"Rendita Beby Ellard. Kelas 11 IPA-1. Umur 16 tahun. Terkenal sebagai penasihat dan pendengar yang baik, juga 'Dokter Cinta' yang belum pernah pacaran?!"Ia mengerutkan dahinya sesudah mencerna kalimat dari apa yang ia ucapkan barusan.
Sedikit tidak menyangka namun tidak perduli juga.
Maka, langkah akhir yang ia lakukan adalah melihat wajah dalam foto yang terpampang di layar laptopnya. Hanya untuk meyakinkan.
Semoga saja... batinnya.
***
"By, udah sampe ini," kata Al.
Kakak laki-laki satu-satunya yang ia punya membangunkannya ketika telah sampai di sekolah, "Hm?" jawab Beby.
"Yeee, ini anak dari tadi ketiduran ternyata sepanjang perjalanan. Pantesan pundak abang berat. Untung kamu gak teguling tadi di jalan."
Lagi-lagi respon yang Beby tunjukan masih seperti orang kebingungan.
"Ayo bangun Beby. Wake up! Udah waktunya sekolah. Makanya kalau malam jangan suka begadang bacain novel melulu," seru Al.
Beby menguap dan membalas,"Iya Bang iya, ini udah bangun kok. Ya udah Beby sekolah dulu ya. Makasih udah dianterin abangku tercinta, hati-hati ya kuliahnya," ketika Beby sesudah mengumpulkan kesadarannya, ia pamit dan tak lupa melambaikan tangan.
"Sebenernya gue rada senewen sih sama abang gue itu. Kuliah di kawasan Jakarta tapi tetep gak mau nge-kos di daerah yang deketan sama tempat kuliahnya. Biasanya dia pagi-pagi anterin gue sekolah, kalo kelasnya lagi sering siang, dia anterin gue sekolah pake motornya yang segede gaban, terus pulang lagi buat siap siap kuliah. Kalo lagi buru-buru ya bawa mobil, sekalian dia langsung berangkat kuliah," ujar Beby sekitar beberapa bulan yang lalu, ketika kedua temannya bertanya tentang kakaknya tersebut. Yang kata mereka kuliah di kawasan Jakarta terlebih di daerah yang terkenal macet, namun masih sempat mengantarkan Beby sekolah terlebih dahulu.
***
Baru satu bulan ini Beby resmi menjadi murid kelas 11 IPA-1. Seperti biasa Beby sampai di sekolah dengan keadaan kelas yang terbilang mengenaskan, teman-teman sekelasnya baru 2 orang yang datang. Tak jarang juga Beby menjadi murid pertama yang sampai di kelasnya.
"Pagi dunia!" serunya sambil menelentangkan tangan layaknya orang hendak berpelukan. Entahlah, karena novel yang semalam ia baca membuat dirinya tersenyum-senyum sendiri, Beby merasa moodnya sedang bagus.
"Pagi By," balas kedua teman sekelasnya.
Pukul 06.55, keadaan kelas sudah ramai. Bahkan kedua sahabat Beby, Martha dan Kesha sudah datang. Banyak murid yang sudah siap-siap dengan atribut mereka. Ya, apalagi kalau bukan atribut upacara.
"Aduh, hari ini upacaranya bisa di cancel gak sih?! Dasi gue ketinggalan di rumah. Betapa bodohnya lo Beby," umpat Beby pada dirinya sendiri.
"Lo kenapa By? Jarang-jarangnya dasi ketinggalan," respon Martha.
"Iya gue udah siapin padahal, tadi buru-buru Bang Al bilang takut ujan."
Memang, sudah terhitung dua bulan Bogor mengalami musim hujan. Berhubung sedang musim hujan, tak bisa dipungkiri pagi pun hujan dapat muncul. Sudah beberapa kali Beby hampir terjebak hujan di pagi hari saat akan berangkat sekolah. Untung keahlian Al dalam mengendarai motor tidak perlu di ragukan.
"Yah udah deh, ini mah alamat gue baris di barisan 'istimewa'," kata Beby dengan lemas.
"Sekali-kali lo ngerasain namanya di hukum By, tenang aja paling banter juga lo diceramahin 6 paragraf sama si Bu Yuni. Apalagi lo gak pernah kena hukuman kan sebelumnya," komentar Kesha sambil terkekeh, yang malah membuat Beby semakin malas.
Tentu saja, Beby yang supel, taat aturan, dan sangat ramah kepada semua orang di sudut sekolah ini, membuat ia menjadi salah satu murid kesayangan guru-guru disini.
