02- Kita berbeda

15 1 0
                                    


"Kamu memang tidak pernah berubah.
Kamu masih tetap menjadi Zahra-ku yang dahulu."
~Akbar~

<(~^^~)>


Denanyar, Jombang. 2021


Salwa masih bergumul dengan selimut diatas ranjang, sekarang menunjukkan pukul setengah empat pagi. Dan dia seperti orang sinting di dalam cahaya remang kamarnya, dia senyum-senyum menatap ponsel di tangan nya.

Terhitung sudah setengah jam dia memandangi ponsel itu, hanya memandangnya. Menatap pesan dari seseorang, tanpa membalasnya. Bukankah Salwa memang sinting?
Padahal diluar pintu, ibunya sejak tadi membangunkan nya untuk sholat malam. Tapi bocah itu berpura-pura tidak mendengar dan hanya diam tanpa berniat menjawab.

Setelah meredakan ke-sintingan nya, dia manarik nafas. Hendak membalas pesan yang sudah lama tidak ia lihat itu. 

Seperti biasa, setiap bulan Mei orang itu selalu kembali. Akbar,
setiap tahun nya dia kembali menyapa Salwa di bulan itu. Entah di awal, atau akhir. Jika ditanya mengapa, bulan Mei adalah ulang tahun Salwa, di tanggal depalan. Mungkin itu alasan mengapa dia selalu muncul di bulan itu.
Salwa sempat berpikir mungkin tahun ini tidak ada ucapan dari Akbar, karena tahun kemarin orang itu juga tidak datang. dan membuatnya gila sesaat.

Namun lihatlah, benda pipih di depan nya menunjukkan nama Fazza di tumpukan pesan. Dengan nomor yang masih saja sama dengan enam tahun yang lalu ketika pesan dari Akbar pertama kali menghiasi ponselnya.

Menarik nafas dalam, meremas tangan nya yang dingin. Lalu dia membuka pesan itu.

Fazza : 

"Assalamu'alaikum..."

"Zahra."

Salwa tidak berhentinya tersenyum menatap chat itu. Menuntaskan tatapan nya, dia membalas pesan itu.

"Wa'alaikum salam, Akbar."

Centang dua, beberapa detik. Centang dua itu segera berubah warna menjadi biru.
Salwa gemas sendiri dengan hatinya, mengapa dia bisa begitu senang sampai seperti orang tidak punya otak hanya karena satu orang ini!?

Fazza :

"Kuharap kabarmu baik."

"Wkwk, iya aku baik."
"Kamu?"

"Aku juga."
"Kukira kamu di pesantren?"

"Tidak, aku dirumah. Bantu-bantu ibu."

"Ah, begitu rupanya."


Beberapa detik, Salwa tidak membalas. Hanya menunggu, apakah Akbar akan meneruskan pembicaraan ini, atau menghilang lagi seperti dahulu.
Kemudian, di detik ke 58. Akbar mengirim pesan lagi. Dan entah mengapa, Salwa merasa lega akan itu.

Fazza :

"Zahra.."

"Hm?"


Satu menit,

Dua menit,

Tiga menit.

"Maafkan aku."

Salwa langsung diam,  senyumnya perlahan turun.


Tentang Yang PertamaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora