Bab 6 - Sisi Lain

58 1 1
                                    

"WOI SEMUANYA DIEM!" Amir, selaku ketua kelas sering melakukan kegiatan seperti ini.

"Napa Mir?" tanya Deva.

"Berhubung bentar lagi 17 Agustus, kata Bu Sari kelas kita kudu tentuin orang-orangnya buat ikut lomba nanti, jadi sekarang aja ya pemilihannya," jelas Amir.

"Yah Mir, gue pengen ke kantin," ucap Martha.

"SSSHHH Martha, nanti aja ke kantinnya sama Babang Marlo," celetuk Marlo lalu mengedipkan sebelah matanya ke Martha, saat Martha menengok ke arah suara tersebut.

"Najis lo."

Suara tawa langsung terdengar memenuhi kelas 11 MIPA-1.

Adit menepuk pundak Marlo sambil tertawa paling kencang.

"Udah eh, keburu abis ntar istirahatnya. Kita mulai sekarang ya," lalu Amir memberikan spidol ke arah Dea selaku sekretaris, untuk menulis di papan.

"Lomba pertama ada bakiak. Siapa yang mau? Tiga cowo atau tiga cewe."

Marlo spontan mengangkat tangannya dan mengatakan,"GUE GUE GUE! Sama... Oh! Sama Adit Deva yak."

"Egoblog, siapa yang mau. Lo asal ih, kasian Ray kita tinggal," protes Deva.

"Hehe, maaf ya beb Ray. Kali ini kamu kita tinggal dulu, bubay," kata Marlo lalu memberikan kiss bye ke Ray.

Ray hanya terkekeh jiji melihat ketiga temannya ini yang selalu bisa membuat semua orang tertawa.

"De, tulis ya lomba bakiak Marlo, Deva, Adit," kata Amar kepada Dea, yang lalu dibalas anggukan setuju dari Dea.

"Sekarang, lomba fashion show. Satu cowo satu cewe, jadi mereka bakal pasangan gitu terus pake baju bebas milih tema sendiri yang berhubungan sama hari kemerdekaan nanti. Oiya, nanti di depan mereka bakal pidato dikit sama jelasin kenapa mereka pake tema itu," tutur Amar, semua teman-temannya mendengarkan dengan seksama.

"RAY AJA RAY RAY RAY!" seru Marlo, lagi.

Ray yang sedang asik membaca komik kesayangannya langsung menoleh ke Marlo sambil mengerutkan jidatnya.

"Bener juga. Ray kan ganteng, udah gitu badannya mendukung banget. Pasti menang dah kelas kita," bela Endy, teman sebangku Amar.

Kali ini tatapan Ray berganti ke Endy, ia tidak habis pikir. Bagaimana bisa ia fashion show di depan seluruh murid dan guru-guru SMA-nya? Ia tidak suka harus berjalan layaknya kucing di karpet yang berwarna merah itu. Ray lebih suka tampil dengan bandnya bersama ketiga temannya, seperti biasa. Band mereka sudah menjadi unggulan sekolah. Selain anggotanya yang memang most wanted, juga karena suara Ray yang mampu mengikat hati para wanita dalam sekejap. Kemampuan Ray dalam bernyanyi dan bermain gitar, Deva dengan keyboard-nya, Adit dengan bass-nya, dan Marlo dengan drum-nya. Penampilan mereka selalu memukau, dengan banyak kejutan. Walau disaat tampil Ray tetap terlihat sebagai pribadi yang diam, namun ia tetap mampu membuat penonton leleh karenanya.

"Yaudah, Ray ya? Cewenya siapa?" tanya Amir kemudian.

Seketika kelas ramai dengan siswi-siwi yang ingin berpasangan dengan Ray di lomba fashion show nanti.

Ray menghela napas, ia tidak mau bersusah payah menolak karena ia sudah tau itu percuma. Ray tidak mau memikirkannya, dan memilih fokus lagi dengan komiknya.

"Clara aja gimana? Kan pas kecil dia model," usul Fero, yang duduk di barisan paling belakang.

"Clara gabisa, tadi pagi dia ngomong ke Bu Sari mau izin sampe minggu depan. Sedangkan acaranya 5 hari lagi," kini Dea angkat suara.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 16, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

I Hope You KnowWhere stories live. Discover now