Benar saja, sesampainya di lapangan ia langsung melihat beberapa anak kelas 12 yang baru turun tangga sudah mendapat pelototan dari Bu Yuni yang seolah-olah berkata kamu-baris-di-barisan-itu-segera. Setelah Beby baris di barisan 'istimewa', ya, anak-anak sekolah ini banyak yang menyebut barisan itu dengan istilah 'istimewa' karena barisan itu yang terletak sekitar 2 meter dari tiang bendera. Yang paling pertama terkena sinar matahari, dan isi barisannya adalah seluruh murid yang tidak menggunakan atribut upacara maupun atribut sekolah yang sudah ditentukan dengan lengkap. Biasanya, sehabis upacara mereka akan mendapat wejangan yang isinya sama seperti rumus luas pesergi panjang, yaitu panjang kali lebar, oleh Bu Yuni selaku guru BK yang bertugas mengurus masalah seperti ini. Kali ini, isi barisan 'istimewa' tidak sebanyak minggu lalu.
Semuanya Beby kenali, namun ada satu murid laki-laki. Dengan santainya, disaat upacara sedang berlangsung, tepatnya saat kepala sekolah sedang memberikan amanat, dia datang menuju barisan 'istimewa' tanpa menggunakan atribut apapun, baju keluar yang sudah tidak teratur, dan sepatu berwarna. Padahal sudah jelas, buku tata tertib mewajibkan seluruh murid menggunakan sepatu berwarna hitam jika upacara.
***
"Kalian ini, tidak ada kapok-kapoknya ya diberi arahan dan hukuman dari saya setiap hari Senin," ucap Bu Yuni memulai pidatonya.
"Kamu lagi Rayhan. Kamu ga bosan setiap hari berurusan dengan saya? Saya saja bosan ngurusin kamu setiap hari. Untung prestasi kamu mendukung keberadaan kamu untuk tetap di sekolah ini," lanjutnya dengan tampang horror.
Tapi, respon yang diberikan cowok bernama Rayhan tersebut hanya memalingkan wajahnya seolah-olah ia malas berbicara dengan Bu Yuni. Bahkan menatap wajahnya saja tidak mau.
Sudah sebulan ini, bahkan sejak hari pertama mereka masuk kelas 11 setelah liburan kenaikan berakhir, Beby belum pernah melihat Ray lagi. Mungkin ini pertama kalinya dia menginjakkan kaki di sekolah dengan status murid kelas 11.
Sosok Rayhan Virendra. Si pemilik mata berwarna hitam pekat sama seperti rambutnya, pandai dalam olahraga basket, ahli dalam bermain gitar dan beberapa alat musik lainnya, alis cukup tebal, hidung mancung, tinggi 173cm, digemari siswi-siswi sekolah, dan tidak ada seorang pun yang tidak mengenal dia. Memiliki keturunan luar negeri jauh, maka dari itu wajahnya tampak berbeda dengan yang asli pribumi. Tampan dan tegas, itulah yang tertera di wajahnya saat pertama kali orang melihatnya.
Sejak pertama Beby masuk sekolah ini, sering atau bisa dibilang setiap hari mendengar murid-murid sekolah ini menyebutkan namanya―apalagi setelah itu banyak murid-murid cewek yang curhat tentang Ray― dan ia memang murid bandel yang terkenal urakan dan jarang masuk. Walaupun terkenal nakal dan urakan, namun Ray merupakan siswa yang berprestasi. Ia memang tidak pandai dalam mata pelajaran, namu ia selalu mengikuti lomba-lomba dibidang olahraga, musik, dll.
Dan jangan lupakan hal penting ini, bahwa ia sangat dikenal dengan sifatnya yang pendiam. Bukan, bukan sikap dingin dan tidak bersahabat, hanya saja dia terlalu tertutup. Bahkan tak jarang orang salah tanggap, mereka berpendapat bahwa Ray memang dingin dan tidak bersahabat. Mungkin, hanya ketiga sahabatnya yang mampu menyingkirkan sisi pendiam Ray saat mereka berkumpul bersama. Aneh, memang. Beby tak pernah berkenalan dengannya, bahkan sekedar bertegur sapa saja tak pernah. Namun ia mengetahui hampir semua sikap juga beberapa identitas dari teman satu angkatannya ini."Cool sih tapi urakan," komentar Beby satu-satunya yang keluar saat pertama kali melihat cowok tersebut sekitar satu tahun lebih yang lalu.
Karena pada dasarnya Beby memang terbilang anak yang memiliki jiwa sosial cukup tinggi, yang menyebabkan ia mudah berinteraksi dengan banyak orang. Maka dari itu semua orang di lingkup sekolah ini dia kenal. Ehm, ralat. Hampir semua, karena ia hanya sebatas tahu dengan laki-laki yang banyak dipuji kaum hawa ini karena ketampanannya.