedang berbelanja untuk masak hari ini. Dan bulek nya, dia ingat kemarin bulek nya berkata hari ini ada acara di desa sebelah. Jadi dirumah ini hanya ada Salwa dan kakaknya, dan jika Salwa pergi main kakaknya akan sendirian.

Dia berpikir sejenak, lalu mengedikan bahu. Siapa yang peduli? 
Kemudian dia melanjutkan niat nya untuk pergi keluar, menuju gedung madrasah. Begitu sampai, dia masuk dan menutup pintu. Menunggu teman-teman nya muncul.

Salwa adalah bocah pemalu, dan gengsian. Sejak dulu, dia tidak pernah datang kerumah teman nya untuk mengajak bermain, dia malu. Jadi karena sifatnya itu, Zulfa selalu paham dan memanggilnya lebih dulu. Kebetulan, rumah Zulfa tepat di belakang madrasah. Jadi jika nanti Zulfa  kerumah hendak mencarinya, Salwa bisa mencegatnya dari sini.
Itulah yang selalu ia lakukan.

Salwa merogoh saku jaketnya, dan menghela nafas. Bagaimana bisa dia tidak membawa uang? Ah sudahlah, dia bisa minta teman nya nanti.

Beberapa saat Salwa merebahkan diri di lantai madrasah, bocah itu berpikir. Bagaimana kabar ibunya, ayahnya, kakak-kakaknya? Pasti mereka baik-baik saja kan?
Tak dapat dipungkiri, dia rindu. Tapi saat mengingat hal lain, Salwa merasa tak ingin kembali. Dia ingin disini, tanpa beban, tanpa tekanan. Tapi, tentu tak bisa bukan?

Menghela nafasnya panjang, Salwa berdiri untuk melihat jendela. Kenapa Zulfa lama sekali?

Seperkian detik, Salwa melebarkan matanya dan langsung terduduk sembunyi.
Ada gerombolan Akbar! Sudah satu tahun lalu sejak dia terakhir melihat Akbar, ada perasaan aneh di hatinya setelah melihatnya lagi.

Tapi tunggu dulu, kenapa dia harus sembunyi? Bukankah kemarin dia biasa saja saat bertemu teman prianya yang lain? Jadi, kenapa dia malah sembunyi melihat teman-teman Akbar- yang sebenarnya juga teman nya itu?

Persetan dengan itu, Salwa menutup mulutnya rapat dan berusaha tidak menimbulkan suara agar mereka tidak ada yang menyadari dia ada disini. Bisa-bisa dia mati kutu.

Namun Salwa lupa, bukankah sendalnya ada diluar sana?

Benar saja, Azril bersuara. "Eh siapa yang di madrasah?"

Tentang Yang PertamaWhere stories live. Discover now